Bag 3

"Mbak Nina, minyak zidan abis ya?" teriak Ozil dari ruang tamu,

"Masih kok." balas Nina dari dapur, Nina berjalan menuju ruang tamu di mana Ozil yang baru saja memandikan Zidan mengelap bocah sepuluh bulan itu dengan handuk.

"Mana? Ini habis!" Ozil menunjukan botol minyak baby yang kosong.

"Bukan yang itu Oz, tadi mbak abis beli kok, coba cari di meja bawah tv, tadi belanjaan mbak taruh sana." ucap Nina di ambang pintu dapur dengan sotil di tangannya.

"oo yang kantong kresek item itu apa?"

"Heeemm." Nina kembali ke depan kompor saat dirasanya Ozil sudah menemukan yang dia cari.

Sayup Nina mendengar Ozil yang sedang mengajak bicara Zidan, entah apa yang dijawab dengan celotehan tak jelas khas bayi. Nina tersenyum mendengarnya. Mungkin karena Ozil pun masih sama bocahnya, jadi gampang saja bagi pria berumur 18tahun itu menjadi teman Zidan.

Nina membalik ikan yang dia goreng, saat Ozil dan Zidan muncul dari pintu penghubung dapur rumah.

"Bunda! Zidan dah ganteng dan wangi....." seru Ozil menirukan suara bayi melangkah mendekat dengan menggendong Zidan.

Nina menoleh dan berjalan mendekat.

"Mana anak ibuk yang ganteng?" Ucap Nina mencium pipi Zidan.

"Heeemmm... wangi ternyata. beneran ganteng." Sambung Nina disambut celotehan Zidan.

"Om Ozil juga sudah ganteng bunda, cium juga donk." seloroh Ozil menirukan gaya bicara bayi melihat ponakannya dicium pipinya oleh Nina.

"Heeeeee eeeeemmmmhhh..." dengus Nina mencubit pipi Ozil dengan sangat gemas dan geram.

"Aawww... Sakit!! Mbak Nina pelit!" cibir Ozil manyun.

"Udah main di depan sana! Ibuk masih goreng ikan nih. nanti kena minyak. "

"Iya bunda." jawab Ozil dengan gaya bicara bayi. Lalu ngeloyor dengan menggendong Zidan yang terus berceloteh entah apa.

Nina sudah siap menggoreng ikan, lalu membuat sambal. begitu selesai, Nina membuat teh, dia berjalan sebentar ke teras di mana Zidan dan Ozil sedang bercengkrama.

"Oz, kamu mau teh nggak?"

"Mau Mbak."

"Oke. bentar ya."

"Pake gula aren ya mba, jangan gula pasir." seru Ozil dari teras.

"Iya Oz, siap."

Tak lama Nina keluar dengan dua gelas teh, satu agak lebih pekat, itu punya Ozil karena bercampur dengan gula Aren. Nina letakkan nampan berisi teh itu di atas meja teras. Bermain sebentar dengan Zidan, sembari minum teh.

"Jalan-jalan sore yok mbak."ajak Ozil tiba-tiba.

Nina melihat jam, masih pukul setengah Lima sore.

Yah, jalan sebentar nggak papalah, nyenengin Zidan bentar. pikir Nina.

"Ayookk deh." ucapnya menyetujui.

"Yeesss... Kencan sorreee...." seru Ozil menggendong Zidan. Nina mendelik, Ozil nyengir.

"Kunci bunda! kunci!" Ozil mengalihkan perhatian.

"Heeeee eeemmmmmhhhhhzzzz" dengus Nina pelan mengambil kunci motor di belakang pintu.

"Nih." Melempar kunci motor pada Ozil lalu menutup pintu rumah.

"Kursi rotannya mbak." Ozil menstater motor matik nya.

"Buat apa?"

"Ya buat duduk Zidanlah."

"Nggak usah, biar mbak pegangin aja Zidan ditengah."

"Jangan mbak, Kasian Zidannya." cegah Ozil

Nina menatap penuh tanya,

"Ya kalau di depan kan zidan jadi bisa liat-liat jalan mba." Kelit Ozil beralasan.

"Nggak usah, lebih aman kalau aku pegangin." Nina mengambil Zidan dari gendongan Ozil yang sudah nangkring di atas motor itu. Lalu membonceng di belakang.

"yah, nggak jadi dipeluk deh." keluh Ozil bergumam pelan.

"Apa Oozz??" melongok ke depan.

"Nggak mbak." langsung memgegas motornya.

"Jalann!!" seru Ozil semangat.

Ozil membawa motornya pelan, sambil bertegur sapa dengan tetangga dan penduduk kampung yang mereka kenal.

Ternyata teman Ozil banyak, bahkan dia kenal bapak-bapak yang nongkrong di pos ronda dan di warung deket sungai besar. Bahkan anak-anak kecil pun kenal dengannya.

"Ternyata kamu femes ya Oz." ucap Nina ditengah perjalanan pulang karena sudah mendekati magrib.

