Sebulan sudah kematian pak Sastro. Desas desus tentang kehamilan Rosa mulai santer terdengar.
Awalnya Rosa yakin akan mampu melewati semua ini, tapi melihat beberapa tetangganya yang mulai menatap sinis ketika berpapasan dengan nya membuat hatinya seketika menciut.
Rosa kembali masuk ke kamarnya dan tak lupa mengunci pintu nya. Rosa duduk termenung di depan meja rias. Bingung dengan berbagai kemelut yang menyiksa pikirannya saat ini.
Pacar nya sudah berkali-kali di hubungi tapi tetap tak bisa. Bahkan nomor Rosa malah di blokir.
Rosa kembali merutuki kebodohan nya. Mau maunya menyerahkan satu satunya harta yang paling berharga yang di miliki oleh seorang wanita.
'Oh Tuhan, kenapa aku bisa sebodoh ini? Apakah aku sehina itu di mata mereka. Sehingga hanya dengan melihat ku saja seperti melihat kotoran yang menjijikkan?' batin Rosa sambil menatap wajahnya lewat pantulan cermin.
Di tengah pikirannya yang berkecamuk, Rosa melempar vas bunga yang ada di mejanya, hingga mengenai cermin riasnya hingga pecah. Kepingan kaca itu berserakan di meja dan beberapa nya jatuh ke lantai.
Seketika pikiran buruk hinggap di kepalanya ketika melihat serpihan kaca yang ada di meja. Tangannya memungut serpihan kaca yang jatuh diatas meja dan menatapnya sekian menit.
Cruss......
Seketika darah segar keluar dari tangan nya yang membuat dia seketika ambruk di lantai.
"Assalamu'alaikum."
bu Susi mengucapkan salam berkali kali namun tak ada sahutan sama sekali. Bergegas ia mengecek ke seluruh ruang dan tak menemukan Rosa sama sekali.
Bergegas ia menggedor pintu kamar Rosa namun tak ada jawaban. Hatinya semakin tak tenang, ketika pintunya di kunci dari dalam.
Sambil berlinangan air mata bu Susi segera keluar mencari bantuan. Beberapa warga yang sedang ngobrol di teras rumah dengan tergopoh-gopoh mengikuti langkah bu Susi yang kian cepat.
"Ayo mas di dobrak saja." usul salah satu warga yang langsung di balas anggukan oleh yang lainnya.
Setelah beberapa kali dobrakan, akhirnya pintu berhasil terbuka. Semua mata syok melihat Rosa yang sudah jatuh dilantai.
Bergegas semua warga dan bu Susi berdesakan masuk.
"Rosa!" seru Bu Susi melihat Rosa yang sudah tak sadarkan diri dan tangannya mengalir darah segar.
"Ayo segera bawa kerumah sakit." seru seorang warga. Lalu dengan sigap beberapa warga mulai mengangkat tubuh Rosa yang sedikit gemuk itu.
Nafas bu Susi tersengal-sengal ketika menunggu di luar IGD. Pikirannya kembali teringat akan kejadian sebulan lalu yang merenggut nyawa suaminya. Ia tak ingin Rosa mengalami hal yang sama.
"Kamu harus kuat nduk. Ibu hanya memiliki mu, jangan tinggalkan ibu. Ibu janji akan merawat dan membesarkan anakmu. Ibu ikhlas nduk." gumam bu Susi yang di sertai isakan tangis.
"Keluarga nona Rosa." kata seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang IGD. Dengan tergopoh-gopoh bu Susi mendekat ke perawat.
"Sa_saya ibu nya dok." jawab bu Susi dengan suara yang bergetar.
"Alhamdulillah, nona Rosa berhasil melewati masa kritisnya. Sekarang tinggal menunggu sampai ia siuman."
"Alhamdulillah." ucap bu Susi yang bisa bernafas sedikit lega.
"Boleh saya masuk dok?"
"Iya silahkan bu. Pesan saya, selalu dampingi nona Rosa ya bu, jauhkan dari segala benda tajam, ajaklah ke tempat-tempat yang membuat hatinya tenang. Perbanyak mengingat Allah."
"I_iya dok, akan saya laksanakan semua nasehat dokter. Terimakasih sekali lagi." jawab bu Susi dengan sedikit menyunggingkan senyum. Bergegas ia masuk dan mendekati Rosa yang masih terbaring lemah di ranjang pasien.
Sambil menangis sesenggukan, bu Susi menggenggam tangan Rosa, tangan yang satunya lagi membelai lembut kepala Rosa.
"Alhamdulillah Allah masih memberikan kamu kesempatan hidup nduk. Kamu tidak boleh menyia-nyiakannya. Ibu tahu kamu seorang gadis yang kuat.
Karena mendapat bius total, akhirnya Rosa baru tersadar keesokan harinya. Matanya terasa berat hanya untuk sekedar berkedip.
Arghhh....
Rosa mengerang kesakitan ketika hendak menggerakkan tangan untuk mengucek mata yang masih sulit terbuka.
"Rosa, kamu sudah sadar nduk?" tanya bu Susi yang langsung terbangun dari tidurnya. Tangannya semakin erat memegang tangan sebelah kanan Rosa yang tidak sakit.
"Di_dimana Rosa bu?" dengan suara pelan Rosa bertanya ke ibunya. Matanya mulai lamat-lamat terbuka. Sinar lampu ruang perawatannya membuatnya ia sedikit silau sehingga tak bisa melihat jelas ke seisi ruangan.
"Kamu ada dirumah sakit nduk."
"Rumah sakit." gumam Rosa lirih. Pikirannya kembali mengingat kejadian yang baru saja ia alami.
Arghhh...
Rosa kembali berteriak karena berusaha mengingat kejadian kemarin sehingga kepalanya berdenyut sakit.
"Jangan memikirkan hal lainnya. Fokuslah untuk kesembuhan mu nduk. Ibu ngga mau kamu tinggal sendirian." bu Susi terus menyemangati Rosa.
"Maafkan Rosa yang bodoh ini Bu." balas Rosa sambil tergugu menahan tangis.
"Kamu tetap menjadi anak kebanggaan ibu yang pintar, cantik dan baik nduk." bu Susi mengelap air yang perlahan mulai menetes di pipi Rosa.
"Permisi, sarapan pagi nya." kata seorang petugas rumah sakit mengantar nasi untuk sarapan pasien. Dan meletakkannya di atas nakas dekat ranjang pasien.
"Terimakasih sus." jawab bu Susi sambil berusaha tersenyum.
"Sarapan pagi sudah datang, ayo segera di makan nak. Biar bisa segera sembuh."
Awalnya Rosa memang tak ingin makan apapun karena memang tak bernafsu sama sekali. Akan tetapi melihat perjuangan ibunya selama ini tentu dia tak tega. Akhirnya dengan pelan ia mulai mengunyah suapan demi suapan yang di berikan ibunya hingga sarapannya habis.
"Nah kalau seperti ini kan kamu jadi cepat sembuh nduk. Ibu ada temannya lagi di rumah." ucap Bu Susi sambil tersenyum.
Setelah selesai sarapan bu Susi mengajak Rosa bercerita banyak hal. Hal itu dia lakukan agar Rosa lebih terhibur dan pelan-pelan bisa melupakan semua kejadian buruk yang menimpanya saat ini.
"Permisi." suara dokter jaga sedikit mengejutkan mereka. Sebaris senyum mengembang di wajah mereka sebagai tanda saling menghormati.
"Saya mulai cek dulu ya." dokter itu mulai membenarkan letak stetoskop nya. Serangkaian pemeriksaan mulai dilakukan.
"Kondisi nya mengalami peningkatan yang cukup baik. Semangat terus untuk sembuh ya dek." kata dokter itu dengan senyum ramah. Rosa pun mengangguk.
Beberapa hari sudah Rosa di rawat di rumah sakit. Wajahnya terlihat tak lagi pucat. Dia sudah bisa berjalan ke kamar mandi sendiri. Dan hari itu dokter mengijinkan nya pulang.
Dengan menaiki kursi roda, Rosa di dorong pelan ibunya menuju ke depan rumah sakit.
"Hati hati bu, biar saya benarkan posisi mbaknya dulu." kata sopir memberi aba-aba ke bu Susi.
Mobil yang sengaja di sewa pun mulai melaju pelan meninggalkan rumah sakit. Menempuh perjalanan sekitar 15 menit, akhirnya sudah tiba di kediaman bu Susi.
"Ibu tidak akan tinggal diam Rosa. Katakanlah dengan jujur siapa yang tega menghamilimu. Kita harus meminta pertanggung jawabannya."
"Percuma bu, dia tak akan mau bertanggung jawab."
"Jangan menyerah sebelum mencoba. Cepat katakan ke ibu sekarang. Jangan terus-terusan menutupinya. Sebelum perutmu semakin besar."
Rosa menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengatakan yang sejujurnya pada ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
mickey
tetap tegar jangan putus asa Rosa,semangat💪
2023-09-03
0