"Aku datang kemari untuk mencari sesuatu, aku harap Kak Harry bisa sedikit membantuku," ucapku dengan pandangan penuh harap pada Harry.
Harry menatapku dengan sorot bingung sekaligus terkejut setelah aku mengungkapkan keinginanku.
"Memangnya apa yang kamu cari, Ada?"
"Aku ingin membuka kembali kasus kecelakaan yang dulu menewaskan orang tuaku. beberapa hari yang lalu aku sempat bertemu dengan Kak Louis dan Kak Liam, mereka sepakat akan membantuku mengusut kembali kasus itu," terangku sambil menyodorkan surat tagihan bengkel pada Harry.
"yang ingin aku cari adalah pemilik atau setidaknya karyawan yang pernah bekerja di bengkel ini."
Harry membaca surat tagihan itu dengan seksama.
"surat tagihan ini sudah sangat lama, tapi aku akan mencoba membantu mencari tahu siapa pemilik bengkel ini."
Aku dan Harry berjalan sejajar, perlahan melewati jalan di tepian sungai Sont. Para pejalan kaki nampak berjalan dengan santai menikmati perjalanan mereka bertemankan panorama kota yang begitu cantik, Beberapa kapal penumpang kecil juga nampak mulai bersandar di sisi pelabuhan mengantarkan para penumpang dari kota seberang menambah keramaian siang ini.
Kepalaku mengangguk dengan senyum tipis.
"terima kasih, Kak Harry."
"Ya sudah kalau begitu ayo kita pergi ke kantorku, kebetulan aku juga baru selesai makan siang. apa kamu sudah makan?"
"Aku sudah makan siang di kereta tadi, Kak."
Harry mengangguk. "mari, kantorku sudah dekat."
Belum jauh kami berjalan, Harry malah mengajakku mampir di salah satu kedai yang menjual berbagai macam roti. Entah apa yang dipikirkan oleh pria itu setelah mengambil dua buah roti berukuran besar tanpa pikir panjang.
"Untuk apa kakak membeli roti sebesar itu?" tanyaku bingung setelah Harry membayar dua roti itu di kasir.
"Tentu saja untuk camilan kita. soal minuman kamu tak perlu takut karena aku mempunyai banyak stok minuman di pantry," jawabnya enteng.
Harry juga masih sama, si tampan dengan hati baik yang suka berbagi makanan. Sejak kecil dia sering sekali membagi makannya denganku tak peduli apa pun yang dia makan kala itu.
Harry menenteng kantong besar berisi rotinya dengan riang sambil mengajakku berbincang membahas berbagai hal random mengingat kami sudah sangat lama tidak bertemu.
"Selamat siang, Tuan Harry," sapa dua orang pegawai serempak setibanya kami di halaman kantor direktorat pajak.
Harry mengangguk sekilas. "selamat siang. kalian berdua tolong siapkan minuman yang segar untuk adikku ini ya, segera."
Tanpa menunggu jawaban dari kedua karyawan tadi, Harry langsung menggamit tanganku untuk masuk ke dalam kantor. Oh, sepertinya aku mempunyai tiga orang kakak yang sudah sukses di bidangnya masing-masing. Aku jadi penasaran bagaimana dengan Niall.
"Kenapa mereka memanggilmu Tuan?"
Pertanyaanku hanya ditanggapi dengan dengusan oleh Harry. "kita tidak perlu membahas soal itu."
Harry membuka surat tagihan bengkel yang tadi kuberikan padanya. Dia lalu beringsut menuju lemari yang nampaknya berisi berkas-berkas penting di belakangnya, memilah beberapa map tebal lalu menaruhnya di atas meja kerjanya.
Jemari Harry dengan terampil membuka map tebal itu seraya sesekali melirik surat tagihan bengkel itu.
Harry menunjuk selembar kertas penuh tulisan di dalam dokumen itu. "nah, disini tertulis bahwa bengkel ini sudah bangkrut tiga tahun yang lalu. nama pemiliknya adalah seorang pria bernama Andrew Maguiere. apa kamu mau mengambil dokumennya?"
Aku mengangguk cepat. "tentu. terima kasih banyak, Kak Harry."
Harry tersenyum manis, membuka lembaran dokumen itu lalu menyerahkannya padaku.
"sama-sama. aku senang bisa membantumu walau mungkin tidak sebanyak Louis atau Liam."
...****************...
Menjelang sore aku tiba di jalanan setapak menuju hutan. rencanaku untuk langsung mencari bengkel tersebut pupus sebab bengkel itu sudah bangkrut, alamat si pemilik bengkel juga ternyata terletak di ujung kota dan mana mungkin aku bisa pergi kesana seorang diri dengan hanya berjalan kaki.
Aku terus berpikir dalam setiap langkahku, membuat kepalaku terasa pening.
Jejak air nampak menggenangi beberapa sisi jalan membuatku harus memilih jalan agar tidak tergelincir. Jalanan tanah yang sehabis diguyur hujan memang sangat licin salah sedikit saja aku bisa jatuh tersungkur.
Langit perlahan sudah mulai menggelap, membuatku semakin buru-buru melangkah.
Sial, kenapa Zayn membangun mansion jauh-jauh ditengah hutan seperti itu sih? apalagi sekarang akut tidak membawa alat bantu penerangan apa pun membuatku jadi ketar-ketir sendiri membayangkan hal yang tidak-tidak.
Setelah berjalan sejauh beberapa mil akhirnya aku tiba di pekarangan mansion Zayn yang nampak sepi namun pintunya masih terbuka.
Kalau soal sepi memang sudah biasa, mengingat aku adalah satu-satunya manusia yang tinggal disini sementara Zayn adalah Elf yang bisa kuajak berbicara seperti manusia.
"Zayn?" panggilku sambil berjalan masuk ke dalam mansion. Zayn tidak nampak di ruang tamu mau pun ruang tengah, membuatku berjalan lurus menuju dapur.
"Kau sudah pulang? maafkan aku tidak sempat menjemputmu tapi setidaknya aku sudah menyiapkan makan malam yang nikmat untukmu," Zayn berujar seraya menata masakannya di atas meja makan.
Aroma sedap semua masakan Zayn menguar di segala penjuru dapur, membuat perutku seketika terasa kosong. Ayam bakar yang dimasak dengan begitu menggoda dengan postur utuh sungguh membuatku tak sabar ingin segera memindahkannya ke dalam lambungku.
"Apa kau berhasil menemukan bengkelnya?" Zayn bertanya sambil menyodorkan piring porselen berwarna putih padaku.
Aku menggeleng lesu. "tidak. kudengar bengkel itu sudah tutup."
"Dari mana kau tahu?" tanya Zayn.
Aku merogoh saku mantelku, memberikan dokumen yang diberikan oleh Harry tadi siang.
"Kantor direktorat pajak?" alis kiri Zayn naik setelah membaca amplop berukuran sedang berwarna putih itu.
"bagaimana bisa kau mendapatkan dokumen ini?"
Aku terkekeh. "secara tidak sengaja aku ternyata mempunyai kenalan seorang kepala kantor direktorat pajak."
"Makanlah lebih dulu, aku akan memeriksa dokumen ini," perintah Zayn mutlak yang membuatku tak mempunyai pilihan lain selain menurut.
Zayn menarik kursi kayu di depanku, lalu duduk dengan mata yang sepenuhnya tertuju pada dua lembar dokumen di tangan kanannya itu. Kedua maniknya bergerak ke kanan dan kiri seirama, membaca dengan seksama dokumen itu.
Entah mengapa saat sedang serius seperti ini wajah Zayn terlihat berkali lipat lebih tampan ketimbang saat ia tengah menatapku dengan datar membuat dadaku berdebar lebih kencang.
"Untuk apa mobil orang tuamu yang jelas bertipe sedan di bawa ke bengkel khusus mobil balap?"
pertanyaan yang dilontarkan Zayn jelas membuatku kaget, nyaris tersedak makanan.
"Apa? bengkel khusus mobil balap?"
Zayn memandangku lurus. "ya, disini jelas tertera bahwa bengkel itu merupakan bengkel khusus modifikasi untuk mobil balap atau sejenisnya bukan bengkel untuk memperbaiki mobil."
Aku yang dibuat semakin bingung hanya bisa mengerutkan dahi.
Untuk apa mobil itu dibawa ke bengkel khusus modifikasi? Rasanya semua ini semakin janggal.
"Besok kita harus mencari pemilik bengkel ini, aku semakin yakin bahwa ada yang tidak beres dalam kasus kecelakaan itu," ucap Zayn mantap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments