"Jawab Rosa." ibunya melerai pelukannya dan menatap lekat wajah putri semata wayangnya itu.
"Ma_maafkan Rosa bu." ucap Rosa dengan suara yang bergetar dan kembali memeluk tubuh ibunya.
Hanya terdengar isakan tangis keduanya yang sangat memilukan hati.
Sampai akhirnya, bapaknya tiba-tiba muncul di ambang pintu. Dengan raut wajah keheranan dia bertanya, tapi tak ada satupun di antara mereka yang mampu menjawab. Selain hanya menangis dan menangis.
Bapaknya kembali mengulang pertanyaan nya dan akhirnya ibunya menjawab sambil berderai air mata. Yang langsung membuat bapak kaget dan seketika memegang kuat dadanya. Wajahnya juga terlihat pucat.
Rosa dan ibunya seketika panik dan segera mencari bantuan. Dengan terburu-buru bapak di bawa ke rumah
sakit. Namun naas, nyawa nya sudah tidak tertolong.
Setelah kabar Rosa hamil dan belum mendapatkan penyelesaian nya, sekarang malah kabar buruk menimpa mereka lagi, bapak meninggal.
Hal itu menjadi pukulan yang amat keras dan berat bagi Rosa dan ibunya. Bagai jatuh tertimpa tangga, peribahasa yang tepat menggambarkan kondisi saat itu. Sehingga membuat keduanya sangat syok.
Hanya dalam sekejap mata, kabar itu sudah tersebar ke seluruh masyarakat desanya. Yang membuat Rosa tergoncang batinnya, sehingga hampir saja ia kehilangan nyawanya. Karena aksi memotong urat nadi yang di lakukan nya.
Ibunya benar-benar tak terima dengan nasib malang yang menimpa anaknya bertubi-tubi, sehingga ia terus memaksa untuk mengatakan siapa laki-laki yang sudah membuat nya hamil.
Tak tahan untuk menyimpan rahasia besar itu sendiri, akhirnya Rosa pun mengatakan yang sebenarnya pada ibunya.
Ibunya menaruh harapan besar agar laki-laki itu mau bertanggungjawab. Dengan di dampingi pak RT, mereka bergegas mendatangi rumah laki-laki itu.
Namun lagi-lagi mereka harus menelan pil pahit. Bukan nya mendapatkan jalan penyelesaian yang baik, tapi justru malah hinaan demi hinaan yang mereka dapatkan.
'Cukup sudah aku dan anak ku dipermalukan. Jika mereka tidak mau bertanggung jawab, lebih baik ku besarkan cucu ku sendiri.' batin bu Susi dengan geram kala itu. Ia menggandeng tangan Rosa dan mengajak nya pulang.
Dan alhamdulillah, beberapa hari yang terasa seperti hidup di musim kemarau itu berhasil mereka lewati.
Kini, pelan namun pasti Rosa dan ibunya bangkit berdiri. Menyatukan kepingan kepingan hati yang remuk, agar kembali bersatu dan membentuk jiwa yang kuat. Seperti tunas yang sedang tumbuh kala musim penghujan datang.
"Ros, Rosa!" teriak Lidya karena kesal. Sejak tadi ia melihat Rosa yang justru melamun.
Tidak seperti hari biasanya, ketika Lidya sedang buntu otaknya dalam mengerjakan tugas, pasti Rosa akan segera memberi tahu cara penyelesaian nya.
"Eh, i_iya mbak." jawab Rosa gelagapan. Wajah nya seketika tegang, seperti awal pertemuan nya dulu dengan Lidya. Yang justru membuat Lidya malah mengerutkan keningnya.
"Heh, kamu tuh ngomong apaan sih? Mikirin apa sampai ngga fokus ngajarin aku?" ucap Lidya sambil terkekeh. Ia menyeruput es coklatnya karena kehausan terus memanggil nama Rosa berulang kali tadi.
"Nih, minum dulu. Biar fokus." Lidya menyodorkan es coklat milik Rosa.
"Terima kasih." jawab Rosa, ia pun segera meminum es coklat itu hingga tandas. Karena untuk menghilangkan segala bayangan yang pahit itu butuh rasa yang manis, semanis es coklat buatan bu Cici.
"Memang nya tadi kamu ngelamun soal apa? Apa lagi terdampar di Padang Mahsyar, sehingga pulang pulang kehausan sampai es nya langsung kamu habiskan." gurau Lidya, yang membuat keduanya justru tertawa terbahak-bahak.
"Padang Mahsyar kan tempat kita kumpul nanti kalau sudah wafat." balas Rosa.
"Alah, gaya mu pakai ngomong wafat segala. Memang nya kita ini pahlawan."
"Lho, wanita itu kan memang pahlawan. Ngga kan ada kamu, kalau ibumu ngga mau ngelahirin kamu."
"Iya iya percaya, yang mau punya dedek bayi. Pasti ngomong nya selalu gitu." balas Lidya kesal.
Rosa terkikik melihat Lidya yang cemberut. Walaupun cemberut ia tetap cantik, berbeda dengan dirinya. Sudah senyum semanis mungkin, tetap saja di bilang jelek, dekil dan lain sebagainya.
"Kenapa kamu liatin aku seperti itu? Jangan jangan kamu ......" Lidya tidak meneruskan kalimatnya dan justru memandang aneh pada Rosa.
"Heh, aku tuh masih normal kali." Rosa cemberut.
"Tapi kenapa kamu liatin aku kayak gitu tadi?"
"Meskipun kamu cemberut, kamu tetap cantik. Sedangkan aku......" Rosa menundukkan pandangan nya. Tentu saja hal itu membuat Lidya iba.
"Hei, meskipun cantik aku, tapi kan yang laku duluan kamu." Lidya berusaha menghibur Rosa sambil tersenyum manis.
Tapi, ia tidak tahu kalau di balik kalimat hiburan nya itu membuka luka di hati Rosa yang hampir kering.
"Dia tidak pernah membeli ku, tapi sudah memakai ku berkali-kali sampai aku hamil." ceplos Rosa.
Tanpa sadar ia sudah membuka aibnya sendiri. Padahal sebenarnya ia tak ingin mengatakan hal itu pada Lidya, karena tak ingin menjadi guru yang buruk baginya. Ia takut Lidya akan membencinya yang membuat Lidya tidak mau belajar lagi dengannya.
"Hei Ros, kamu bicara apa?" tanya Lidya dengan wajah yang serius.
"Eh memang nya aku tadi bicara apa?" tanya Rosa balik.
"Kamu bilang kalau dia tidak pernah membeli ku tapi sudah memakai ku berulang kali sampai hamil." ucap Lidya polos, yang membuat Rosa seketika membulatkan matanya. Menyadari ia sudah keceplosan.
"Oh tidak apa-apa, aku hanya salah bicara." ralat Rosa dengan cepat, ia pun menyunggingkan senyum agar Lidya percaya.
"Tadi kamu tanya soal nomor berapa?" Rosa segera mengalihkan pembicaraan.
"Aku ngga mau mengerjakan tugas, sebelum kamu cerita yang jujur sama aku." Lidya mengerucutkan bibirnya dan mendengus kesal.
"Aku ngga ada rahasia apapun sama kamu."
"Aku ngga percaya, kamu bohong."
Sekian lama keduanya terdiam, akhirnya Rosa membuka mulutnya juga.
"Baiklah, tapi aku mohon kamu harus janji dulu dengan ku."
"Apa?" tanya Lidya sambil mencondongkan wajahnya dan serius menatap Rosa.
"Kamu tidak akan pernah meniru perbuatan buruk ku. Buatlah kedua orang tua mu bangga memiliki anak seperti mu." kata Rosa dengan penuh penekanan.
Yang membuat Lidya lagi lagi harus berpikir keras, hingga guratan di wajahnya terlihat jelas.
"Memang nya sebesar apa sih rahasia mu sampai aku harus janji segala. Aku merasa kamu adalah teman terbaik yang pernah aku miliki selama ini. Pintar dan mengajari ku sembahyang juga."
"Yang terlihat di luar belum tentu sama dengan dalam nya Lidya."
"Iya iya aku janji." jawab Lidya asal sambil menyeruput es nya lagi.
"Aku hamil di luar nikah, karena pacar ku tidak mau bertanggung jawab."
Uhuk... uhuk...
Lidya langsung tersedak mendengar penuturan Rosa.
Rosa panik dan menyodorkan es pada Lidya untuk meminumnya lagi.
"Bisa kamu ulang sekali lagi?" tanya Lidya setelah batuknya hilang.
"Sayangnya tidak ada siaran ulang." balas Rosa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments