Leman Tumbang...

Hubungan yang tadinya mulai membaik kini kembali memburuk lantaran rasa curiga yang menghinggapi hati Leman. Berkali-kali Rosita menjelaskan bahkan sampai ia menangis meminta maaf pada Leman namun hati Leman seakan ditutupi oleh api cemburu yang membuat Leman seakan melimpahkan semua kekesalan dan kemarahan dihatinya pada Rosita.

“Bagaimana lagi harus aku jelaskan sama Abang kalau aku tidak selingkuh. Dia mengajakku berkenalan dan sejauh ini dia juga sopan berbicara denganku bahkan tidak sedikit pun menyinggung ke arah lebih jauh karena dia tahu Adek sudah menikah. Dia hanya ingin tahu tentang daerah sini karena dia belum pernah kemari. Lalu di mana salahnya? Kami bahkan tidak pernah bertemu di dunia nyata, bagaimana  bisa Abang mengatakan kalau kami selingkuh?”

“Kamu ini sudah menikah untuk apa masih main sosial media? Kalau benar kamu tidak selingkuh maka sekarang juga hapus akun media sosial itu dan jangan main lagi.”

Dengan terpaksa, Rosita menuruti keinginan suaminya. “Sudah. Apa sekarang Abang masih marah?” tanya Rosita menatap suaminya.

Leman menghela nafasnya mencoba meredam emosi yang membakar hati dan pikirannya saat ini. Ia berjalan lalu memeluk Rosita yang sedang menunduk seraya menitikkan air mata. Selama beberapa bulan pernikahan baru kali ini keduanya terlibat pertengkaran.

Di saat mereka sedang berpelukan tiba-tiba kepala Leman terasa berat dan nyeri hingga membuat Rosita kesulitan memapahnya. Sakit yang Leman rasakan terlalu kuat hingga mengeluarkan bulir keringat sebesar biji jagung.

“Kita ke rumah sakit ya!” Leman tidak bisa menjawab karena rasa sakit membuatnya kesulitan berkata-kata.

Rosita langsung menelepon adiknya lalu dua menit kemudian, Alim datang dan langsung membawa Leman ke rumah sakit. “Bagaimana keadaan suami saya, Dok?”

“Bapak punya masalah dengan lambung hingga menyebabkan asam lambungnya naik ke kepala hingga menimbulkan efek sakit yang sangat kuat. Paru-paru Bapak juga bermasalah, apa Bapak merokok?”

“Iya, Dokter.”

“Pernah merasakan nyeri dada sebelumnya?”

“Pernah, Dokter.”

“Saya sarankan untuk melakukan perawatan menyeluruh untuk Bapak. Dan pengobatan tukak lambungnya juga harus jalankan jika tidak mau kejadian seperti ini lagi.”

Rosita mendengar penuturan dokter dengan cermat lalu ia dan adiknya kembali ke kamar Leman. “Abang masih tidur, aku pulang dulu ya!”

Rosita mengangguk, “Kamu jaga Abang dulu sebentar, boleh? Kakak mau pulang buat ambil pakaian ganti dan surat-surat keperluan administrasi.”

“Baiklah. Kakak sudah menghubungi keluarganya?”

“Sebentar lagi, aku pulang dulu.” Rosita meninggalkan Leman bersama adik laki-lakinya.

Di saat Leman sedang sakit, Iklima justru tertawa bahagia di ruang kerjanya. Bagaimana tidak bahagia bila mengetahui jika suaminya kini sedang kesakitan karena ulah Nek Yem.

“Kenapa, Kak? Sepertinya hari ini bahagia sekali.” Tanya salah satu koleganya sesama perawat.

“Tidak perlu alasan untuk bahagia, bukan?” mereka tidak lagi berani bertanya.

“Kak Iklima aneh sekali, aku mendadak ngeri melihat wajahnya.” Ucap salah satu kolega setelah Iklima pergi meninggalkan ruangan para perawat.

Orang tua Leman yang sudah mendapat kabar dari Rosita tentang kondisi Leman langsung bersiap menuju kampung Rosita selepas magrib. Iklima memperhatikan mertuanya dari balik jendela.

“Mereka semangat sekali menemui menantunya.” Cibir Iklima lalu keluar dari rumah.

“Mau ke mana malam-malam, Mak, Pak?” Ibu War dan suaminya terkejut lalu menatap menantu mereka dengan tatapan yang sulit dipahami oleh Iklima.

“Leman masuk rumah sakit di kabupaten sebelah.” Ucap bapak dari Leman kemudian bergegas pergi menaiki mobil abang dari Leman yang sudah datang untuk menjemput orang tua merek.

“Itulah durhaka sama anak. Bukannya menjenguk anak kandungnya di luar kota, ini malah pergi ke rumah wanita penggoda.”

“Suka tidak suka, dia tetap istri sah Leman.”

“Istri di bawah tangan.”

“Harusnya kamu khawatir dengan kondisi suamimu tapi ternyata sebaliknya. Kamu terlihat bahagia mendengar di sakit.” Abang dari Leman ikut bersuara membuat langkah Iklima yang hendak memasuki rumahnya kembali berbalik lalu tersenyum sinis menatap iparnya.

“Untuk apa aku memikirkannya? Bukankah sekarang dia berada di rumah istri mudanya?”

Orang tua Leman meminta putranya untuk bergegas pergi. Mereka tidak mau mendengar pertengkaran antara putra dan menantunya.

Di kamarnya, Iklima langsung menghubungi sang anak sulung. “Mamak tidak bertanya apa Ayah sakit parah atau tidak?”

“Buat apa? Biarkan saja. Mamak tidak mau memikirkannya.”

“Lalu apa setelah ini?” tanya Agus pada ibunya.

“Mamak mau ke kantor polisi. Ayahmu harus dihukum. Dari kantor kepegawaian tidak ada kemajuan maka Mamak harus ke kantor polisi supaya Ayahmu ditahan.”

“Mamak tunggu Abang, kita pergi bersama. Abang juga sudah tidak sabar ingin melihat wanita itu hancur.”

Mereka berbincang cukup lama tanpa sadar jika Arif mendengar perbincangan ibunya itu di depan pintu. Anak itu langsung berlari menuju kamar abangnya.

“Ada apa, Dek?” Andi melihat wajah adiknya panik.

“Ayah mau ditangkap polisi.” Andi menatap adiknya lekat.

“Kamu dengar dari mana, hem?”

“Mamak sedang berbicara sama orang di kamar. Kata Mamak, Ayah mau dilaporkan ke polisi biar ditahan. Bang, kenapa Mamak jahat sama Ayah? Adek gak mau Ayah ditangkap. Adek takut, Bang.”

Andi menghela nafasnya, “Mamak pasti bicara sama Bang Agus.” Batinnya.

“Kamu tenang saja, Ayah tidak akan ditangkap.” Ayo, Abang temani tidur.”

“Bang, Adek mau bicara sama Ayah. Abang telepon Ayah ya!” wajah memelas adiknya membuat Andi iba. Remaja itu mengangguk lalu menekan kontak ayahnya.

“Hallo, Yah!” sapa Andi begitu panggilannya tersambung.

“Ya, Ndi. Kenapa?”

“Ayah di mana? Nenek bilang Ayah masuk rumah sakit?”

“Iya, Ayah lagi di rumah sakit –“

“Ayah, Ayah mau ditangkap polisi. Mamak mau me-“ Andi langsung merebut kembali ponselnya yang sempat direbut oleh Arif.

“Maksudnya apa, Nak? Hallo,” Leman masih terkejut dengan apa yang Arif katakan padanya. Walau hanya sesaat tapi dia menangkap dengan jelas apa yang putra bungsunya ucapkan.

“Hallo, Yah. Sudah dulu ya.”

“Andi, apa maksud Arif tadi? Kenapa sampai bawa-bawa polisi?”

“Tidak ada, Yah. Arief hanya salah bica-“

“Andi, jangan berbohong.”

Tuuttttt....

“Kenapa Abang memutuskan teleponnya? Adek belum selesai bicara sama Ayah.” Andi menatap tajam adiknya seraya menghela nafas.

“Adek mau dimarahi sama Mamak?” bocah itu menggeleng.

“Bagus. Kalau begitu lupakan yang Adek dengar tadi dan jangan tanya apa-apa di depan Mamak. Adek tidak mau melihat Mamak marah besar kan?” bocah itu kembali menggeleng.

“Tapi Ayah bagaimana, Bang? Apa Ayah akan ditangkap polisi?” Andi menggeleng, “Tidak. Ayah sekarang lagi di rumah sakit. Ayah juga tidak berbuat salah kenapa harus ditangkap. Ayo, kita tidur!”

Sementara di rumah sakit, keluarga Leman sudah tiba di rumah sakit tempat Leman dirawat. Keluarga besar Leman sangat terharu berbalut bahagia saat melihat Rosita begitu telaten mengurus Leman. Wanita itu tidak sedikit pun  menunjukkan rasa lelahnya.

“Mak, seharusnya Abang bertemu dengan Kak Rosita lebih awal.”

 

 

***

Emmm....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!