Zayn menghela napasnya panjang setelah sempat beradu pandang beberapa saat denganku.
"Adaline, kau tahu? aku hanya tidak habis pikir bagaimana bisa di setiap universe dalam kehidupan ini selalu saja ada orang tamak seperti Paman dan Bibimu itu?"
Aku tersenyum miris dengan pandangan tertuju pada Paman dan Bibi. "ya seperti yang kau tahu Zayn, ada begitu banyak orang tamak yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya seperti mereka."
Zayn mengedikan dagu runcingnya.
"aku jadi kasihan padamu Ada, karena terpaksa harus memiliki Paman dan Bibi seperti mereka."
"Aku juga tidak tahu kenapa Tuhan memberiku takdir semalang ini, Zayn. orang tuaku meninggal disaat aku masih kecil lalu aku dibilang begitu saja oleh mereka seperti sampah."
Tangisku pecah begitu saja mengingat semua luka kelam yang selama ini selalu aku tutup rapat-rapat dibalik senyuman.
Zayn dengan sigap membawa tubuhku ke dalam rengkuhan eratnya, menepuk lembut punggung sempit milikku berusaha untuk menenangkan diriku.
Tiada perasaan lain yang lebih kuat ketimbang rasa sedih serta sakit yang menguasai benakku saat ini tetapi Zayn sedikit demi sedikit dapat membuatku merasa sedikit lebih tenang.
"Apa kalian sudah selesai bermesraan? kami tidak punya banyak waktu untuk menonton drama romansa kalian berdua," hardik Bibiku dengan senyuman sinis khas miliknya.
"Dia adalah perempuan murahan yang tidak sepatutnya kita perhatikan," tukas Paman dengan sorot mata tajam seolah dapat mengulitiku hidup-hidup.
Kedua tanganku terkepal kuat mendengar cacian serta hinaan yang terlontar dari orang yang kusebut sebagai Paman dan Bibi itu.
"Apa kau bilang?" tanyaku dengan suara yang sudah bergetar hebat karena menahan emosi yang bergejolak.
Paman tertawa meremehkan. "lihat? kau bahkan sudah kehilangan sopan santun dan tata krama sebab tidak mendapatkan didikan baik dari orang tuamu! dasar wanita murahan!"
Oh cukup sudah!
Aku berjalan mendekat ke arah Paman, memandangnya tajam bersiap memberikan ganjaran untuk perkataannya yang sudah kelewatan batas itu.
Tangan kananku dengan sekuat tenaga menampar pria yang dulunya sangat aku hormati seperti Papa itu hingga wajahnya berpaling.
Suara tamparan itu bahkan terdengar menggema ditengah sunyinya malam ini.
Rasanya tanganku panas setelahnya juga dadaku terasa sesak karena emosi yang meluap-luap menguasai diriku.
"Josh dan Jocelyn Winters, dengan ini aku bersumpah hidup kalian tidak akan tenang mulai detik ini. camkan itu baik-baik!"
...****************...
Segarnya udara khas hutan yang masuk ke dalam paru-paruku pagi ini sedikit membuat perasaanku menjadi lebih baik.
Burung-burung nampak berkicau seraya terbang bersama pasangan mereka masing-masing mengingat bahwa burung juga memiliki masa musim kawin seperti hewan-hewan lainnya di hutan.
Aku duduk di halaman mansion Zayn beralaskan rumput hijau berembun yang terlihat begitu berkilau tertimpa cahaya mentari pagi yang cerah.
"Kau sudah bangun?" sapa Zayn yang barusan keluar dari balik rimbunnya pepohonan dengan keranjang rotan berisi buah-buahan.
Aku mengedikan bahu. "ya, seperti yang bisa kau lihat. aku sedang duduk dan bermain dengan hamster liar."
Entah dari mana datangnya sepasang hamster berwarna putih salju yang sangat menggemaskan itu, membuatku jadi ingin terus bermain-main dengan mereka.
Senyum Zayn merekah lantas mengambil posisi duduk di depanku. "aku membelinya dari pasar tadi pagi dan ya, sesuai dugaanku kau akan sangat menyukainya mereka."
Aku terkekeh mendengar penuturan Zayn yang begitu tulus. "apa kau sudah memberikan mereka makan? sepertinya sejak tadi mereka sibuk menggigit rumput."
Zayn mengambil hamster jantan yang sejak tadi menggigiti rumput, membelainya lembut.
"bukankah tadi aku sudah memberimu makan?"
"Zayn?"
Pria itu lantas mengalihkan atensinya kepadaku.
"ya? kau butuh sesuatu?"
Aku menggeleng pelan. "bukan itu."
"Lalu?"
Aku tersenyum sendu, memandang pria rupawan di hadapanku itu. "terima kasih sudah melakukan banyak hal baik untukku, Zayn. jika tidak ada manusia yang sudi berbuat baik padaku maka kau adalah satu-satunya yang masih mau menoleh ke arahku."
Zayn tertawa renyah. "tapi kau tahu bahwa aku bukanlah seorang manusia."
Wajahku rasanya memanas. "ya, aku tahu. tapi kurasa tiada Elf yang sebaik dirimu."
Zayn mengupas sebuah apel dari keranjang buahnya dengan cekatan lalu memotongnya menjadi empat bagian, menyodorkan dua potongan itu untukku. "seperti halnya manusia, kami para Elf juga memiliki sifat yang beragam. ada yang baik, ada pula yang tidak baik."
Aku menggigit apel segar pemberian Zayn, merasakan sensasi nikmatnya buah segar asli dari hutan. Tak hanya apel, Zayn juga memetik buah pear dan mangga.
"Walau kita bukan berasal dari dunia yang sama tapi percayalah aku akan selalu mendukungmu," tambah Zayn setelah melahap habis apelnya.
Aku kehabisan kata-kata, tak mampu membalas kalimat Zayn yang mengalun bagai angin surga untukku. Aku sangat bersyukur dalam hidupku yang sebatang kara ini bisa bertemu dengan Zayn, seorang Elf yang dingin namun berhati mulia.
"Jangan memandang wajahku seperti itu, aku tahu kok bahwa aku ini super duper tampan," cetus Zayn enteng yang kini malah membuatku gemas ingin menarik hidung mancungnya.
"Itu bukan berarti aku berpikir seperti itu!"
Zayn tergelak. "apanya yang tidak berpikir seperti itu? buktinya wajahmu memerah!"
Padahal aku baru saja memuji kebaikannya tetapi Zayn malah kembali menjadi pria menyebalkan seperti sebelumnya. Huh!
"Ugh, hentikan!"
Tawa Zayn bahkan terdengar begitu menentramkan hati dengan suaranya yang terdengar berat tetapi lembut di telinga sehingga membuatku secara tak sadar ikut tertawa.
Ternyata betul kata pepatah, tawa memang adalah salah satu hal menular.
"Apa kau baik-baik saja?" suara berat Zayn kembali menanyaiku dengan atensi yang sepenuhnya berpusat kepadaku.
Sepasang obsidian bening miliknya sungguh jernih bak danau tanpa riak yang sukses membuat diriku terhipnotis untuk jatuh cinta pada pria yang berasal dari dunia Elf tersebut.
Aku memejamkan mataku beberapa saat, mencoba mengendalikan diri agar tidak jatuh semakin dalam kepada pesona Zayn yang sungguh memabukkan itu. Sungguh aku penasaran bagaimana bisa Tuhan menciptakan makhluk terlampau sempurna seperti Zayn yang selalu mampu membuat pusing akan pesonanya yang terlampau memikat.
Kepalaku mengangguk samar. "iya, kurasa aku akan baik-baik saja."
Zayn menghela pendek. "syukurlah. kalau begitu mari masuk ke dapur, aku akan memasakkan makanan khas dunia Elf untukmu."
"Elf juga memasak?" aku bertanya dengan bodohnya kepada Zayn sambil mengekori punggung lebarnya yang berjalan lebih dulu menuju dapur.
"Lalu apa kau pikir aku dan para Elf lain akan makan daging rusa mentah?" Zayn bertanya balik dengan alis tebalnya yang menukik sebal.
"Oh, justru aku pikir kau akan makan daging babi hutan mentah-mentah," ledekku sambil tertawa sementara Zayn sudah berada di depan kompor bersiap untuk mulai memasak.
Zayn beringsut mendekat kepadaku dengan sebuah penggorengan di tangannya.
"sepertinya akan sangat lezat jika aku memakanmu, bagaimana menurutmu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments