"Siapa Mbak?" Nina yang terkejud oleh suara Ozil dari belakang.
Nina menoleh, melihat Ozil yang berdiri tepat di belakangnya sedikit gusar.
"Teman mbak, Oz." Jawab Nina mulai mengayunkan kaki ke rumah."kami teman sekolah dulu, mau ngadain reuni. Tadi suvey tempat."sambung Nina menjelaskan. Ia pun tak tau kenapa dia menjelaskan sampai sedetail itu.
"Ooohh... Berdua aja?" Ozil mengekori.
"Iya. Yang lain masih ada urusan. Acaranya udah mepet."
Begitu masuk ke dalam rumah, ada seorang teman Ozil di sana duduk sendiri. Nina dengan ramah menyalaminya.
"Zidan sama bunda mana?" Bertanya pada Ozil.
"Ke warung tadi." Jawab Ozil mengambil tasnya."mbak udah sore banget nih, mau magrib juga. Kami balik dulu ya?"
"Eehh, kok cepet? Uummm... Ya udah sih, hati-hati ya Oz."
Ozil dan temannya itu berpamitan. Nina mengantar sampai depan pintu rumah. Temannya sudah masuk lebih dulu sebagai supir. Nina merasa ada yang aneh dengan sikap Ozil jadi sedikit lebih dingin walau mereka bercakap seperti biasa.
"Mbak." Sebut Ozil saat sudah sampai di depan pintu pick up nya.
Nina hanya memandang Ozil tanpa kata. Namun, tatapan itu berarti tanya yang harus di jawab.
"Jangan pergi berdua ya lain kali. Nanti ada setan." Pesan Ozil
Nina mengukir senyum di wajahnya. "Iya, mbak tau kok. Hati-hati di jalan, jangan ngebut."
"Pulang dulu ya mbak. Nanti kalau dah sampai aku WA."
Magrib menjelang, Ozil pun sudah pulang. Sembari menunggu bunda dan Zidan pulang dari warung. Nina menunaikan sholatnya.
Dering bunyi handphone nya membuat tubuh Nina tergerak dari duduk nya seusai salam. Meraih benda pipih itu dan menggeser tombol hijau.
("Assalamualaikum.")
Wajah tampan Ben Arfa memenuhi layar. Tampak dia sedang berbaring di atas kasur kamarnya.
"Wa'alaikum salam."
("Baru kelar sholat Nin?")
"Iya. Ada apa?"
("Besok kamu free nggak?")
"MMM.. cuma belanja aja sih pagi nya. Siang liat counter makanan."
("Kalau sore? Free nggak?")
"Sore di rumah."
("Kalau gitu, berarti free ya? Sore ke SCH yuk.")
"Ke SCH?"
("Heemm... Bentar lagi kan mama ku ulang tahun. Aku pingin kasih kado spesial buat mama. Bantuin cari ya?")
"Nggak papa sih. Tapi aku ajak Zidan ya?" Ucap Nina teringat dengan pesan dari Ozil untuk tidak berdua.
("Iya. Ga papa. Ajak aja, biar rame. Aku juga udah lama banget nggak ketemu Zidan.")
Nina mengembangkan senyum nya.
("Zidan mana? Kok nggak mendengar suaranya?")
"Masih di warung sama neneknya."
Mereka mengobrol cukup lama melalui sambungan Vidio call. Sampai pesan masuk dari Ozil pun terlewat.
Di sisi lain.
Ozil di Landa ke galauan. Masih terngiang di ingatannya saat Nina keluar dari dalam mobil milik Ben Arfa. 'Tersenyum dan melambai sangat cantik. Siapa yang tidak akan jatuh cinta.' Ozil bergumam dalam hati.
"Kamu kenapa Ozil? Habis anter Zidan ke rumah Nina kok malah galau gitu?" Pak Bahdim mengambil duduk di sisi kiri Ozil yang tengah rokokan dan ngopi di teras.
Ozil terperangah, menoleh menatap bapaknya.
"Kok bapak tau?"
Pak Bahdim ikut menyalakan rokok Ozil. Menghisapnya dengan kekehan geli.
"Zil, bapak ini sudah kenal kamu dari masih orok. Bapak hapal kalau kamu lagi gundah gulana seperti ini." Jawab pak Bahdim dengan kepulan asap rokok yang menyembur dari mulutnya. Ozil kembali meluruskan pandangannya. Memandang gelap nya malam.
