bab 15

Handphone Nina berdering.

"Mbak Nina, hp nya bunyi nih." Teriak Ozil dari teras sedangkan saat ini Nina sedang berada di dapur ikut Bu Ana memasak.

Tak ada sahutan dari Nina. Ozil mengintip siapa yang sedari tadi menelpon.

"Ben Arfa? Siapa cowok ganteng ini? Eehh, lebih gantengan aku." Gumam Ozil, sesaat ia tercenung.

"Apa dia gebetan nya mbak Nina? Nggak, nggak mungkinlah, kan mau nungguin aku." Ozil terus bergumam-gumam, bertanya sendiri dijawab sendiri.

"Tapi itu kan dah setahun yang lalu, jangan-jangan mbak Nina lupa?"

Dering telpon Nina masih terdengar. Dengan ragu dan dada berdebar keras Ozil mengulurkan tangannya hendak mengambil hp Nina. Tangan lentik yang lain sudah lebih dulu mengambil dan langsung mengangkatnya.

"Halo Ben?" Suara Nina sembari berjalan kembali masuk ke dalam rumah.

Ozil hanya menatap punggung Nina dengan perasaan gelisah. Rasa tak tenang terus menelusup di dadanya. Ozil ingin bertanya, namun ia tersadar mereka bahkan belum memiliki ikatan. Tapi, bukankah Ozil sudah memboking untuk menikahi kakak iparnya? Lalu bagaimana jika ada yang mendekat hendak menyambar calon nya?

"Tidak ada istilah pebinor dalam kamus ku!" Gumam Ozil penuh tekat. "Bakal ku cari tau siapa itu Ben Arfa." Sambung Ozil penuh tekad membara.

*****

"Siapa Nin?" Tanya ibu Ana hanya basa basi mendengar percakapan Nina di telpon yang baru aja berakhir."kayak seru ngobrolnya."

"Oohh, ini teman sekolah Nina dulu buk." Jelas Nina singkat, tangan lentiknya masih sibuk memotong tempe untuk memasak sang mertua."Ketemu lagi, rencananya mau reunian. Terus dia minta aku jadi salah satu panitianya bareng dia."

"Ooohhh,, kapan reuni?"

"Masih sebulan lagi sih buk."

"Ya udah, misal nanti kamu mau reuni, Zidan tinggal di sini aja." Usul Bu Ana, "biar kamu juga nggak kerepotan. Namanya juga panitia, pasti banyak kegiatannya."

"Iya buk, gampang nanti." Sahut Nina.

Ozil yang berjongkok di pinggir pintu pembatas dapur, nguping critanya, manggut-manggut.

"Hemm... Reuni ya? Nggak boleh jadi nih, bisa-bisa makin banyak yang mepet mbak Nina." Gumam Ozil mulai memikirkan rencana. "Aku nggak mungkin menggagalkan rencana reuni. Tapi...." Ozil menyeringai jahat.

"Mbak Nina."

Nina yang masih berzikir seusai sholat berjamaah dengan Ozil menegakkan kepalanya.

"Apa Oz?"

"Aku mau doa nih, mbak Nina Aminin ya?"

Nina tersenyum kecil. "Iya."

Ozil pun berdoa, dan Nina mengaminkan. Namun, di penghujung doa nya, Ozil menyelipkan untaian cinta untuk Nina tanpa ia suarakan. Hanya diri nya dan sang Pencipta yang tau.

"Tumben, hari ini doa mu nggak aneh-aneh,Oz?" Nina melipat mukenanya.

"Nggak aneh-aneh gimana mbak?" Balas Ozil yang juga melipat sarung serang sajadahnya.

"Iya, biasanya nyebut-nyebut jodoh."

Ozil mengukir senyum, "mbak Nina mau ya? Merasa kehilangan bagian terpenting itu ya?" Goda Ozil mengendikkan alisnya.

"Tenang mbak, hati Ozil selalu buat mbak Nina. Walau doa nya nggak terucap, tapi tak pernah lupa dan terlewat. Alloh pasti dengar."

Nina tersenyum geli. Ada rasa yang tak biasa Nina rasakan. Memang dia merasa ada yang kurang karena doa yang biasa menjadi pamungkas tidak terucap di bibir Ozil. Ada perasaan kehilangan, itu saja.

"Mbak Nina, katanya mau reunian ya?"

"Iya."

"Kapan mbak?"

"Masih sebulan lagi sih. Kok kamu tau? Kamu nguping ya?"

"Nggaklah mbak, kedengaran aja. Suara mbak Nina kan keras." Elak Ozil walau sebenarnya ia memang sengaja menguping.

"Mbak, nanti Zidan tinggal di sini aja. Biar mbak Nina lebih leluasa."

"Iya, makasih ya Oz. Nanti mbak pikirin."

Keduanya berjalan ke arah teras. Saat itu, Zidan baru saja kembali dari masjid bersama sang kakek.

"Zid, om mau ke kolam nih, mau ikut nggak?" Ajak Ozil mengambil kunci motornya.

"Ikut!" Zidan tanpa melepas baju Koko dan sarungnya berlarian memeluk Ozil minta gendong.

"Eehh, ini abis sholat di lepas dulu Koko sama sarung nya, Zidan." Tegur Nina mendekat pada anaknya yang masih dalam gendongan Ozil.

"Iya, di lepas dulu ya." Ozil dengan telaten melepas baju Koko Zidan, lalu memberikannya pada Nina.

"Ayo! Mbak Nina mau ikut nggak." Ozil menawari sembari menunggangi motornya.

"Nggak Oz, mbak masih mau rekap dagangan." Tolak Nina.

"Ya udah, kalau mau nyusul nanti ke kolam udah tau tempat nya kan?"

"Iya, jagain Zidan ya, jangan sampai kecebur." Pesan Nina.

"Enggak lah mbak, santai aja. Kalau Zidan sih nggak bakal kecebur. Tapi nyebur nangkepin lele. Hahahah..."

Nina hanya menggeleng melihat anak dan adik iparnya mulai bergerak menjauh menuju kolam lele.

Nina mulai merekap penjualannya di teras rumah pak Bahdim. Mertuanya itu bersiap untuk meladang lagi.

"Nitip rumah ya Nin. Bapak mau ke ladang dulu nyusul ibuk." Pamit pak Bahdim dengan kaus dan celana pendek lusuh serta cangkul di pundaknya. Tak lupa caping untuk menghalau nya dari panas matahari.

"Iya pak."

Saat tengah menyusun rekapan, dering hape Nina terdengar. Panggilan Vidio dari Ben Arfa. Nina menggeser tombol hijau.

"Iya ben?"

("Lagi apa?")

"Rekapan nih."

("Kamu masih di rumah mertua ya?")

"Iya, nih."

("Kapan balik Sleman?")

"MMM... Ntar sorean lah, kalau nggak ya besok pagi."

("Oohh... Ada pasar malam padahal di sini. Pen ngajakin kamu sama Zidan ke sana. Baru aja pembukaan.")

"OOOhh, udah buka ya?"

("Hemm.. kamu kok nggak buka stan di sini, Nin? Rame loh.")

"Iya emang."

("Kenapa?")

"Ummm... Di sana buka nya malem. Kami tiap Kamis-Jumat kan selalu ziarah ke makam ayah nya Zidan."

("Oohh, iya ya.... Ini malah udah Sabtu, kamu masih di sana.") Wajah Ben tampak sedikit berubah karena Nina masih terus terikat pada almarhum suaminya.

"Zidan ya belum mau pulang."

Hening sesaat. Nina sesekali melanjutkan rekapnnya. Sedangkan Ben hanya memandang dari balik layar hp.

"Kamu nggak kerja?" Tanya Nina di sela-sela merekap.

("Libur. Makanya mau ngajakin kalian main. Eehh, ternyata masih di Bantul.")

Nina menatap layar hpnya terlihat ada panggilan masuk dari Ozil.

"Ben, ada panggilan masuk nih, udah dulu." Pamit Nina, dia pikir karena dari Ozil mungkin saja terjadi sesuatu pada Zidan.

("Iya. Hati-hati ya kalau nanti mau balik.")

"Heemm.."

Panggilan di tutup dan beganti dengan panggilan dari Ozil.

("Assalamualaikum, mbak kok lama?") Suara protesan dari seberang sana langsung terdengar.

"Wa'alaikum salam. Iya maaf tadi ada telpon. Ada apa? Zidan mana?"

("Tuh,") Ozil menyorot kamera ke arah Zidan yang asyik berenang di kolam kecil.("telpon dari siapa mbak?")

Tanpa memperdulikan pertanyaan Ozil yang terakhir. Nina menjerit melihat Zidan yang sudah berenang tak karuan di dalam kolam.

"Ya ampun Zidan! Basah semua itu!"

("Namanya juga anak kecil mbak.")

"Dalem nggak kolam nya?" Nina masih terdengar cemas.

("Sini mbak! Liat sendiri, skalian bawain baju ganti buat Zidan. Dingin kalau masih basah-basahan di bawa bermotor.")

"Iya, bentar! Mbak nyusul."

Bergegas, Nina menutup pembukuannya. Lalu mengambil pakaian ganti Zidan, handuk dan juga minyak telon.

Di sisi lain. Ozil tersenyum lebar.

"Mbak Nina polos banget sih... Gampang banget di modusin...." Kekeh Ozil karena rencananya membuat Nina menyusul berhasil juga.

Terpopuler

Comments

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

mkin pintsr aja kmu zil

2022-11-13

0

Rinnie Erawaty

Rinnie Erawaty

kang modus kamu Zil 😁

2022-11-08

0

Ny Jeon

Ny Jeon

pepet troszzz jan kasih kendooorrr zilll.... semangat lewar jalur langit

2022-11-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!