"Tepat sekali gadis manis," Pria itu tersenyum penuh misteri seolah dapat membaca isi pikiranku, "masuklah dulu aku tahu kau sangat kedinginan sekarang."
Aku memandang Oli sejenak, meminta persetujuan primata cerdas itu untuk menerima tawaran Zayn. Lagi pula, aku sungguh penasaran bagaimana bisa pria kaya raya sepertinya malah memilih untuk hidup di dalam hutan ketimbang di kota yang penuh dengan kenikmatan dan kemudahan jika mempunyai banyak uang. Oli melompat ke bahuku, memberi isyarat bahwa ia setuju membuatku kembali memusatkan perhatian kepada Zayn.
"Apa kau sungguh tidak keberatan?" tanyaku memastikan.
Sungguh, aku berani bertaruh bahwa Zayn sangat gagah nan rupawan bak seekor rusa jantan yang sedang mengendus bahaya. Dia terlihat sangat hati-hati namun sepertinya ingin mengenalku lebih dalam membuatku merasa tertarik.
"Sama sekali tidak keberatan jika hanya untuk dua gelas teh," balas Zayn santai namun tak melunturkan kesan dingin sekaligus misterius.
Zayn berjalan masuk ke dalam mansion, mengedikan dagunya sebagai isyarat agar aku masuk mengikutinya. Angin berhembus semakin kencang nampaknya badai salju akan datang membuatku tak yakin bisa kembali dengan selamat ke dalam goa. Terakhir yang kuingat saat tinggal di Kopenhagen, badai salju itu sangat mengerikan bahkan memakan korban jiwa cukup banyak.
Aku berjalan mengikuti Zayn namun tetap menjaga jarak, memperhatikan setiap detail bangunan mewah dengan bahan dasar kayu ini. Mansion milik Zayn mengusung tema alami, semua perabotan di dalamnya terbuat dari bahan alam seperti kayu, batu atau kulit hewan. Dinding mansion dibalut dengan cat warna putih, membuat semua ornamen di dalamnya nampak sangat hidup.
"Aku membangun tempat ini dengan sembilan puluh persen bahan alami. ya, selain cat dinding dan peralatan mandi serta masak semuanya kubuat sendiri," papar Zayn sambil membentang karpet berbahan bulu domba sebagai alas untuk kami duduk.
"Bagaimana kau melakukannya?" tanyaku semakin penasaran karena karpet bulu domba ini terasa sangat lembut, membuatku merasa lebih hangat.
"Dengan sedikit kekuatan," balasnya dengan seulas senyum misterius.
Aku menatap Zayn lamat.
Sungguh, dia nampak bukan seperti manusia biasa membuatku sangat penasaran lagi heran. Dan lagi aku bingung kenapa telinga Zayn--
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Zayn yang sukses memecah lamunanku yang sibuk memikirkan rasa penasaran yang membuncah dalam benak ini.
Zayn menyodorkan gelas porselen putih berisi teh yang masih menguarkan asap tipis.
"minumlah dan berhenti melamun."
"Tidakkah kau merasa penasaran kepadaku?" pancingku, berusaha mencari tahu lebih banyak tentang pria tampan berambut legam serta bulu mata lebat nan lentik itu.
Zayn meneguk teh miliknya hingga tandas kemudian mengisinya kembali dengan pitcher kaca berukuran sedang. "sejujurnya iya. bagaimana bisa kau berada di hutan ini?"
Aku menghela pendek, memandang gelas porselen dengan hiasan khas Eropa di tanganku.
"aku terlalu miskin untuk sekedar hidup di tempat dimana manusia seharusnya hidup, Zayn."
Pria itu kontan memusatkan perhatiannya padaku.
"kata-katamu sungguh membuatku semakin penasaran."
Sepasang manik berwarna cokelat karamel yang jernih itu sukses membuatku merasa tertarik, namun buru-buru hatiku menapik perasaan tak biasa tersebut agar tidak menjadi bumerang bagi diriku sendiri nantinya.
"Tetapi hal itu memang benar terjadi," pungkasku cepat. "meski sejujurnya aku juga ingin memiliki tempat tinggal yang nyaman seperti saat masih kecil dulu."
Zayn membetulkan kerah kemejanya yang miring.
"sepertinya kita akan lebih sering bertemu setelah ini, Nona Adaline."
Aku tersenyum tipis. "bagaimana kau bisa seyakin itu Tuan Zayn?"
"Karena cepat atau lambat kau akan membutuhkan bantuan dariku."
...****************...
Gumpalan awan kelabu nampak bergerak mengikuti arah tiupan angin menarik perhatianku dan Oli yang sejak tadi fokus memperhatikan awan dengan bentuk-bentuk unik itu lewat di atas goa.
Cuaca terlihat kurang bersahabat, langit mendung dengan tiupan angin yang cukup kencang membuatku sedikit mengantuk.
"Oli, bagaimana menurutmu soal Zayn?" aku bertanya pada Oli yang sedang sibuk menikmati dua buah pisang di tangannya.
Oli mengangguk-angguk, sepertinya sangat antusias saat mendengar pertanyaanku terkait dengan Zayn pria yang kami temui beberapa waktu lalu.
"Apa menurutmu dia menarik?" aku terkekeh geli melihat antusiasme Oli terhadap Zayn.
Oli kembali bergerak penuh antusias, menarik-narik tanganku seolah mengatakan sesuatu yang menarik membuat apel yang hendak kumakan nyaris terjatuh karena ulahnya.
"Ya, ya, ya. aku tahu dia sangat tampan dan menarik sepertinya kau setuju denganku," aku terkekeh geli melihat Oli dengan begitu antusias menirukan gaya rambut Zayn dengan cara mengacak-acak bulu di kepalanya.
Aku menggigit apel merah di tanganku, kembali memperhatikan jajaran awan yang berlalu di atas kepalaku. Memikirkan bagaimana nasibku kelak dimasa depan, apakah akan tetap tinggal di hutan seperti ini hingga akhirnya hayat atau bisa menemukan kebahagiaan dengan keluargaku sendiri nantinya. Gigitan demi gigitan kulakukan dengan pikiran berkecamuk hingga akhirnya apel di tanganku habis. Salju turun semakin lebat membuatku memutuskan untuk ikut masuk ke dalam goa mengikuti kawanan kera yang lain.
Angin berhembus kencang serta lebatnya salju yang turun membuat suhu tubuhku menurun drastis. Aku mengencangkan jalinan mantel yang kupakai, berjalan masuk ke dalam goa berbarengan dengan Oli yang berjalan di sisi kiri tubuhku.
Para kera yang tinggal bersamaku itu sangat disiplin, mereka sudah bangun sebelum matahari terbit untuk berburu makanan baik itu para pejantan mau pun para betina semuanya bahu membahu untuk mengumpulkan persediaan makanan untuk musim dingin panjang ini. Mereka juga sangat menjaga kebersihan, membuatku merasa sangat betah tinggal bersama mereka.
"Ayah," panggilku pada kera jantan terbesar sebagai pemimpin kawanan setelah aku berhasil turun dari atas goa.
Kera berusia cukup tua itu menoleh kepadaku, meminta aku untuk menyelesaikan kalimatku.
"Persediaan air minum kita hampir habis, Ayah."
Dia mengangguk, penuh aura kepemimpinan seperti biasanya setelah aku mengatakan bahwa persediaan air minum kami di dalam goa sudah menipis namun badai salju yang turun nyaris setiap hari membuat kami cukup kesulitan.
Sungai terletak sangat jauh, aku mana mampu membawa banyak air sambil menahan tubuhku agar tidak tersapu badai membuatku terus memikirkan cara yang aman agar bisa mendapatkan banyak air dengan resiko lebih kecil.
Ayah mendorong kecil punggungku, menyuruhku masuk ke dalam goa mengingat salju sudah turun semakin lebat. Apa aku harus pergi ke mansion Zayn lagi untuk meminta sedikit air? sepertinya dia memiliki saluran air yang langsung terhubung ke sungai. Itu bukanlah ide yang buruk sepertinya kurasa setelah hujan salju mereda aku akan kesana untuk meminta sedikit air padanya.
Oli datang mendekat kepadaku dengan dua buah mangga besar di tangannya lantas duduk di hadapanku dengan tenang.
"Oli, setelah hujan salju berhenti tolong temani aku pergi ke mansion Zayn ya. pasokan air kita sudah semakin menipis."
Oli tersenyum lebar sambil memainkan alis tipisnya, menggodaku dengan penuh semangat.
"Aku butuh air untuk minum, Oli. jangan menggodaku!"
Namun Oli tetaplah Oli, seekor kera bandel yang usil. Dia malah terus menggodaku, alhasil aku malah jadi tertawa melihatnya memperagakan sikap dingin Zayn dengan sangat lucu.
"Baiklah, sepertinya aku memang membutuhkan dia seperti yang dikatakannya tempo hari."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments