Sore hari di sebuah café yang tidak jauh dari rumah Rosita. Ia tengah duduk bersama seorang teman yang cukup dekat dengannya dibanding teman-teman yang lain. Rosita sudah terbiasa menceritakan masalahnya pada Yanti begitupun sebaliknya. Seperti kali ini, setelah perdebatan tadi malam dengan kakak dan orang tuanya, Rosita butuh teman untuk mencurahkan isi hatinya.
“Aku gak tahu bilang kalau macam itu, Ros. Di satu sisi, dia sudah punya istri dan di sisi lain dia berhak mencari kebahagiaannya dengan wanita lain karena dia tidak mendapatkan itu dari istrinya. Tapi bagaimana ya? Aku hanya berpikir apa kamu siap menerima cibira orang-orang nantinya? Apalagi menghadapi istri sah si Leman itu.”
“Jadi apa yang harus aku lakukan, Ti? Aku sayang sama dia, Ti. Bukankah kami juga berhak bahagia?”
Yanti memijit keningnya, “Dalam islam seorang pria bisa menikah lebih dari satu. Bahkan bila cerita Leman tantang perangai buruk istrinya itu benar maka sangat dianjurkan untuknya menikah lagi. Tapi apa orang-orang akan mendengar alasan dia? Tidak, Ta. Para wanita terutama para istri yang merasa dirinya maha benar seperti netijen tidak akan mentolerir yang namanya pelakor. Jika kalian siap menghadapi itu semua, aku hanya bisa mendukung dan mendoakan, Ros. Kamu berhak bahagia walaupun pria itu istri orang. Tapi lebih baik kamu bertemu dulu dengan keluarganya. Aku tidak mau kamu dikelabui oleh si Leman itu. Tetap pakai logikamu, Ros. Pria zaman sekarang banyak akal bulusnya.”
“Iya, Ti. Aku juga akan menunggu keluarganya datang. Aku ingin melihat kebenaran lebih dulu sebelum menerimanya.”
“Lalu bagaimana dengan orang tuamu? Apalagi Kakakmu itu pasti tidak akan setuju, Ta. Kakakmu itu kan netijen sejati.”
“Iya, aku tahu itu. Dari semalam memang dia yang bersemangat mempengaruhi Mamak dan Bapakku, Ti.”
“Makanya aku bilang, biarkan keluargan Leman datang ke sini. Biar keluargamu tahu seberapa serius dan apa benar cerita yang selama ini Leman katakan padamu.” Rosita mengangguk lemah.
Sementara di kediaman orang tuanya Leman sedang menceritakan tentang Rosita pada keluarganya. Di sana juga ada saudara laki-laki dan perempuan Leman.
“Kami mendukungmu, Man. Dari dulu Kakak sangat berharap kamu menikah lagi. Kakak kasihan melihat kamu diperlakukan begitu buruk oleh istrimu.” Ujar sang kakak perempuan Leman.
“Kapan kita ke rumahnya?” tanya saudara laki-laki Leman.
Leman yang ditanya justru menatap ibu dan bapaknya. “Tanyakan pada Rosita, kapan kita bisa bertamu?” Leman lansung menghubungi Rosita dan menanyakan apa yang ibunya pinta. Rosita yang sedang bingung langsung menjawab hari minggu ini karena dia dan orang tuanya sudah pasti ada di rumah.
“Minggu ini, Mak, Pak. Bagaimana?” tanya Leman memperhatikan orang tua serta saudara-saudaranya.
"Bagaimana dengan istrimu? Apa dia akan curiga kalau kita pergi ke sana?” tanya salah satu kakak perempuan Leman.
Leman tampak berpikir sejenak kemudian berkata, “Kita berkumpul di rumah kakak saja biar dia tidak curiga.”
Mereka sepakat untuk berkumpul di rumah kakak perempuan Leman di pusat kota untuk berangkat ke kabupaten Rosita. Untuk menghindari kecurigaan Iklima, semua barang-barang yang akan dibawa ke rumah Rosita disiapkan di rumah kakak perempuan Leman.
Malam harinya di rumah Leman, ia bersama anak-anaknya sedang makan malam. Istrinya belum juga sampai di rumah padahal jam kerjanya hanya sampai sore.
“Yah, ayah belum jawab pertanyaan Ayu tadi pagi. Ayah mau nikah lagi ya?” Ayu dan Arif serta Andi kompak menatap sang ayah.
“Kenapa kalian tanya begitu?”
“Kami dengar waktu Mamak bertengkar sama Ayah.”
“Sudahlah! Teruskan makan kalian. Jangan pikirkan masalah orang tua.”
“Apa Ayah akan bercerai sama Mamak?” kali ini Andi si anak kedua yang bertanya.
“Kamu ini jangan mengatakan yang bukan-bukan di depan adik-adikmu. Belajar saja yang rajin jangan pikirkan masalah orang tua.”
“Mana bisa kami belajar kalau tiap hari harus mendengar Ayah dan Mamak bertengkar.” Keluh Andi.
“Apa selama ini Ayah yang memulai?” ketiga anaknya menggelengkan kepala.
“Yah, walaupun Mamak suka marah-marah tapi aku tidak mau punya Mamak lain. Aku tidak mau Ayah menikah lagi!” Andi berkata tegas.
Suara pintu terbuka menandakan Iklima sudah pulang. Ia menenteng plastik lalu menaruhnya di depan anak-anak dan suaminya. “Kue ya, Mak?”
“Iya, makanlah! Tapi habiskan dulu nasi kalian.” Mereka mengangguk cepat lalu menghabiskan nasi dan setelah itu langsung mengambil kue martabak yang ibunya belikan.
“Kamu sudah makan?” tanya Leman pelan.
“Kenapa tanya-tanya? Kamu mau menutupi perselingkuhanmu dengan menunjukkan perhatianmu padaku? Jangan harap aku terbuai dengan perhatianmu, Bang. Aku bukan wanita pelakor itu yang terbuai dengan rayuan dari suami orang. Itupun kalau dia tahu kamu suami orang. Bagaimana kalau dia tidak tahu? Kasihan sekali wanita itu.”
“Ma, aku bertanya baik-baik. Jika kamu tidak mau menjawab ya gak usah dijawab dari pada melantur kemana-mana.”
“Setidaknya biarpun aku melantur tapi aku tahu jalan pulang bukannya mencari persinggahan sepertimu.”
“Ma,”
“Apa?”
“Apa kamu tidak bisa bersikap seperti dulu saja? Aku merindukan sikapmu dulu yang lembut saat kita baru menikah.” Iklima tersenyum sinis, “Dulu aku masih bodoh, Bang. Sekarang aku ini seorang kepala perawat. Aku sudah pintar dan lebih pintar darimu hingga tanpa mengikutimu aku bisa tahu perselingkuhanmu.”
Leman meliriik anak-anaknya sekilas lalu ia bangun dari duduknya dan melangkah pergi ke luar rumah. Dan begitu Leman keluar, Iklima kembali menyerangnya dengan kata-kata kasar penuh serapah. “Itulah kamu, Bang. Kita belum selesai bicara kamu sudah lari ke rumah ibumu. Kenapa tidak kau nikahi saja ibumu supaya kau tidak perlu jauh darinya lagi.” Langkah Leman terhenti. Rahangnya mengetat, ia membalik badannya lalu dengan cepat menghampiri Iklima yang masih berkacak pinggang di pintu.
Plakkk…
Sebuah tamparan mendarat cepat di pipi Iklima. “Kau boleh menghinaku tapi jangan menghina ibuku dengan mulut kotormu itu. Kau pikir kau siapa, heh? Kau juga lahir dari perut seorang wanita bagaimana kalau aku mengatakan jika ibumu lebih hina dari pelacur? Apa kau marah, hah?”
Iklima hendak menampar Leman tapi sayang, tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh tangan kekar Leman. “Jangan harap kamu bisa menamparku, Ma. Aku tidak akan membiarkanmu menang untuk ini.”
“Ouh jadi sekarang kamu sudah berani melawanku? Apa karena pelakor itu? Wah, hebat sekali dia bisa mengubahmu untuk melawanku. Belum jadi istri saja sudah begitu apalagi kalau sudah menjadi istri. Bisa-bisa kamu lebih melawanku.”
“Ma, sudahlah! Jangan membuat anak-anak berpikir yang bukan-bukan.”
“Kenapa? Kamu takut kalau mereka tahu jika Ayahnya tukang selingkuh?”
“Ma, dari pada menyebutku tukang selingkuh lebih baik kamu tanya kenapa aku sampai selingkuh? Apa kurangnya kamu sebagai istriku? Apa kamu bisa menjawabnya?”
***
Selamat malam dan happy reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Latipa Ipa
memang kalau istri punya penghasilan sendiri apalagi penghasilan y lebih dr suami akan menganggap enteng
2023-01-12
0
istrinya Taehyung 💜
kalau sudah kacau kenapa masih saja di pertahankan dan mencari jalan yg lebih sulit lagi dengan orang ketiga, meskipun dengan alasan sama2 cinta perselingkuhan tetaplah salah.
bertahan demi anak memang selalu jadi alasan,tapi setidaknya kalo berpisah akan lebih bagus lagi,tidak akan ada anak yg akan jadi korban setiap hari melihat ketidak akuran keluarganya🥺🥺🥺
novel kak Rani selalu bagus♥️
2022-11-07
4