Zayn mengangguk mantap. "ya. maka dari itu kita harus segera mengumpulkan bukti kuat untuk menjerat mereka."
Yang dikatakan oleh Zayn memang benar, membuatku mengangguk setuju.
"Jadi apa itu yang kau bawa?" telisik Zayn dengan pandangan mengarah pada amplop besar berwarna cokelat yang kubawa.
"Itu adalah salinan dokumen dari kantor polisi yang diberikan oleh Louis terkait kasus kecelakaan orang tuaku tapi aku belum sempat memeriksanya," tuturku setelah menenggak segelas air putih.
Usai memijat kakiku, Zayn bergeser guna mengambil amplop besar itu. Dibukanya amplop itu dengan teliti sampai mengeluarkan semua isinya tanpa terkecuali hingga membuatku mendapati dokumen berupa berbagai macam surat keterangan serta foto-foto mulai dari foto mobil kedua orang tuaku hingga jasad mereka di tempat kejadian perkara yang membuatku bergidik.
Darah segar nampak memenuhi semua foto, hatiku bagai tertusuk ribuan jarum setelah melihatnya.
Zayn meraih semua foto itu dengan tangannya, seraya memejamkan mata ia terlihat fokus membaca kejadian yang terjadi sebelum foto itu diambil dengan keahlian retrokognisi miliknya.
Suasana sunyi menyelimuti kami sebab aku hanya bisa melihat Zayn tanpa mau mengganggu konsentrasinya, aku yakin Zayn menemukan petunjuk yang berarti untuk mengungkap kebenaran di balik abu-abunya kasus kematian kedua orang tuaku.
"Dari foto ini aku bisa melihat kalau orang tuamu meregang nyawa akibat kehabisan darah dan terjebak di dalam mobil yang terkunci dengan posisi terbalik," ucap Zayn sambil menunjuk foto yang menunjukkan posisi mobil yang terbalik.
"karena mobil ini posisinya terbalik di tengah jalan raya, itu memicu mobil lain yang dipacu dengan kecepatan tinggi tak dapat menghindari tabrakan dan ya terjadilah kecelakaan beruntun."
"Lalu apa yang selanjutnya terjadi?"
"Karena banyaknya kendaraan lain yang menabraknya, mobil orang tuamu akhirnya mengalami kebakaran setelah sebelumnya mesin mobil itu sempat dirusak secara halus oleh seseorang," tambah Zayn sambil memijat pelipisnya. "aku melihat mereka berdua menangis hingga ajal menjemput mereka karena memikirkan nasibmu kelak."
Aku mengambil foto jasad kedua orang tuaku yang tergeletak di atas meja. Kondisi mereka terlihat sangat mengenaskan bersimbah darah di dalam mobil mereka yang posisinya sudah terguling. Sungguh tak kusangka aku akan mendapatkan foto terakhir mereka dalam kondisi sangat mengenaskan itu terlebih mereka yang masih sempat menangis memikirkan masa depanku alih-alih berusaha menyelamatkan diri.
"Mereka meninggal dalam perasaan terluka dan khawatir sebab mereka mengetahui siapa dalang dibalik kecelakaan yang menimpa mereka," Zayn menyodorkan sepucuk surat tagihan dari sebuah bengkel di kota Kopenhagen.
Aku memperhatikan surat tagihan itu dengan seksama sambil mengingat-ingat apakah kedua orang tuaku pernah memakai jasa bengkel mobil ini sebelum mereka berangkat ke luar kota.
Cap stempel dan nama bengkel itu terlihat asing, aku sepertinya tidak pernah mendengar nama bengkel ini sebelumnya karena aku tahu dimana letak dan nama bengkel langganan keluargaku.
"Aku tidak pernah mendengar nama bengkel ini sebelumnya," ucapku sangsi sambil terus memperhatikan surat tagihan itu. "sebab Papa selalu pergi ke satu bengkel di pusat kota dan tidak pernah mengganti bengkel langganannya."
Zayn mengangguk. "aku sudah menduga ada yang tidak beres dengan surat tagihan ini."
"Maka dari itu aku juga bingung bagaimana bisa mobil Papa dan Mama keluar dari bengkel ini."
"Aku yakin ada sesuatu yang membuat mobil orang tuamu bisa dibawa ke bengkel itu tanpa sepengetahuan mereka sebelumnya," imbuh Zayn dengan pandangan menelisik ke semua dokumen yang tergeletak di atas meja.
Aku membaca alamat bengkel itu dengan seksama. "sepertinya aku perlu mencari tahu dimana bengkel itu untuk mendapatkan informasi."
...****************...
Kereta siang hari ini nampak penuh sesak, semua kursi terisi penuh tanpa kecuali.
Jarak dari hutan menuju stasiun kereta api memang terbilang cukup jauh dan membuatku kewalahan, beruntung tadi Zayn berbaik hati mau mengantarkan aku sampai ke stasiun dengan sepeda motornya. Pria itu belakangan ini sibuk dengan pekerjaannya di beberapa kota sehingga tidak sempat menemani aku pergi ke Kopenhagen, tak jarang aku melihatnya kelelahan sebab kehabisan banyak energi akibat terlalu lama menggunakan wujud manusianya saat berada dalam keramaian kota.
Suara mesin kereta yang cukup bising tak menggangguku sedikit pun, aku malah dengan senang menikmati perjalanan kali ini dengan memandang mahakarya Tuhan yang menciptakan alam yang sangat indah di sepanjang perlintasan kereta. Beberapa penumpang nampak saling bercengkrama satu sama lain, namun tak sedikit juga yang memilih untuk menikmati pemandangan seperti aku.
"Selamat siang, Nona. ini makan siang anda, selamat menikmati," ucap sang petugas kereta seraya memberikan bungkusan berisi makanan serta sebotol air dalam kemasan.
Aku menerimanya dengan senyuman kecil.
"terima kasih."
Makan siang dari kereta memang bukanlah makanan mewah, tetapi aku bersyukur karena ini cukup lezat dan mengenyangkan perutku.
Sambil makan otakku terus berpikir, dimana aku bisa menemukan bengkel itu? lalu kenapa pula mobil Papa bisa dibawa ke sana walau pun tidak dalam keadaan rusak? Itu semua sangat aneh membuat pikiranku tidak bisa tenang bahkan aku tak bisa tidur dengan nyenyak semalam.
Apa kali ini aku harus berkeliling kota demi menemukan bengkel itu? Hah, sepertinya itu akan memakan banyak waktu tetapi apa boleh buat karena aku tidak punya pilihan lain.
Tepat setelah makan siangku habis, kereta tiba di stasiun kota Kopenhagen. Dengan sabar aku menunggu penumpang lain turun terlebih dahulu agar tidak berdesak-desakan sampai akhirnya setelah jumlah penumpang sudah sedikit barulah aku memutuskan untuk turun.
Hiruk-pikuk stasiun kereta api di siang hari memang tiada duanya membuatku menjadi sedikit bingung untuk mencari jalan keluar dari stasiun saking ramainya. Posisi stasiun kereta api ini berada di pinggir kota, sehingga aku harus menempuh jarak yang lumayan jauh untuk pergi menuju alamat bengkel yang tertulis di dalam surat tagihan yang kini ada di dalam saku mantelku.
Aku melangkah dengan mantap meninggalkan stasiun, berharap bisa menemukan bengkel itu sebelum malam hari tiba karena akan sangat merepotkan sebab jalanan hutan tentu akan sangat gelap serta tak jarang hewan buas berkeliaran di sana.
"Adaline? apa kamu benar Adaline anaknya Bunda Anna?"
Mendengar namaku sekaligus nama Bunda Anna disebut, aku jelas heran bagaimana bisa orang itu mengetahui Ibu angkat masa kecilku yang bahkan tak banyak mengenal orang lain.
"Anda siapa ya?" tanyaku bingung.
Pria berambut ikal serta mata hijau zamrud itu terkekeh. "Harry, si kecil dari peternakan sapi keluarga Horan yang dulu sering mengantarkan susu ke panti asuhan."
Bibirku ber-oh ria. "bagaimana kabarmu, Kak? sungguh diluar dugaan kita bisa bertemu disini."
"Cukup membosankan setelah Niall memutuskan untuk menikah lebih dulu. sekarang aku bekerja di direktorat pajak kota ini," jawab Harry dengan seulas senyum. senyumnya masih sama dengan dua buah lesung pipi yang manis.
"Kebetulan sekali, kalau begitu apa kantormu menangani pajak bisnis juga?"
Harry mengangguk. "tentu. memangnya ada apa?"
"Aku datang kemari untuk mencari sesuatu, aku harap Kak Harry bisa sedikit membantuku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments