"Nin! Ini bagus nggak?"
Nina memandang baju gamis yang Ben Arfa tunjukkan padanya. Gamis itu berwarna nude, dengan renda dan jahitan yang tampak dibuat ber buku-buku.
"Bagus. Apa mama mu jenis orang yang modis?"
"Ya gitu deh. Dia selalu pingin tampil seperti anak muda , padahal dah tua. Nggak nyadar umur banget." Ben tertawa.
"Ini juga bagus untuk mu Nin." Ucap Ben lagi menempelkan baju itu ke tubuh Nina.
"Iya kah?"
"Heemm.... Beli satu deh buat kamu."
"Eehh, nggak usah, itu mahal."
"Nggak papa. Cuma 200 ribuan kok."
"200 ribuan apa? Ini di baca tag nya dengan benar."
Ben Arfa tertawa. "Woles Nin, anggep aja sebagai ucapan terima kasih karena udah bantuin aku nyari kado buat mama. Yaa? Ya? Oke?"
Nina hanya bisa menghela nafasnya. Ia merasa cukup tak enak dengan Ben yang sudah sangat baik padanya. Tiap datang selalu bawa makanan yang tak sedikit, buat bunda nya juga. Apa lagi Zidan, entah sudah berapa banyak yang Ben beri untuk anaknya itu. Terlalu banyak mendapat dari seorang teman pria membuat Nina tak nyaman.
Sesampainya di rumah Nina.
"Makasih ya, sampai Zidan juga kamu beliin. Coplean lagi sama aku." Ucap Nina tak enak hati karena Ben membeli satu set untuk nya dan Zidan. Sembari menggendong anak lelakinya yang tidur karena kelelahan keliling SCH.
"Santuy Nin. Aku yang harusnya makasih karena kamu dah nemenin aku milih kado buat mama. Dia pasti seneng banget deh." Ucap Ben sumringah, "aku balik dulu ya, salam buat bunda."
Selepas Ben pergi, Nina langsung membaringkan Zidan di tempat tidurnya.
"Siapa tadi mbak?" Tanya Dila diambang pintu.
"Itu Ben. Teman embak waktu SMA dulu."
"Ooh, yang sering kasih martabak itu ya?" Dila nyengir.
"Yang mana sih mbak? Ada fotonya nggak? Ganteng nggak?" Dila yang kepo mendekati kakaknya
"Ganteng."
"Ciieehh,, liat dong mbak."
"Mbak nggak punya foto nya, Dil."
"Yaahh, padahal pingin lihat ganteng nya kek apa? Apa mirip le min hi ya?" Dila terkekeh-kekeh.
"Mirip-mirip dikit."
"Mbak Nina ada WA dia kan? Coba mbak cek Poto profil nya?" Saran Dila yang sudah kepo akut.
"PP nya dia cuma pemandangan Dil. Nggak pake foto. Udah lama. Dulu pernah, tapi cuma bentar aja. Abis tu ganti pemandangan laut sore gitu. Bentar "
Nina mengeluarkan hape nya dari saku gamis. Lalu mencari kontak Ben Arfa dan menekan PP WA teman lelaki nya itu.
"Tuh..."
"Yaahh..."
"Kamu sih, tiap dia datang nggak pernah di rumah." Nina meleos keluar dari kamar.
"Yaah, kan Dila banyak kegiatan mbak."
*****
"Nin, hari ini ya kamu reuniannya?" Tanya Bu Ana saat Nina baru selesai memandikan Zidan.
"Besok nek. Mungkin aku balik ke Sleman jam 9 pagi."
"Acaranya jam berapa sih?"
Jam 10 an skalian makan siang nek." Jawab Nina sembari mengeringkan badan Zidan dengan handuk.
"Ibuk! Ikut!" Timpal Zidan yang ikut menyimak pembicaraan nenek dan ibunya.
"Zidan mau ikut?" Tersenyum lembut pada anaknya.
"Uumm... Boleh?"
"Boleh sayang."
"Dimana nih kalian reuninya?" Bu ana duduk sembari meletakkan sepiring singkong rebut di meja ruang tengah.
"Di resto Flori, nek." Ucap Nina, "Disana ramah anak, jadi bisa bawa Zidan."
"Nggak apa Zidan di bawa? Ntar repot nggak?"
"Enggak kok."
"Kamu jangan merasa segan Nin, kalau mau nitip Zidan di sini. Kita ini masih tetap keluarga walau Ozan udah nggak ada." Suara Bu Ana terdengar sedikit bergetar, mungkin juga masih merasa sangat sedih mengingat anak lelaki nya sudah lebih dulu berpulang pada sang khalik.
"Zidan yang jadi penghubung kita Nin." Suara Bu ana terdengar sedikit parau. "Dia anakmu tapi dia juga cucu ibuk. Kamu udah ibu anggap anak sendiri."
"Kok malah jadi sedih gini sih buk?" Nina yang baru selesai memakaikan baju untuk Zidan mendekati mertuanya. Zidan yang seakan mengerti ikut mendekat dan memeluk sang nenek.
"Nin, nanti kalau misal kamu dah nikah, tetep datang ke sini ya?"
Nina mengangguk.
"Ibuk nggak kuat nahan rindu sama Zidan." Bu ana mengusap kepala Zidan membingkai wajah cucunya dengan penuh kasih. "Dia mirip banget sama bapaknya, lewat zidanlah ibuk melepas rindu pada Ozan, Nin."
Nina tak sanggup lagi, air mata yang sudah dia simpan akhir nya luruh juga. Terisak memeluk mertua dan anaknya.
"Nina nggak mau nikah buk, hati Nina masih ada mas Ozan yang bertahta."
Di balik bufet ruang tamu yang menjadi penyekat antara ruang tamu dan ruang tengah. Ozil berdiri dan menunduk, wajah sendunya terpancar tatkala mendengar ucapan Nina tak mau menikah lagi.
****
"Mbak Nina cantik banget?"
Nina tersenyum mendengar pujian dari Ozil. Ia mengenakan gamis pemberian dari Ben Arfa. Maksud Nina memakainya, agar orang yang memberi senang jika barang pemberian itu bermanfaat. Hanya itu, tidak lebih.
Zidan juga mengenakan baju yang senada. Warna hijau lumut kombinasi.
"Wiiuuuhh.... Ponakan om juga pake baju samaan sama ibuk, ganteng!" Ucap Ozil mengendong Zidan dan menciumi wajah bocah berusia dua tahun setengah itu. Yang sudah tentu merasa risih.
"Aku anter ya mbak? Skalian mau ambil bibit. Ntar balik nya ku jemput."
Nina sedikit ragu, karena dia memang tak ingin terlalu merepotkan Ozil.
"Zidan mau nggak di anter om naik motor?"
"Mau! Mau!"
Ozil sumringah."tuh, zidannya mau mbak."
"Ntar kamu repot lagi."
"Kalau repot, aku nggak akan nawarin mbak." Kilah Ozil, "aku ngambil bibit nya Deket resto Flori kok."
"Ya udah, anter aja. Kalau gitu."
"Yeess ...."
Nina mengulas senyum dan hendak mengacak rambut Ozil. Hal yang bisa dia lakukan ketika merasa gemas entah pada Zidan atau pun pada Ozil. Tangan Ozil sudah lebih dulu menahan lengan Nina.
"Aku bukan anak kecil lagi mbak." Ozil menatap lekat Nina. Ada rasa canggung yang tiba-tiba merasuki diri Nina. Ozil memang sudah lebih tinggi dari nya, juga lebih dewasa dari sebelumnya.
"Eehh, iya. Maaf Oz." Nina menarik balik tangannya.
Ozil mengulas senyum penuh arti.
"Ayo Zid, kita gaass..."
Sesampainya di resto Flori
Nina dan Zidan turun dari motor matik Ozil. Lalu menyerahkan helm yang dia kenakan.
"Nanti balik jam berapa mbak? Biar ku jemput." Sembari mengaitkan helm di stang motornya.
"Belum tau Oz. Mungkin siang. Acara kek gini nggak lama kok biasanya."
"Ya udah, nanti kabari Ozil ya."mulai menarik tuas gas motor hendak berbalik.
"Om ke mana?" Tanya Zidan yang melihat Ozil akan meninggalkan dirinya dan sang bunda.
"Om mau liat ikan."
"Ikan? Ikannya banyak, om?"
"Banget! Mau ikut?" Tawar Ozil.
"Ikut!!!" Rengek Zidan.
"Ya udah ayok. Ijin dulu sama ibuk."
"Buk..." Zidan menatap harap pada Nina, hingga Nina merasa geli dan gemas pada putranya.
"Ya udah kalau mau ikut om Ozil. Jangan nakal tapi ya?!" Pesan Nina menciumi pipi anaknya.
"Uummm... Horeee!!" Zidan bersorak girang. "Ayo om!" Langsung memposisikan diri di depan Ozil duduk.
Nina dan Ozil tertawa kecil. "Pergi dulu ya mbak, nanti kabari kalau mau pulang."
Nina memasuki area resto setelah Ozil dan Zidan meninggalkannya di sana. Tepat di depan bagian kasir, Ben menyambutnya.
"Nina! Sini!"
Nina terperangah, melihat Ben Arfa memakai pakaian yang sama dengannya. Maksudnya, motif yang sama, bukan sama-sama pakai gamis ya?! 😁
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Cinta_manis
ehemmmm
2022-11-10
0
Cinta_manis
ibu mertuanya baik banget
2022-11-10
0
Itarohmawati Rohmawati
saingan berat nih zilll ...berharap sj zilll ibuknya ben alfa tidak setuju
2022-11-10
1