"Kenapa? Di rumah Nina kamu liat sesuatu?"
Ozil masih memilih diam tak berkata. Jika dulu dia bisa gamblang menyampaikan isi hati dan pikirannya pada bapak. Berbeda dengan sekarang yang lebih memendamnya sendiri. Memikirkan jalan nya sendiri.
"Dia mapan ya?" Tanya bapak sambil sesekali menghisap rokok nya.
Ozil masih diam.
"Apa dia lebih ganteng dari mu?"
"Ya enggak lah pak! Gantengan Ozil!" Protes Ozil cepat, namun ia tersadar, saat melihat tawa di wajah bapak nya. Ozil cemberut,
"Seorang wanita itu, bapak ngomongin wanita ya Zil, bukan gadis. Kalau gadis sudah beda lagi.
Kalau wanita yang udah matang umurnya, apalagi yang sudah punya buntut kayak Nina, pasti bakal memilih seorang yang memiliki kemapanan ketimbang ketampanan."
Ozil masih menyimak wejangan dari sang bapak. Lebih khusyuk mungkin karena kini Ozil sudah lebih dewasa dari sebelumnya. Yang tiap kali bapak nya bicara, ia akan menjawab sepanjang rel kereta. Kedewasaan memang membuat seorang jadi lebih banyak diam ketimbang sekedar mengeluarkan kata bantahan.
"Karena mereka tau Zil, hidup itu butuh makan, butuh sandangan, butuh sumbangan kalau tetangga hajatan."
"Terus aku harus gimana pak?" Tanya Ozil lesu.
"Kamu tau orang yang Deket sama Nina itu?"
"Temen sekolah mbak Nina dulu pak,"
"Ooh yang ngajakin reuni itu ya?"
"Bapak tau?"
Bapak tertawa lagi.
"Dia orang kaya pak, aku nggak bisa nyaingin kalau masalah itu. Usaha ternak lele Ozil juga belum besar." Ozil mendessaah kasar nafasnya.
"Kamu tau dari mana dia orang kaya? Baru liat tadi kan?"
Ozil membuang nafasnya lagi dengan helaan panjang.
"Dia yang punya resto tempat Ozil anter lele pak."
"Waahh, jodoh kalian berarti. Bisa gitu ya, temennya Nina orang yang pesen lele tempat mu. Nina tau?"
Ozil menggeleng. "Nggak ngerti pak."
Melihat anak bungsu nya lemas, pak Bahdim kasihan juga. Sepertinya, Ozil cukup kena mental nya. Orang yang dekat dengan Nina justru orang yang jadi pelanggannya.
"Sekarang gini aja Zil, Nina kan belum menjatuhkan pilihannya, kamu lebih kuat lagi doa dan usahanya. Tabungan kamu ada berapa?"
Ozil bernafas berat.
"Belum cukup pak buat lamar mbak Nina. Usaha ternak lele Ozil juga baru satu tahunan."
"Ya udah, sekarang mempengin lagi doa sama usaha lele kamu. Dan, kalau kamu merasa kalah sama kemapanan saingan kamu, inget Zil, semua wanita itu akan luluh sama pria baik. Walau semisal kamu kere sekalipun, wanita itu akan luluh kalau kamu punya perilaku yang baik, selalu ada berjuang untuk nya. Tulus dalam berbuat baik."
"Tapi pak, yang selalu ada akan kalah sama yang berada."
Bapak tersenyum teduh, menepuk pundak anaknya.
"Itu karakter Zil. Apa menurutmu, Nina wanita seperti itu?" Ucap bapak lagi tersenyum.
"Serahkan semua sama Alloh. Percaya aja kalau jodoh nggak akan kemana."
Bapak lalu berdiri dan masuk ke dalam rumah, karena malam semakin dingin.
Ozil terdiam. Menyerap semua wejangan dari bapaknya. Menatap pekatnya malam dalam kehampaan.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Raudatul zahra
lama-lama jatuh cinta aku sama pak Bahdim
2023-09-02
0
nuraeinieni
semangat zil,,,,oara readers jg mendukungmu halalkan nina
2022-12-22
0
Rose Mustika Rini
jangan nyerah Zil, kan nina milih kakak kamu juga bukan org kaya toh. dan pastinya nina bukan wanita haus materi. apalagi udah kenal kamu pastilah milih kamu. ya itu klw emank jodoh
2022-12-04
0