Bunda mendessaah pelan mencoba sabar pada anak nya yang tak lagi gadis itu.
"Kapan kamu mau kasih Zidan bapak? Ben itu baik nin, dia juga sayang sama Zidan. Dan bunda rasa, Ben juga ada rasa suka sama kamu. Apa kamu nggak mau mempertimbangkan?"
Nina paling enggan sebenarnya membicarakan hal ini lagi dan lagi. Padahal ia sudah mengatakan pada bunda nya jika dia masih ingin sendiri.
"Bun..... Nina...."
"Jangan egois nin, Kasihan Zidan. Dia juga pasti ingin seperti anak lain yang bisa berpergian dengan ayahnya." Potong bunda sembari mengusap kepala Nina.
Nina beranjak duduk menatap sayu bundanya, wajah keriput yang berharap akan Nina menikah lagi terlihat jelas. Sungguh membuat Nina tak tega sebenarnya.
"Bun, Nina masih ingin sendiri Bun. Masih tersisa mas Ozan di sini." Ucap Nina menyentuh dada nya. " Nggak mungkin Nina menduakan suami Nina nanti dengan almarhum mas Ozan. Dosa Bun." Ucap Nina mencoba memberi pengertian pada sang bunda.
"Terus mau sampai kapan kamu sendiri, Nin?" Raut cemas tergambar di ruang wajah bunda.
"Nina nggak sendiri kok Bun. Ada Zidan. Mungkin Nina belum bisa kasih Zidan seorang ayah lagi. Tapi, Zidan punya bunda, punya nenek dan kakek yang menyayangi. Punya om Ozil dan Tante dila yang sedia menjaga nya. Apa masih kurang?"
"Biarlah urusan jodoh Nina, Alloh yang atur bagaimana datang nya. Jika memang benar berjodoh pasti Nina akan nikah juga. Dengan siapapun itu."
Bunda mendessaah lagi, helaan nafas kecewa dapat Nina rasakan.
"Maaf bunda, bukan Nina ingin mengecewakan bunda, Nina hanya ingin menuntaskan perasaan ini dengan mas Ozan." Gumam Nina dalam hati menatap sendu bundanya.
Hingga detik ini perasaan Nina masih terikat pada pria yang sudah meninggalkan seorang anak yang tampan bernama Zidan. Meski sudah berlalu cukup lama, dua tahun setengah, namun Ozan masih tertinggal lekat di hati Nina.
-
("Mbak Nina!")
Suara panggilan dari ujung sana langsung membuat Nina tersenyum. Panggilan vidio dari nomor Ozil, yang menampakan muka penuh Zidan di layar.
"Ada apa ganteng nya ibu? Kangen ya?"
Zidan mengoceh, ocehan anak umur dua setengah tahun yang tak jelas. Di belakangnya tampak Ozil memangku Zidan. Masih menggunakan Koko. Ganteng. Ups?
("Mbak Nina lagi ngapain?") Tanya Ozil di sela-sela suara ocehan Zidan.
"Tiduran aja Oz." Jawab Nina, di sebrang sana terlihat Zidan berlari dari pangkuan Ozil karena mendengar neneknya memanggil.
"Zidan. Ayo makan dulu." seru mbah Ana di kejauhan, namun masih terdengar oleh Nina.
("Mbak Nina dah makan?")
"Udah."
("Maaf ya mbak, tadi aku lagi diluar sama temen-temen, jadi pas mbak Nina tadi telpon nggak aku angkat.")
"Santai aja Oz."
Di sebrang sana tampak Ozil sedang melepas baju Koko dan sarungnya. Sembari mulutnya terus ngoceh.
("Mbak Nina, besok ya aku anter Zidan. Agak sorean. Soal nya pagi mau nangkep lele dulu. Terus anter ke sekitar sini, sama pasar bantul. Kelar dari sana terus baru gerak ke Utara.")
"Heemm... Hati-hati di jalan ya Oz. Kamu sama siapa ntar ke sini nya?"
("Sama Zidan mbak.")
"Berdua aja?" Tanya Nina sedikit tersentak. Pikirnya pastilah repot jika hanya berdua dengan Zidan.
("Nggak lah mbak, ada temen yang biasa bantuin ngurus lele.") Sahut Ozil sembari melangkah keluar dari ruang shalat.
"Oohh, udah punya karyawan nih cerita nya?"
("Iya mbak, Alhamdulillah, pesanan datang terus. Aku juga nambah nila sekarang, karena ada request dari salah satu resto. Biar semua ngambilnya di aku skalian.") Jelas Ozil berjalan ke ruang tengah.
"Bagus Oz."
("Sabar ya mbak, Ozil masih ngumpulin duit buat halalin mbak Nina.")
Nina tergelak, rasanya sangat menggelitik saat ada orang yang dia anggap Adek menyampaikan niat untuk menghalalkannya.
("Kok malah ketawa sih mbak? Mbak Nina seneng ya?") Wajah Ozil makin sumringah saja.
("Mbak. Kita beneran sehati deh mbak. Sama-an make hitam hitam.") Ozil menyorotkan kamera hpnya ke tubuhnya seperti Nina yang juga memakai piyama hitam. Ozil yang sudah sampai diruang keluarga, duduk lesehan disamping Zidan yang disuapi oleh Uti nya.("padahal kita nggak janjian kan mbak?")
("Buk... Buk...") Zidan memanggil dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Zidan makan apa?"
("Makan lele goreng Nin.") Sahut sang nenek.
("Lele nya om Ozil....") Timpal Zidan tangan kecilnya mengambil lele dari piring dan menunjukkannya ke layar. ("Tadi Zidan ikut nangkep buk..") sambung Zidan lagi dengan logat cedal nya.
"Pinter makan yang banyak ya sayang."
_____
Keesokan hari nya,
Nina bersiap survei lokasi untuk reuni. Di teras depan, terdengar suara mesin mobil yang berhenti. Tak lama terdengar suara salam disertai ketukan pintu. Bunda yang membukakan pintu, terlihat sangat senang Ben Arfa berkunjung lagi. Nina masih memoles wajahnya dengan make up tipis.
"Nin, ada Ben nih." Bunda menyeru.
Nina keluar dari dalam kamar nya setelah menyaut tas bahu berwarna pink dusty yang senada dengan gamis yang dia kenakan.
"Ayok Ben."
Ben terdiam, terpukau oleh penampilan janda beranak satu itu.
"Looh, kok cepet banget? Biar Ben istirahat dulu lah, Nin. Kasihan kan?" Bunda yang duduk menemani Ben sedari tadi setelah membuatkannya teh memprotes.
"Kita mau survey tempat Bun. Lama ntar." Kilah Nina mengganti sendal yang dia kenakan dengan sepatu sneaker berwarna putih.
"Iya Bun, saya pinjam Nina sebentar ya." Ben Arfa menimpali.
"Reuni nya kapan?" Bunda berganti menatap Ben Arfa yang duduk di seberangnya.
"Tiga Minggu lagi, Bun."
"Ooohh..."
"Jadi hari ini harus dapat fix tempatnya." Jelas Nina mengulurkan tangan mencium tangan bunda takzim. "Nina berangkat ya Bun."
"Iya, Zidan kapan balik?"
"Nanti Ozil anter. Sorean."
"Oohhh.. hati-hati ya."
Seusai berpamitan, Ben Arfa membawa Nina berkeliling resto. Dari yang murah hingga yang cukup merogoh kantong. Karena ini reuni dan rata-rata sudah berkeluarga, Nina dan Ben mencari resto yang ramah anak namun tidak menguras pengeluaran.
"Disini boleh juga..." Nina melihat resto berkeliling, sembari memesan minuman dan melihat menu.
"Mau di sini?"
"Gimana menurutmu? Kalau aku sih, sebagai orang tua, suka tempat ini, ada ayunan dan kolamnya juga. Buat anak-anak, okelah." Nina memberi pendapat, lalu mengedarkan pandangannya menunjuk Gasebo yang paling besar."lihat, ada Gasebo yang gede juga. Kita bisa sewa tempat itu. Cukup kan buat teman-teman satu kelas."
"Iya sih Nin." Ben Arfa menyetujui."lagian menu di sini juga variasi nya banyak, dan murah juga."
"Jadi fix mau di sini? Kamu setuju?"
"Laporan dulu sama yang lain." Ben memfoto menu dan suasana lokasi lalu mengirimnya ke grub WA.
"Oo iya, kok yang lain nggak ada yang ikut?" Tanya Nina menyeruput es teh nya."Tadi nya kupikir kita bakal ketemu di resto mana gitu."
"Pada sibuk Nin. Kita doang yang longgar." Jawab Ben sibuk dengan hp nya.
"Kamu nggak kerja?"
"Udah kelar, tinggal bikin laporan aja. Gampang kok."
"Santai banget ya?"
Ben mengukir senyum. "Kalau pas lagi sibuk ya capeknya minta ampun."
"Kita jalan kek gini, cewekmu nggak marah Ben?"
Ben Arfa menatap lekat Nina. "Ini lagi usaha ngejar cewek. Cewek nya aja yang nggak sadar lagi di deketin." dengan senyum di wajah.
Nina tertawa kecil. "Aku janda Ben...."
"Cewek juga kan?" menaik-turunkan alis.
Nina sedikit merasa kikuk. Menyeruput estehnya. "Mmmm... Udah yuk. Anak-anak pada setuju kan di sini lokasi nya?"
Ben yang masih menatap Nina lekat mengangguk pelan.
"Ya udah, pulang yuk. Ini Ozil dah wa kalau Zidan dah sampai rumah." Ajak Nina berdiri dari duduknya dan menyaut tas.
Ben menghela nafas, padahal ia masih ingin lebih lama bersama Nina. Walau sedari tadi hp nya terus menjerit karena ada beberapa panggilan dari kantornya. Akhirnya ia mengantar Nina pulang.
Mobil berhenti tepat di halaman rumah Nina. Ada pick up dengan beberapa drum di atasnya, terparkir di depan teras. Bisa di pastikan itu, Ozil dan Zidan. Nina keluar dari mobil.
"Aku langsung gas ya Nin." Arfa menurunkan kaca pintu mobilnya."Masih ada urusan nih. Salamin buat Bunda."
"Iya. Makasih ya."
Arfa melambaikan tangannya, dibalas lambaian juga oleh Nina. Mobil Arfa perlahan meninggalkan halaman.
"Siapa Mbak?" Nina yang terkejud oleh suara Ozil dari belakang.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Putra Sekawan
ceritanya ringan, tapi suka.
2022-11-09
0
Itarohmawati Rohmawati
jangan di paksa buukk ...
2022-11-08
0
Ny Jeon
Tidak mudah buat Nina yg notabene kehilangan suami berbarengan dengan lahir nya buah hati itu pasti mengguncang dunia nya.. wajar klo blm bisa move on dari mendiang suaminya..
2022-11-08
0