"Woooo yooo jelas! Ozil, siapa yang nggak kenal?"Sombongnya,

Nina mencibir.

"Dunia aja kenal sama Ozil!"

Nina makin mencibir.

"Nggak percaya mbak?"

"Tanya aja sama pecinta sepak bola, pasti pada kenal Ozil."

"Ck. itu mah mesut Ozil!"

"Hahaha... Zidan juga banyak yang kenal loh mbak."

"Iya deh percaya."

"Malah lebih femes dari Ozil."

"Iyaaaaa... iyaaaa.."menjawab dengan malas.

"Mbak yang kasih nama Zidan kemarin siapa?"

"Kenapa?"

"Penasaran aja kenapa Mbak Nina kasih nama Zidan."

"Mas Ozan yang minta."

"Heeeemmm....." Ozil manggut manggut."Zinadin Zidan. Nama pemain bola itu mbak."

"Iya."

"Pelatihnya madrid."

"Heemmm..."

"Aku juga ngidolain Zidan mbak."

"Zidan yang mana?" walau rada kesal Nina tetep ladenin juga ocehan Ozil.

"Yang pemain bola lah mba, masa anak embak."

Nina terkekeh.

"Pegangan mbak! Aku mau ngebut!"

"Ozil! Ini dikampung! jangan kebut kebutan ahh"

"Udah mau magrib mbak."Ozil beralasan. "Angin senja nggak bagus buat Zidan." sambungnya.

"ya jangan ngebutlah Oz."

"OZILLL!!" suara seruan dari pemotor yang lewat, dua gadis yang sepertinya seumuran dengan Ozil.

"Woooooiiiii...." balas Ozil.

Nina menoleh kearah dua gadis yang udah lewat itu.

"Temen sekolah mu Oz?" tanya-nya

"Bukan. Temen karang taruna." jawab Ozil santai.

"Ckckck. temenmu dimana-mana ya?"

"Emang waktu gadis mbak Nina nggak ikut karang taruna?" tanya Ozil penasaran.

"Nggak. cuma ikut mudamudi aja."

"Pantesan temennya dikit." ledek Ozil terkekeh.

Nina mendengus. "cepetan pulang. katanya magrib." kesel juga Nina di ejek Ozil temennya dikit.

Sampai dirumah, bapak dan ibuk bersiap hendak kemasjid.

"Oz, buruan! tadi Nisa sama Karim datang mau ngajak bareng ke masjid, katanya hari ini mulai ngajar ngaji." ucap ibu melihat anak bungsunya baru pulang,

Ozil turun dari motor.

"Nisa sama karim-nya mana buk?" tanyanya.

"Udah duluan. Kamunya ditungguin lama." balas ibuk seraya melangkah dengan mengangkat mukenanya agar tak menyentuh tanah.

"Ya kan belum masuk magrib buk."

"udah buruan sana."ucap ibuk.

"Mbak Nina dirumah sendirian nggak papa?" tanya Ozil menoleh kearah Nina.

"Nggak. santai aja. lagian ibuk sama bapak juga nanti balik kan?"

"Iya, ati-ati dirumah ya." ucap bapak mulai melangkah keluar halaman di ikuti ibuk. "buruan Zil." seru bapak lagi.

Ozil masuk kedalam mengambil sarung dan pecinya tak lupa memakai koko, dia keluar sambil mengancingkan baju kokonya.

"Nggak wudhu dulu kamu Oz?"

"Enggak di masjid aja."sahutnya,"Aku tinggal ya mbak." serunya keluar halaman rumah.

Nina sendirian dirumah hanya bertemankan Zidan. Keluarga pak Bahdim memang bukan termasuk keluarga yang religius, namun rajin ke masjid dan mengikuti kegiatan sosial dikampung. Tak heran bila banyak yang mengenal.

Waktupun berlalu, malam itu Nina sedang menidurkan Zidan, tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk.

Tok

Tok

Tok

"Siaapa?" tanya Nina melongokkan kepalanya.

"Ozil mba." jawab suara dibalik pintu.

"Ada apa Oz?" Nina menutup dadanya seusai menyusui Zidan.

"Zidan dan tidur belum?" suara Ozil lagi dibalik pintu yang masih tertutup.

"Udah."

"Keluar bentar bentar mba." pinta Ozil

Nina melirik jam, pukul sembilan malam.

"Mau ngapain Ozil malam-malem gini nyuruh keluar?"gumam Nina.

___€€€___

readers kuh mau kasih semangat donk biar Othor semangat Nulis.

like dan komen

makasih

salam____

😊

Terpopuler

Comments

Agustina Kusuma Dewi

Agustina Kusuma Dewi

sipp..
berusaha menjadi baik, dg niatan istiqomah k masjid n sosial masyarakat. bukan sosialita.. mak2..renpyong.. 🤣😂😉😆😅😄😃😀😁

2023-02-03

0

Nurmalida

Nurmalida

suaminya dh meninggal kok g pulng rmh ortunya

2022-12-27

0

Satia

Satia

ozil kok lenjeh bangeut yaa😄

2022-12-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!