Rosa mengikuti Lidya yang masuk ke kamarnya.
Lidya duduk di tepi ranjang sambil masih sibuk mengeringkan rambut. Sedang Rosa masih berdiri karena merasa belum di persilahkan duduk.
"Ayo, ceritakan pada ku gimana perasaan mu waktu hamil? Apa kamu ngga takut membayangkan nanti saat melahirkan." celoteh Lidya lagi.
Rosa mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Lidya.
"Mungkin perasaan ku sama seperti mu, sedikit takut. Tapi, kodratnya wanita kan memang seperti itu, melahirkan. Jadi, ia harus siap dengan rasa sakitnya. Makanya, kita sebagai anak tidak boleh mengecewakan hati orang tua kita, terlebih ibu. Karena beliau sudah banyak berkorban, bahkan bertaruh nyawa ketika melahirkan kita ke dunia." ucap Rosa dengan mata yang berkaca-kaca.
Lidya terhenyak dengan penjelasan Rosa barusan. Ia menatap Rosa cukup lama.
'Walaupun kita seumuran, ternyata Rosa lebih dewasa dari ku di lihat dari pola pikirnya.' batin Lidya.
"Eh, duduk saja di kursi itu dulu. Pasti kamu capek." ucap Lidya yang merasa prihatin melihat perut buncit Rosa.
"Terima kasih." ucap Rosa sambil tersenyum lalu menggeser kursi rias Lidya.
Lidya banyak bertanya seputar kehamilan pada Rosa. Rosa pun menjawab sebisanya. Terkadang Lidya sampai membuka mulutnya, menganga mendengar penjelasan Rosa.
"Kalau aku bicara soal kehamilan ku, kapan kita akan mulai belajar dengan mata pelajaran mu di sekolah mbak?" tanya Rosa yang membuat Lidya terkekeh menyadari karena terlalu penasaran.
"Okay, sekarang aku sudah siap." kata Lidya sambil mendaratkan pantatnya di lantai yang sudah beralas karpet tebal.
Ia juga menyiapkan setumpuk buku pelajaran dan meletakkan di meja kecil yang ada di hadapannya. Rosa tersenyum dan mulai duduk berhadapan dengan Lidya.
"Jangan kaget, pe-er ku banyak banget, dan kamu harus membantu ku sampai selesai." ucap Lidya sambil membuka buku matematika dan menyerahkan pada Rosa.
Sejenak Rosa mengamati deretan angka-angka itu, terkadang ia juga mengernyitkan dahi lalu seperti tersenyum seolah masalah nya selesai dengan mudah.
"Kamu juga harus membaca dan mengamati dengan teliti sebelum mengerjakan. Tugas ku kan hanya membantu kamu belajar, bukan mengerjakan pe-er." Rosa menyodorkan buku itu kembali pada Lidya sambil menyunggingkan senyum, yang langsung di sambut dengan bibir yang mengerucut oleh Lidya.
"Hem... kamu bertele-tele. Tinggal jawab aja apa susahnya sih. Tenang saja, ibu ku akan tetap membayar mu penuh." bisik Lidya.
"Kita harus jujur dalam setiap hal dan perbuatan, agar Allah ridho akan hasil jerih payah yang sudah kita lakukan." ucap Rosa berusaha menenangkan hati Lidya.
"Nah, cara mengerjakan no 1 begini...." Rosa mulai mengajari Lidya dengan sabar sampai seluruh pe-er nya selesai.
Kadang terdengar suara gelak tawa keduanya, suara keluhan Lidya yang mendengus kesal karena merasa otak nya sudah benar-benar buntu. Hingga akhirnya seluruh pe-er nya telah selesai ia kerjakan.
"Ini sungguhan Ros, pe-er ku sudah selesai?" tanya Lidya tak percaya. Dalam kurun waktu kurang dari 2 jam seluruh pe-er nya dari berbagai mata pelajaran sudah selesai.
Rosa mengangguk sambil tersenyum melihat binar bahagia di wajah Lidya. Setelah itu Rosa menerangkan beberapa materi yang masih ia ingat. Terkadang Lidya menganggukkan kepalanya tanda ia sudah paham.
"Maaf ya, mama kelamaan bikin cemilannya." suara bu Cici memecah keasyikan keduanya yang tengah sibuk belajar.
"Mama.... Lidya kan baru konsentrasi, kenapa harus di ganggu sih?" protes Lidya kesal.
Ibunya melongo mendengar anaknya bicara seperti itu. Biasanya ia sangat menanti kehadiran ibunya untuk membawakan cemilan untuk nya ketika belajar dengan guru les lainnya. Tapi kali ini Lidya berbeda dari biasanya, terlihat sangat konsentrasi.
"Kasian Rosa kan Lid, dia sedang hamil. Pasti menguras tenaga selama mengajari mu. Iya kan Ros? Di minum dulu jus nya. Ini ibu bikin brownis coklat, mumpung masih hangat ayo di cobain." kata bu Cici, setelah menjelaskan pada Lidya kini pandangan nya beralih pada Rosa.
"Terima kasih bu." balas Rosa di iringi dengan anggukan dan senyum manis.
"Jadi yang di suruh cuma Rosa saja, Lidya enggak nih?" protes Lidya sambil melirik ke arah ibunya. Yang membuat Rosa kembali tersenyum.
"Ayo Ros di minum." ajak Lidya. Keduanya lalu menyeruput jus jambu yang menyegarkan itu.
"Jangan lupa cicipi kue nya juga." bu Cici mengingatkan lagi.
Lidya mengambil sepotong kue dan memasukkan ke mulutnya, begitu juga Rosa.
"Gimana, enak?" tanya bu Cici, melihat brownies yang masih tersisa 2 potong saja.
Rosa langsung tampak salah tingkah karena menyadari kerakusannya saat ini. Sehingga hampir saja ia menghabiskan brownies itu.
"E_enak kok bu, enak banget. Rosa suka." sambil meringis Rosa menjawab pertanyaan bu Cici.
"Syukurlah kalau kamu suka. Setelah 100 kali percobaan baru kali ini bisa berhasil bikin brownies yang enak." ceplos bu Cici.
"Apa! 100 kali?" Lidya justru kaget mendengar penuturan ibunya. Ia geleng-geleng kepala, sedangkan Rosa masih dengan senyuman manis nya.
"Memang nya bikin kue itu gampang? Butuh percobaan berkali-kali Lidya. Seperti kamu ini, ibu harus berkali-kali mendatangkan guru les untuk mu, tapi nyantol nya malah sama Rosa." ujar bu Cici sambil terkekeh.
"Ya sudah, di lanjutkan lagi belajar nya. Ibu mau menyiapkan brownies untuk di bawa pulang Rosa." bu Cici bangkit berdiri hendak meninggalkan keduanya.
"Eh, ngga usah bu. Saya ngga enak terus menerus merepotkan ibu." ujar Rosa sungkan.
"Halah, kenapa harus pakai sungkan-sungkan segala sih. Kamu itu seumuran Lidya, jadi sudah ibu anggap seperti anak sendiri." bu Cici pun segera berlalu pergi.
"Ma, jangan lupa sisain brownies untuk ku juga." teriak Lidya. Ibunya melingkarkan jari telunjuk dan jempol nya sebagai isyarat ok.
Keduanya kembali meneruskan belajar mereka. Hingga tak terasa sayup sayup terdengar suara adzan sholat dhuhur.
"Kita sholat dulu yuk mbak." ajak Rosa. Sebenarnya Lidya jarang mengerjakan sholat, tapi karena di ajak Rosa akhirnya ia mengangguk setuju.
Keduanya pun mendirikan sholat di kamar Lidya.
"Sepertinya belajar nya sudah cukup untuk hari ini Ros, besok di sambung lagi. Aku kasian kalau kamu kecapekan " kata Lidya sambil merapikan mukena nya.
"Iya mbak."
"Jangan panggil aku mbak, panggil Lidya saja. Kita kan seumuran." titah Lidya, Rosa pun kembali mengangguk dan mengiyakan permintaan Lidya.
Lidya mengantar Rosa sampai di ambang pintu depan. Bergegas bu Cici datang menghampiri Rosa sambil menyerahkan paper bag berisi brownies yang bau khas nya menguar kemana-mana.
"Rezeki tidak boleh di tolak, ayo bawa." kata bu Cici, Lidya juga mengangguk memberi isyarat yang sama seperti ibunya.
"Terima kasih bu. Rosa pamit dulu ya, assalamu'alaikum." Rosa pun berpamitan dengan kembali mencium punggung tangan bu Cici, lalu bersalaman dengan Lidya.
'Alhamdulillah atas segala rezeki yang Kau berikan untuk kami ya Allah.' batin Rosa sambil mengelus perutnya dengan tangan kiri, sedang tangan kanannya menenteng paper bag itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments