"Kecelakaan pasangan suami istri Winters? apa ini dokumen menyangkut kasus kecelakaan kedua orang tuamu?"
Aku mengangguk. "apa berkasnya masih lengkap?"
Louis nampak menimbang, sepertinya pertanyaanku tak dapat langsung ia jawab dengan tegas.
"kurasa semua dokumen aslinya sudah dilimpahkan di kejaksaan atau pengadilan."
Aku menghela kecewa mendengar jawaban Louis, dadaku rasanya seketika sesak dan berat menerima kenyataan bahwa kasus kematian orang tuaku yang telah berlalu lebih dari satu windu itu sepertinya memiliki jejak yang sangat samar untuk dikuak kembali.
"Kamu tidak usah khawatir, aku akan berusaha menemukan salinan dokumen terkait kecelakaan itu selengkap-lengkapnya," imbuh Louis dengan senyum menenangkan khasnya.
"Apakah itu masih mungkin?"
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini kalau kita mau berusaha. aku yakin dalam database salinan dokumen mengenai kasus itu masih ada," sahut Louis dengan mata tertuju pada monitor komputernya. "kamu hanya perlu menunggu, aku akan berusaha mencarinya sampai mendapatkan semua salinan berkasnya dengan lengkap."
"Sungguh, aku tidak tahu lagi bagaimana caranya berterima kasih padamu," cicitku sambil memandang Louis yang masih sibuk berkutat dengan komputernya.
Louis cemberut. "berhentilah mengomel dan pergilah ke pusat kota dengan uang ini, ada festival besar di sana."
Terlepas dari penampilan fisiknya, Louis sama sekali tidak berubah. Dia tetaplah sosok kakak penuh kasih sayang dan pengertian sejak dulu yang membuatku sangat menyayangi serta menghormati dirinya seperti saudara kandungku sendiri.
"Bawalah radio ini, aku akan langsung menghubungimu setelah berhasil mendapatkan semua dokumennya," tambah Louis seraya memberikan aku sebuah walkie-talkie.
Aku mengangguk patuh, beringsut keluar dari kantor Louis dengan beberapa lembar uang dan walkie-talkie di dalam saku celanaku.
Beberapa petugas yang berpapasan denganku tersenyum ramah, membuatku merasa begitu dihargai.
Tiba-tiba seorang polisi tampan menghampiriku di depan gerbang utama kantor polisi dengan seulas senyum. "anda nona Tomlinson? saya Mark, diperintahkan oleh Tuan Inspektur untuk mengantar anda, mari saya antar menuju pusat kota tempat festival."
Ah, Louis bahkan sampai memerintahkan anak buahnya yang sibuk hanya untuk mengantarku.
Dia tetap tidak terduga masih sama seperti dulu, suka melakukan hal-hal yang tidak perlu hanya untuk membuatku senang.
"Baiklah petugas Mark, terima kasih. tolong antarkan aku ke festival dan temani aku menghabiskan semua uang ini," balasku sambil menunjuk ke arah jalan arteri kota.
Senyum Mark tidak memudar. "mari, lewat sini."
Dibawah naungan langit biru kota Kopenhagen yang cerah, aku dan Mark berjalan beriringan melewati keramaian pusat kota sembari berbincang ringan. Kedai-kedai kecil di pinggir jalan nampak menyajikan berbagai macam hidangan ringan mulai dari yang bercita rasa manis hingga pedas pun lengkap tersedia.
Aku lupa kapan terakhir kali melihat festival, namun kali ini festival yang aku saksikan jauh lebih meriah dan ramai ketimbang festival yang terakhir kali kulihat. Orang-orang berlalu lalang, saling bercengkrama satu sama lain seraya menyaksikan festival tahunan satu ini. Suara musik terdengar menggema di sepanjang jalanan pagelaran festival, menambah kesan meriah festival ini.
"Bisakah anda merekomendasikan makanan enak untukku sebagai teman menyaksikan festival ini?" tanyaku pada Mark yang tengah sibuk menyaksikan rombongan marching band memainkan alat musik mereka masing-masing.
"Bagaimana dengan crepes dan waffle? menurut saya makanan manis adalah yang terbaik," jawab Mark sambil menunjukkan kedai kecil yang menjual crepes dan waffle yang memang bersebelahan.
Aku mengangguk antusias. "ayo, temani aku membelinya untuk Louis juga. aku yakin kakakku selama ini sudah bekerja dengan sangat keras selama ini."
"Ya, Tuan Inspektur selalu bekerja keras membuatku kadang merasa iri dengan etos kerjanya yang sangat tinggi," Mark menimpali.
"di semua penjuru negeri dalam instansi kepolisian, hanya dia yang bisa menduduki jabatan itu dalam usianya yang masih sangat muda."
Setelah memesan waffle dan crepes aku kembali menyambung perbicangan dengan Mark.
"sejak kecil dia memang selalu penuh semangat, aku jadi tidak heran kalau dia sukses dalam usia semuda itu."
Kami memutuskan untuk makan di bangku besi tepi sungai, membuatku merasakan Deja Vu saat sedang bersama Zayn waktu itu.
Angin bertiup lembut, membuat beberapa helai rambutku yang terlepas dari ikatannya melambai perlahan mengikuti pergerakan angin.
"Adaline, apa kamu masih di festival?"
"Iya, ada apa, Kak?"
"Kembalilah ke kantorku segera bersama Mark, jangan ajak dia berkencan!" perintah Louis mutlak dari walkie-talkie.
Aku dan Mark lantas saling pandang, sepertinya Louis menemukan sesuatu yang amat penting dari database kepolisian terkait kasus kecelakaan itu.
Mark tergelak. "apa barusan dia melarang kita untuk pergi berkencan?"
Aku ikut terkekeh. "anda mendengarnya dengan sangat jelas, bukan?"
"Tuan Inspektur sepertinya sangat pemilih mengenai calon adik iparnya," canda Mark yang lagi-lagi membuatku merasa geli.
"Tentu, biar bagaimana pun Louis adalah kakak yang baik," balasku diselingi tawa.
Aku dan Mark lantas kembali menuju kantor polisi dengan beberapa jenis makanan yang sempat kami beli tadi. Mark bersikap sangat gentleman, membawa semua belanjaan sambil bersenandung menikmati indahnya hari cerah di pusat kota.
Setibanya di kantor Louis, dia menyambut kami dengan tatapan penuh curiga.
"Ada apa?" tanyaku dengan cengiran lebar.
Louis menyipitkan matanya. "kalian tidak saling bertukar nomor telepon, 'kan?"
"Itu adalah ide yang sangat bagus, Tuan. aku akan meminta nomor telepon Nona Tomlinson setelah ini," canda Mark dengan senyum menggoda.
"Memangnya kenapa, Kak?" godaku setelah melihat wajah sebal Louis.
"Mark adalah anak buahku, kamu tidak boleh berkencan dengannya sebelum dia bisa naik jabatan," tukas Louis serius.
Aku tergelak. "aku tidak memandang pria hanya berdasarkan penghasilannya."
"Kembali kerjakan tugasmu, Mark," perintah Louis mutlak kepada Mark.
"Baik, Tuan."
"Huh, anak itu bisa-bisanya dia berpikir untuk berkencan denganmu," omel Louis kembali menghadap komputernya.
"Apa yang berhasil kakak temukan?" aku kembali bertanya pada Louis sambil membuka bungkusan makanan yang kubeli, bermaksud membaginya dengan Louis.
Louis bangkit dari duduknya, menyerahkan sebuah amplop besar berwarna cokelat padaku.
"banyak, aku sudah menemukan semua salinan berkasnya. kemari dan simpan ini baik-baik."
Aku menerima amplop itu dengan sukacita.
"terima kasih banyak, Kak."
Dibantu oleh Louis, aku menghabiskan semua makanan yang tadi kubeli di festival dengan hati senang. Benar kata Mark, makanan manis dapat menambah kebahagiaan apalagi saat dinikmati bersama orang terkasih.
"Kita perlu melihat kembali mobil orang tuamu, seperti katamu aku juga yakin ada sesuatu yang janggal di mobil itu hingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri," ungkap Louis seraya menunjukkan potret mobil orang tuaku pasca kecelakaan itu baru terjadi.
"Aku akan mencoba mengajukan kembali kasus ini untuk diusut ulang. sebelum itu mari kita lihat dulu mobilnya," tambah Louis yang aku balas dengan anggukan setuju.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments