Bag 2

"Adek nya laki-laki mbak Nina, selamat ya?" Ucap Bu bidan memberi selamat menunjukkan bayi yang masih terlihat putih berlemak dengan suara tangisan merdu nya memenuhi ruangan.

"Di stimulasi dulu ya dedeknya." Kata Bu bidan lagi meletakkan sang bayi di atas perut Nina. Kepala bayi itu bergerak kesana kemari mencari niple ibunya.

Air mata Nina tak terbendung lagi. Rasa syukur dan bahagia menyambut kelahiran putra pertama nya dengan sang suami yang hingga kini masih belum datang. Hujan sangat lebat di luar sana. Mengguyur kabupaten kota Bantul hingga sore tiba.

"Mas, kita sudah jadi orang tua sekarang. Cepatlah datang dan lihat anakmu yang tampan ini." Lirih Nina mengusap tubuh bayi yang masih belum di bersihkan itu.

Awan kelabu masih menggelayung di langit. Rintikan air hujan yang bercampur warna merah darah itu, membasahi jalan yang makin padat karena kecelakaan antara motor dan bus pariwisata.

Bau anyir menyeruak, suara klakson terdengar, beberapa pengendara bahkan ada yang melambat laju kendaraannya dan berhenti untuk melihat ada apa? Ada pula Orang yang turun ke jalan mengkondisikan lokasi kecelakaan.

Mobil polisi dan ambulan tampak sudah terparkir, tak jauh dari tubuh Ozan yang sudah tergeletak tak bernyawa itu para tim medis mendekat dengan tandu mereka untuk mengangkut korban laka lantas ke rumah sakit terdekat.

Hari semakin gelap hujan tak selebat sebelumnya, hanya rintikan tak beraturan yang masih jatuh. Suara Guntur terdengar bersahutan di kejauhan. Di ruang perawatan bidan, Nina mulai gelisah dan cemas.

"Buk, mas Ozan kok belum datang ya? Ini udah jam 8 malam loh."

"Sabar Nina, mungkin lagi ada apa gitu di kantornya. Coba ibuk nanya dulu sama Adek mu ya?" Ibu mertuanya, Ana keluar dari ruang perawatan meninggalkan Nina yang sedang belajar menyusui Zidan.

Anak laki-laki nya di beri nama Zidan putra Ozna. Ozna sendiri adalah penggabungan dari nama Ozan dan Nina. Tak lama setelah sang mertua keluar dari kamar, ibu Nina datang bersama adiknya Dila.

"Waahh, cucu bunda sudah lahir."

"Kok bunda sih Bun? Nenek lah." Protes Dila ikut mendekat pada kakaknya.

"Ozan mana Nin?" Tanya bunda nya mengusap kepala Zidan yang masih menyusu itu.

"Nggak tau bun, kok belum datang. Udah dari siang bilang otewe tapi kok nggak nyampe-nyampe." Jawab Nina dengan raut cemas dan Khawatir.

"Mungkin ban motornya bocor Nin, atau berteduh dulu, kan hujan tadi." Ucap bunda memberi pikiran positif pada Nina yang terus gelisah.

"Iya buk, tapi kok nggak kasih kabar ya?"

"Sabar Nina." Kata Bunda menguatkan, " cucu nenek sudah mimik nya? Gendong nenek ya?"

Dengan riang gembira bunda mengambil Zidan dari gendongan Nina. Menimang-nimang dan menciumnya berkali-kali. Zidan .kecil menggeliat kegelian.

"Zidan belum di azani berarti ya?"

"Udah Bun tadi sama Ozil."

"Eehh, tadi di jalan mirip mas Ozil ya Bun? Yang kita papasan di lampu merah." Ucap Dila pada bundanya.

"Iya Nin,, tadi ibuk lihat di jalan mirip Ozil gitu, wajahnya juga sedih."

"Di jalan mana Bun?"

"Jalan ke kota..." Belum sempat selesai Bunda bersuara, datang ibu Ana dengan wajah cemas dan gelisah.

"Nin, kamu yang sabar ya."

"Kenapa buk? Mas Ozan mana?"

"Ozan.... Ozan... Kecelakaan Nin." Tangis ibu mertua Nina dengan suara parau."Ozan kecelakaan Nin. Pas mau jalan ke sini."

Dunia Nina serasa berhenti berputar. Berita yang tiba-tiba datang membuatnya tak mampu menopang tubuhnya. Dada Nina serasa nyeri, tubuhnya sangat lemas. Wajah Nina berubah pucat, dan pikiran melayang entah kemana. Nafas Nina memburu.

Tampak ketegangan di raut wajah semua orang. Bunda pun terlihat sangat terkejut dan cemas. Apalagi melihat Nina yang makin pucat dan lemas.

"Nin..."

"Nina.... Yang sabar nak."

Suara yang sayup Nina dengar menghilang perlahan, dan tiba-tiba semua menjadi gelap.

***

Nina tersadar, aroma minyak angin menguar di penciuman Nina. Matanya mengerjab, tubuh masih terasa lemas. Pijatan lembut di telapak tangan dan kakinya semakin menyadarkan Nina.

Ia ingat lagi, berita yang mengabarkan Ozan kecelakaan hingga suaminya itu tak kunjung datang. Nina menangis, air mata nya meluncur begitu saja. Deras dan menganak sungai di pipi.

"Bun, mbak Nina sudah sadar."

"Nina! Kamu nggak papa nak? Yang sabar ya. Kami semua mendampingi mu. Heemm??" Suara lembut bunda nya menguatkan.

Tangis Nina semakin pecah.

"Mas Ozan mana buk?" Parau Nina dengan linangan air mata berusaha bangun dari tidurnya.

"Ozan masih di rumah sakit, Nin."

"Mas Ozan nggak papa kan buk? Nggak luka kan? Dia baik-baik aja kan buk?" Tanya Nina runtun dengan suara yang semakin parau.

"Iya, Ozan nggak ngrasain sakit nak. Dia udah tenang. Kamu jangan sedih ya, ada Zidan yang masih kecil, kasihan dia.. huummm?" Tutur Bu ana mengelus punggung Nina dengan sabar. Walau dirinya sendiri pun juga tak mampu membendung air matanya.

Tangis Nina berubah menjadi Raungan panjang yang semakin pilu. Ia tau maksud sang mertua yang mengatakan sudah tenang dan tak sakit. Itu artinya, Ozan suaminya telah pergi. Meninggalkan dirinya dan Zidaan.

Hari yang seharusnya menjadi sambutan kebahagiaan atas lahirnya cucu yang selalu di nanti. Berubah menjadi tangisan pilu. Nina yang bahkan jahitan di jalan rahim nya belum sepenuhnya kering, tetap berusaha tegar memandikan tubuh yang suami.

Satu guyuran membasahi tubuh yang telah kaku itu. Di susul dengan guyuran lain nya. Ozil ikut memandikan jenazah kakaknya, menatap pilu pada wanita yang berusaha tegar itu meski tubuhnya terus berguncang menahan tangis.

Berulang kali Nina mengusap pipi nya yang basah. Sesekali ia mendapat usapan lembut di punggungnya dari sang mertua agar lebih kuat menghadapi jenazah suami nya yang terbujur kaku.

"Mbak.." sebut Ozil sembari menyucikan jenazah sang kakak."Kalau nggak kuat mbak Nina di dalem aja nemenin Zidan."

Nina menggeleng, "Kami udah saling janji Oz, akan memandikan siapapun yang lebih dulu meninggal. Ini juga wujud baktiku padanya." Ucap Nina dengan suara parau yang makin hilang karena kebanyakan menangis.

Hingga Ozan selesai di kafani pun Nina masih setia menunggui membacakan bacaan ayat-ayat pengantar suaminya tidur dalam keabadian.

Hanya saat Zidan menangis minta di susui saja Nina beranjak dari depan jenazah suaminya. Lalu kembali lagi meski dengan memangku Zidan. Nina juga ingin, agar Zidan tau, dan merasakan pernah di sisi ayahnya walau sebentar.

Bersambung....

Mohon dukungan nya ya para reader dengan

Like

Komen

Fav

Vote

Gift

terima kasih

Terpopuler

Comments

Sri Peni

Sri Peni

dialognya lucu yg bisa pembaca masuk dlm cerita

2024-08-11

0

" sarmila"

" sarmila"

sediiiihhhh yaaaa bnr2 ini nru pdhl😢😢😢😢😢😢

2023-11-11

0

Juwita Handini Effendi

Juwita Handini Effendi

baru baca udah nangis aja

2023-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!