"Baiklah, sepertinya aku memang membutuhkan dia seperti yang dikatakannya tempo hari."
Oli tersenyum lebar memamerkan jajaran gigi miliknya, terlihat begitu senang saat aku mengaku bahwa aku memang benar akan membutuhkan Zayn seperti yang pria itu katakan tempo hari.
Kera berbulu halus itu lalu menarik tanganku keluar dari goa dengan gerakan super gesit khasnya, membawaku pergi menuju mansion tempat Zayn tinggal dengan penuh semangat.
Oh, kini aku malah curiga jangan-jangan malah Oli yang jatuh hati kepada Zayn? hey, konspirasi macam apa itu?!
Pohon-pohon besar dengan dahan bercabang banyak yang tumbuh lebat di hutan ini nampak memutih tertutup oleh salju, bahkan banyak diantaranya yang menjadi gundul karena daunnya rontok terbawa badai salju yang kerap datang melanda kawasan hutan.
Beruntung masih banyak pula pohon yang mampu bertahan hidup bahkan masih dapat berbuah meski dengan jumlah yang jauh berkurang, ya setidaknya bisa menjadi makanan untukku dan kawanan.
Aku dan Oli melewati beberapa pohon tumbang yang tergeletak begitu saja di tanah, melompatinya dengan santai sambil bercanda hingga akhirnya tanpa terasa kami tiba di depan mansion milik Zayn.
Dan lagi-lagi aku beruntung karena kini Zayn tengah sibuk menggesek dua buah batu untuk menyalakan api unggun di depan mansion. Sepertinya korek api miliknya sudah rusak atau susah kehabisan bahan bakar.
"Hai, Zayn. butuh bantuan?" tawarku setelah berdiri tepat di belakang pria bertubuh jangkung itu.
Zayn nampak sedikit tersentak, namun cepat-cepat mengalihkan atensinya kepadaku.
"sepertinya begitu. sejak tadi aku tak bisa menyalakan api dengan cara ini."
Aku melihat sekilas seekor ayam yang sudah disembelih dan telah bersih dari bulu terkapar begitu saja di atas beberapa lembar daun besar tak jauh dari tempat Zayn berjongkok. Nampaknya ayam besar itulah satu-satunya alasan mengapa Zayn rela menjadi begitu kesulitan hanya untuk menyalakan api.
"Berikan batunya padaku," titahku sambil mengulurkan kedua tangan di depannya.
Zayn menurut tanpa banyak tanya, menyerahkan sepasang batu berwarna hitam itu kepadaku. Dengan gerakan seirama serta kecepatan sedang aku menggesekkan kedua permukaan batu itu dengan sabar agar dapat menghasilkan api.
"Berikan aku kayu itu," aku meminta Oli untuk mengambil ranting kecil yang terkapar di dekat kakinya, satu-satunya kayu kecil kering yang gampang menghantarkan api.
Oli memegang ranting kecil itu di depanku yang terus menggosok batunya sampai akhirnya usahaku membuahkan hasil, percikan api mulai nampak dari kedua permukaan batu. Dengan bantuan ranting dari Oli aku lantas menyalakan api unggun bermodalkan kayu bakar besar yang sudah disusun rapi oleh Zayn.
"Hebat," ucap Zayn samar, mungkin ia enggan memuji aku secara langsung.
"Sepertinya kau harus banyak belajar dariku," sahutku sedikit menegakkan dagu, memperhatikan gerak-gerik pria sedingin gunung es itu.
"Untuk apa? aku hanya sedikit salah perhitungan," elak Zayn dengan ekspresi wajah yang dibuat-buat yang justru membuatku gatal ingin mentertawakan dirinya.
"Dari mana kau mendapatkan ayam itu?" tanyaku setelah Zayn meletakkan ayam tadi di atas api.
"Berburu di hutan sisi barat," jawabnya tanpa memandangku.
"Baiklah kalau begitu aku akan kesana," sahutku seraya bangkit bermaksud untuk pergi.
"Kenapa harus? kau hanya perlu membantuku menghabiskan ayam itu," balas Zayn lagi-lagi seperti orang bergumam.
Aku menaikkan alis kiri, sedikit bingung dengan pria itu. "aku pikir kau akan makan semuanya sendiri."
"Tidak. ayam itu terlalu besar."
"Baiklah, baiklah. akan lebih mudah jika kau bilang bahwa kau butuh aku di sini untuk menyalakan api dan makan siang bersamamu," ucapku berusaha menggoda Zayn. Lihat? pipinya bersemu merah membuat pria itu terlihat sangat menggemaskan!
"Ah," Zayn nampak salah tingkah menutupi wajahnya dengan telapak tangan besar miliknya yang kuyakini sangat hangat.
"Apa kau bisa tinggal di sini selama beberapa hari? aku kehabisan bahan bakar dan kesulitan menyalakan api."
"Kalau aku tidak mau bagaimana?"
"Aku akan memaksa."
"Kau tidak boleh memaksaku, Zayn!"
"Siapa yang bilang begitu?"
Lelaki beralis tebal itu memang sangat menyebalkan bagiku namun entah mengapa aku malah merasakan rasa ketertarikan aneh yang sama sekali tak aku mengerti saat berada di dekatnya seperti ini.
...****************...
"Apa kau punya masa lalu?"
Mendengar pertanyaan tanpa aba-aba dariku, Zayn lantas menaruh paha ayam bakar yang sedang ia nikmati sebagai makan malamnya di atas piringnya lagi. Dia memandangku dengan pandangan yang tak terbaca, membuatku rasanya ingin menarik kembali kata-kataku.
"Kau tak perlu menarik kembali kata-katamu," ujar Zayn santai, mengalihkan perhatiannya pada Oli yang sedang sibuk membuat boneka salju di luar mansion.
Aku dan Zayn kini sedang duduk di balkon tempat pertama kali Zayn muncul dan membuatku kaget waktu itu. Sekarang aku kembali dibuat kaget karena dia lagi-lagi seolah mampu menebak dengan begitu tepat isi pikiranku.
"Adaline, semua orang punya masa lalu," Zayn menjawab dengan santai.
Pria yang membalut tubuhnya dengan sweater rajut berwarna hitam itu kembali mengajakku beradu pandang dengan manik tajam namun begitu jernih bagai danau tanpa riak.
"aku tahu masa lalu yang kamu lewati tidaklah mudah, ya begitu pula denganku."
"Apa yang terjadi padamu, Zayn?"
"Sebenarnya aku adalah seorang pangeran."
Mataku kontan terbelalak tak percaya, bagaimana bisa seorang pangeran malah mengasingkan diri di hutan belantara yang penuh resiko seperti ini? Lagi pula dari negara mana Zayn berasal? Apa iya ada negara di benua Eropa ini yang memiliki pangeran berambut hitam dengan wajah tampan yang sama sekali tidak terlihat seperti orang Eropa itu? Aku bukannya tidak percaya hanya saja selama belasan tahun hidup tak pernah kudengar ada seorang pangeran berambut hitam di Eropa.
"Dari mana kau berasal kalau begitu? bukankah pangeran tidak bisa sembarangan memilih tempat tinggal seperti yang kau lakukan?"
Zayn mengangguk. "memang, tetapi aku merasa tidak bahagia akan gelar pangeran yang aku sandang."
Aku tersenyum miris. "aku malah kehilangan semua yang seharusnya menjadi hak milikku secara paksa. dalam hal ini setidaknya kau satu langkah lebih menang dariku."
Alis lebat Zayn menukik. "apa yang terjadi?"
Aku menyandarkan punggung pada dinding kayu halus mansion Zayn agar lebih santai bercerita. "kedua orang tuaku meninggal dunia karena terlibat sebuah kecelakaan beruntun namun paman dan bibiku malah mengambil semua hak yang seharusnya menjadi kepunyaanku."
"Itu terjadi saat kau masih sangat kecil?"
"Tepat sekali, Zayn. aku tidak tahu apa kesalahanku atau orang tuaku kepada mereka hingga mereka yang seharusnya menjadi wali sahku malah membuangku begitu saja di jalanan."
"Manusia tamak rela melakukan apa saja demi mendapatkan harta sebanyak-banyaknya," Zayn menyahut santai setelah meminum tehnya lalu kembali fokus kepadaku. "jadi jangan heran jika paman dan bibimu memilih untuk membuangmu seperti sampah, mereka hanya ingin harta bukan hak asuhmu."
Senyum getir terukir di wajahku. "aku yakin karma tidak akan salah alamat."
Langit yang sudah gelap dan udara yang semakin dingin membuatku kembali teringat kepada kedua orang tuaku yang malang. Mama, Papa, aku sangat merindukan kalian....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments