Leman kembali dari kabupaten sebelah dengan hati bahagia. Tiga hari waktu yang dihabiskan bersama Rosita membuat Leman seakan lupa segalanya. Perlakuan manis dan perhatian Rosita bagai oase di gurun pasir untuk Leman yang haus akan sifat lemah lembut dari seorang istri yang sudah lama tidak didapatkan dari Iklima.
Leman yang baru turun dari mobil langsung disambut Iklima dengan penuh selidik seraya berkacak pinggang di depan pintu.
“Dari mana kamu, Bang? Katakan yang sejujurnya! Kamu sudah menikah lagi, kan?” Leman tidak menjawab, ia memilih pergi meninggalkan istrinya.
“Ternyata benar dugaanku! Diamnya kamu sudah menjawab semuanya. Ingat, Bang. Aku tidak akan membiarkan kalian hidup tenang di belakangku!”
“Maumu apa? Kurang baik apa aku selama ini? Tapi apa yang kau berikan? Setiap hari marah-marah, menuduhku ini dan itu tanpa bukti. Kamu juga berkata kasar pada orang tuaku? Yang harus bertanya di sini itu aku. Apa maumu, Iklima?” Leman yang hendak masuk ke kamarnya tiba-tiba berhenti lalu memasang wajah dinginnya. Selama ini dia cukup bersabar menghadapi wanita bergelar istri sahnya itu.
“Oh jadi sekarang kamu sudah berani menjawabku, Bang? Kalau kamu bertindak nekat menikahi wanita itu, aku akan melaporkanmu ke polisi. Ingat, Bang! Kamu itu PNS, kamu bisa dipecat kalau ketahuan menikah lagi.”
“Laporkan saja dari pada aku tersiksa hidup denganmu seperti ini.”
“Oh jadi sekarang kamu tersiksa hidup sama aku karena sudah ada yang baru? Senang sekali wanita itu dapat suami seperti kamu, sudah bergaji, punya mobil lagi. Cuma wanita murahan yang mengharapkan uang kamu yang mau dinikahi sama pria berumur sepertimu, Bang. Aku yakin kalau wanita itu hanya perlu uangmu saja. Sadar kamu, Bang!”
Leman tidak lagi menghiraukan Iklima, ia memilih masuk ke kamar anaknya untuk beristirahat. Iklima langsung ke luar untuk memeriksa mobil Leman tapi sayangnya dia tidak menemukan apa pun di dalam sana.
“Hp!” Iklima menemukan titik terang namun sayang, Hp Leman selalu berada di kantong celananya dan sekarang pintu kamar anaknya juga dikunci dari dalam.
“Bang, buka pintunya! Kita harus bicara.”
Iklima berteriak-teriak di luar kamar tapi Leman sudah tidak peduli. Perhatian dan kasih sayang serta kelembutan Rosita dalam sekejap mampu membuat Leman melupakan sosok Iklima. Apalagi selama ini Iklima selalu bersikap kasar bahkan sudah lama mereka tidak berhubungan badan karena istrinya selalu mengajak ribut setiap kali bertemu.
Di saat seperti ini, anak-anak Leman memilih pergi ke rumah neneknya di sebelah dari pada mendengar pertengkaran orang tua mereka.
Iklima yang masih emosi memilih masuk ke kamarnya. Di dalam sana, dia memikirkan banyak rencana untuk menyelidiki suaminya.
“Hallo, Bang. Kamu lagi kuliah?”
“Sudah selesai, Mak. Kenapa?”
“Ayahmu baru saja pulang setelah tiga hari pergi tidak tahu ke mana.”
“Mamak marah-marah lagi?” selidik Agus.
“I-iya. Mamak tidak tahan melihat ayahmu. Apalagi memikirkan kalau Ayahmu sudah menikah lagi. Hati Mamak terasa panas sekali.” Terdengar helaan nafas dari seberang telepon.
“Rencana yang kita bicarakan jadi Mamak jalankan?”
“Jadi. Mamak sudah menghubungi orang yang Mamak kenal untuk mengikuti Ayahmu tapi Mamak masih penasaran dengan Hp Ayahmu. Mamak tidak bisa memikirkan apa-apa saat ini. Pikiran Mamak sudah buntu.” Agus diam sejenak lalu, “Mak, kenapa tidak pakai cara yang lebih tenang?”
Kening Iklima berkerut, “Cara apa?” tanyanya pada sang putra.
“Pakai obat tidur. Mamak kan tahu cara pakai dan dosisnya supaya tidak bahaya. Nah, kalau obatnya sudah bekerja baru Mamak ambil Hp Ayah tanpa perlu bertengkar. Apa tidak tuli telinga adik-adik setiap hari harus mendengar kalian bertengkar?”
Tuttt.....
Iklima langsung mengakhiri sambungan teleponnya. Ia mencerna saran dari putra sulungnya dengan saksama kemudian senyumnya terbit begitu cerah secerah matahari pagi.
Wanita itu melihat jam dinding lalu menghela nafas karena sudah malam. Padahal saat Leman sampai ke rumah, suasana di luar masih cerah dan ramai. “Cepat sekali waktu berjalan.” Gumamnya.
Iklima menyusun berbagai rencana untuk besok. Dia sudah menetapkan hati untuk mengikuti saran dari Agus dan mengeksekusinya besok hari.
Di saat rumah Leman sudah terdengar hening karena waktu sudah hampir tengah malam. Di rumah kontrakannya, Rosita justru sedang menangis memikirkan nasib rumah tangganya. Kenapa pria yang ia cintai mesti mengkhianatinya dengan menjadi pecandu narkoba dan bermain wanita sedangkan Rosita tidak menuntut apa-apa pada mantan suaminya terdahulu. Ia terus terisak di atas ranjang saat merasa hampa menyergap hatinya.
Bertemu Leman lalu jatuh cinta tapi ujungnya tetap tidak selaras dengan keinginan Rosita yang ingin hidup bahagia walaupun tidak kaya yang penting mau usaha. Leman, pria itu memiliki finansial yang cukup stabil tapi sayang, Leman adalah suami orang.
“Seharusnya aku ikhlas dengan waktu yang sedikit tapi kenapa hatiku mulai protes? Ya Allah, berikan keikhlasan di dalam diri ini supaya hamba tidak menjadi serakah dengan mengharapkan lebih.” Rosita memandang foto sang suami juga beberapa video saat keduanya tengah bersama.
Malam ini Rosita menghabiskan malam seorang diri di rumah kontrakannya seraya memendam rindu pada sang suami tapi apa daya, keadaan memaksanya untuk sabar dan ikhlas karena dia sendiri yang memutuskan untuk mengambil segala risiko dengan menjadi istri kedua.
Ingin hatinya mengirim pesan pada sang suami tapi akal sehat melarangnya melakukan itu karena ia tahu jika suaminya sudah pulang ke rumah istri pertamanya maka mereka tidak akan berkirim pesan atau melepas rindu melalui saluran telepon karena sudah pasti Leman mematikan ponselnya untuk menghindari kecurigaan Iklima.
Rosita tidak munafik jika dia butuh belaian dan cinta Leman saat ini apalagi mereka baru menikah. Ia terlelap dalam kerinduan sementara Leman juga terlelap bersama putranya di kamar terpisah dengan Iklima.
Keesokan harinya, Iklima dan Leman sudah siap-siap untuk berangkat kerja sama seperti Rosita yang juga tengah bersiap menuju kantor kecamatan dengan wajah biasa tapi raut kesedihan tetap terlihat jelas di sana sampai getaran dari ponsel yang berada dalam tasnya membuat Rosita yang hendak menyalakan motornya jadi urung dilakukan.
“Bang, sudah sampai sekolah?”
“Sudah, Sayang. Ini masih di tempat parkir. Tidak enak kalau kita bicara di luar. Kalau di sini kan lebih leluasa apalagi kita melakukan panggilan video.”
Rosita tersenyum sangat manis karena rindunya sudah terbalaskan walaupun hanya sebatas panggilan video. “Bagaimana tidurmu tadi malam? Apa kamu merindukanku, Sayang?” Tanya Leman.
“Iros tertidur karena lelah menahan rindu.”
“Sayang, mendengar kamu berkata begitu. Abang ingin segera ke sana lalu memelukmu erat. Sabar ya, sore Jumat atau Sabtu Abang pulang.”
“Bang, bagaimana Kak Iklima? Apa dia curiga?”
“Hem, Abang menikah atau tidak dia tetap mencurigai Abang selama ini. Jadi Abang buat saja kecurigaannya menjadi nyata.”
“Bang, jangan begitu. Dia kan istri Abang juga. Kalau Iros jadi Kak Iklima, Iros juga akan curiga kalau suami keluar rumah tanpa pesan apalagi punya suami seperti Abang. Istri mana yang tidak curiga.”
Di saat sepasang pengantin baru sedang melepas rindu di pagi hari melalui saluran telepon. Iklima yang merupakan istri pertama Leman justru sedang membeli obat di sebuah apotek.
“Lihat saja, aku pastikan akan menemukan wanita itu.”
***
Hai...hai...maaf ya baru up lagi. Kemarin masih fokus sama Cut dan Rendra. Terima kasih buat kalian yang masih setia mengikuti karya2ku... Love you all.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Herlina Eryna
aku ttp hadir kak..mesti terlambat 😁
2022-12-09
0
Aida Fitriah
aku masih nyimak kak. masih blom suka sama leman & istri muda'a, tapi aku jg ga suka sama iklima🙃🙃🙃
2022-12-08
0