"Sepertinya akan sangat lezat jika aku memakanmu, bagaimana menurutmu?"
Aku berjalan mundur berusaha memberi cukup jarak antara diriku dan Zayn namun pria itu malah terus memangkas jarak di antara kami.
Kakiku akhirnya tak lagi mampu melangkah mundur karena punggungku sudah bertemu dengan tembok, membuat senyum miring Zayn tersungging di wajahnya seraya mengunci diriku dengan kedua tangannya.
"Apa kau setuju jika aku memakanmu sekarang juga?" oh tidak, suara Zayn terdengar sangat rendah menyebabkan pipiku terasa panas serta bulu romaku meremang.
Sensasi apa ini?!
Wajah Zayn perlahan pasti menghapus jarak antara aku dan dia, tak ada pilihan lain yang bisa aku lakukan selain memejamkan mata dengan harapan aku tidak akan mati setelah ini.
Debaran jantung ini kian menggila tatkala aroma woody serta musk dari tubuh Zayn menyeruak masuk ke dalam indera penciumanku secara paksa tanpa permisi.
Kekehan Zayn terdengar renyah kemudian.
"aku berjanji kau akan sangat menyukainya."
Lidahku kelu, sungguh seluruh bagian tubuhku rasanya kehabisan energi begitu saja hingga aku bahkan tak mampu hanya untuk sekedar menggerakkan bibirku.
Sensasi mulas sekaligus menggelitik menyerang perutku membuat perasaanku kini semakin terombang-ambing tak karuan dibuai oleh pesona Zayn yang amat memabukkan.
Jemari kokoh Zayn lantas meraih daguku, menopangnya dengan lembut hingga akhirnya bibir kami benar-benar bertemu.
Bibir Zayn yang penuh itu terasa sangat manis serta lembut membuat ciuman pertamaku terasa begitu mendebarkan sekaligus nikmat.
Zayn memagut bibirku dengan begitu lembut serta hati-hati, seakan ciuman itu mampu membawaku terbang ke surga saking nikmatnya.
Aku jatuh meluruh di atas lantai karena lututku sudah sangat lemas tak mampu lagi menopang berat tubuhku saking luar biasanya kecupan yang diberikan oleh Zayn.
Bahkan aku tidak tahu apakah masih bisa hidup besok setelah kejadian yang sangat luar biasa yang tak pernah aku sangka ini.
Zayn berlutut menyamakan tingginya denganku, kembali melanjutkan aksinya yang namun sialnya aku malah menikmati setiap sentuhan lembut nan sensual yang dia berikan pada bibirku.
"Aku menepati janjiku bukan, Nona Winters?" tanya Zayn sambil mengusap bibir bawahnya yang lembab setelah melahap bibirku.
Sial. sekarang bibir itu membuatku kehilangan kewarasan!
Aku melotot. "apa sekarang kau puas setelah memakan seorang gadis tak berdaya?"
Zayn menyelipkan rambutku ke belakang telinga, menatapku intens dengan sepasang obsidian karamelnya yang bening.
"tidak. apa kau tahu? aku berusaha menahan diri agar tidak benar-benar memakanmu."
Aku yang kehabisan kata-kata hanya bisa tercenung memandangi wajah Zayn yang terlampau rupawan itu. Ah, sepertinya ciuman barusan sungguh menghilangkan akal sehatku!
Pria itu tergelak. "duduklah di sini sampai aku selesai memasak sepertinya kau betul-betul syok karena aku menciummu secara tiba-tiba."
"Lain kali lakukanlah dengan aba-aba," celetukku seraya memandangi punggung Zayn yang sudah beringsut menuju kompor.
"Apa katamu?"
Aku mendecak. "lupakan saja! aku tidak mengatakan apa-apa."
Lagi-lagi tawa renyah Zayn mengalun.
"ternyata gengsimu besar juga hahaha, tapi tanpa perlu kau beritahu juga aku sudah tahu bahwa kau sangat menikmatinya. baiklah aku akan melakukannya dengan aba-aba lain kali."
Sekali lagi aku yakin betul sekarang pipiku sudah semerah tomat dengan suhu sepanas api dari kompor yang dipakai Zayn untuk memasak di sana.
...****************...
Matahari sudah terlihat meninggi ketika aku selesai membantu Zayn merapikan koleksi tanaman tropisnya di halaman belakang mansion.
Entah dari mana semua koleksi tanaman tropis milik Zayn ini berasal namun semua tanaman itu sangat cantik serta terawat mengingat Zayn merupakan pria yang sangat rajin.
Meski matahari bersinar cukup terik namun suhu udara yang rendah karena masih dalam musim dingin tidak membuatku merasa kepanasan seperti biasanya.
"Nah, sudah selesai. sekarang waktunya pergi," ucap Zayn sembari meletakkan kembali peralatan berkebun di dalam gudang.
"Kau mau pergi ke mana?" aku bertanya sambil menyusun pot plastik kosong ke dalam rak penyimpanan.
Zayn menoleh padaku. "Kopenhagen, ada pekerjaan yang harus kulakukan untuk mendapatkan lebih banyak uang. kau mau ikut?"
Aku mengangguk. "tentu. sepertinya aku harus kembali ke rumah orang tuaku untuk mengambil beberapa barang."
"Ada?"
"Ya?"
"Ambil semua barang yang dikenakan oleh orang tuamu saat kejadian nahas itu terjadi."
"Untuk apa?"
Sorot mata Zayn berubah menjadi serius.
"lakukan saja. cepat, kita harus pergi karena sekarang kebetulan Paman dan Bibimu sedang pergi ke luar kota."
"Tapi aku tidak tahu dimana mereka menaruh kunci rumah," gumamku sembari melangkah masuk lewat pintu belakang mansion.
Zayn menepuk dahi mulusnya lalu tersenyum masam. "aku tahu bodoh itu gratis, tapi kau tidak perlu memborong semuanya!"
Aku yang tidak terima langsung mencubit perut Zayn. "apa katamu?!"
"Paman dan Bibimu itu adalah pasangan yang sangat ceroboh, mereka menaruh kunci rumah di fentilasi pintu utama."
Bibirku mengerut, membentuk huruf o.
"bagaimana bisa kau tahu?"
"Kau mau pergi sekarang atau terus mewawancarai aku?" tanya Zayn sinis sambil menanggalkan kaos oblong berwarna hitam yang tadi dikenakannya tanpa rasa bersalah.
Buru-buru aku memalingkan wajah, ini adalah adegan yang sangat berbahaya!
"Kau tidak perlu malu kalau ingin melihatnya aku sama sekali tidak keberatan kok," ejek Zayn yang sedang sibuk mengancingkan kemeja biru navy bermotif kotak-kotaknya.
"Aku heran kenapa Elf diciptakan dengan wajah terlalu rupawan namun otaknya tidak waras," cibirku sebal.
Zayn nampaknya sudah enggan berdebat, dia lantas menarik tanganku untuk keluar dari mansion bersama-sama.
"Hari ini kita naik motor karena aku harus bekerja beberapa kali dalam satu pekan di kota jadi aku membelinya," Zayn menuntunku ke sisi kiri halaman depan mansion, tempatnya menaruh motor di dalam sebuah garasi kecil.
"Lalu, apa kau punya SIM?"
Zayn merotasikan bola matanya. "apa kau lupa aku adalah seorang Elf?"
Mau bagaimana lagi? aku harus percaya bahwa Zayn dapat mengendarai motor dengan baik karena tidak punya pilihan lain.
Setelah puas memperdebatkan hal-hal tidak penting denganku, Zayn akhirnya melajukan motornya dengan kecepatan sedang keluar dari hutan. Zayn bilang sebenarnya ia ingin membeli mobil namun jalanan hutan yang tidak bagus tentunya tidak memungkinkan Zayn untuk dapat memiliki mobil. Satu-satunya pilihan yang ada hanyalah motor trail adventure yang kini kendarai.
Kali ini perjalanan keluar dari hutan tidak lagi terasa panjang, terlebih aku dan Zayn sejak tadi sibuk saling melontarkan lelucon hingga akhirnya kami tiba di rumahku.
"Ingat, ambil semua barang-barang yang dipakai oleh orang tuamu saat kejadian itu. aku akan menjemputmu kurang dari satu jam lagi," titah Zayn yang aku tanggapi dengan anggukan.
Selepas motor Zayn pergi, aku lantas masuk ke dalam pekarangan rumah.
Bermodalkan kursi tamu di teras aku berhasil menemukan kunci rumah yang tergeletak begitu saja di ventilasi udara pintu utama.
Tanpa membuang lebih banyak waktu aku masuk ke dalam rumah menuju kamar orang tuaku untuk mencari semua benda yang dipakai oleh keduanya di saat kejadian perkara.
Lemari demi lemari, kabinet demi kabinet aku telusuri guna mencari semua benda yang dimaksud oleh Zayn tadi, bahkan aku tidak sungkan masuk ke dalam kolong kasur atau meja untuk mencari benda-benda krusial tersebut.
"Oh, benda apa itu?" gumamku setelah menemukan sebuah kotak kayu berukuran sedang di dalam lemari pakaian.
Tanganku terulur untuk meraih kotak itu. Ya, kotak kayu berisi barang bukti serta berkas-berkas penting untuk kasus kecelakaan maut yang menewaskan kedua orang tuaku.
Aku memandang nanar foto Mama dan Papa dalam kotak itu. "aku bersumpah mereka tidak akan bisa hidup dengan tenang sampai kapan pun hingga ajal yang menjemput mereka."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments