Flashback beberapa tahun silam.
"Ya Alloh Ozil! Kamu kok panas banget?"
Nina dengan sangat cemas dan khawatir adik ipar nya itu terbaring di kasur lantai ruang tengah yang hanya bersekat bufet dengan ruang tamu.
"Oz? Kamu dah makan belum? Udah minum obat?" Dengan nada sangat khawatir Nina menyentuh dahi Ozil. Ozil tak menjawab, hanya mengerang lirih karena sakit.
Nina sigap berlari ke belakang, mengambil kompres dan air hangat. Tak lupa ia mengambil piring yang di isi dengan nasi satu entong berikut lauk lele mangut. Lalu menumpuknya diatas baskom kecil dan membawanya ke ruang tengah.
Nina duduk bersimpuh di sisi kiri Ozil yang terbaring. Lalu memeras kompres dan menempatkan nya di dahi Ozil.
"Ozil! Makan dulu dek. Terus minum obat."
Nina tinggal sebentar untuk mengambil obat parasetamol menggerus nya tak lupa mengambil segelas air putih. Barulah ia kembali lagi ke sisi Ozil. Piring nasi mangut belum tersentuh.
"Dek! Makan dulu ya,"
Ozil tak menjawab, masih terbaring di atas kasur lantai.
"Oz? Makan terus minum obat."
Ozil masih tak bergeming. Nina menghela nafasnya, 'mungkin Ozil lagi pusing banget.' begitu pikir Nina.
"Dek minum obat dulu dek biar mendingan."
Dengan lemas, Ozil bangkit dengan bantuan dari Nina. Meminum obat yang Nina lummat di sendok dengan sedikit air. Lalu menyeruput sedikit air putih dari gelas. Setelahnya Ozil kembali berbaring.
Dengan telaten Nina merawat Ozil. Hari itu, sedang tak ada orang di rumah kecuali Nina dan Ozil. Ozan sedang bekerja, pak Bahdim dan Bu ana sedang umroh setelah acara hajatan pernikahan Ozan dan Nina.
Kala itu, Ozil baru saja pulang dari sekolah tapi kepalanya serasa sangat pusing dan badannya panas. Tanpa melepas lagi seragamnya, Ozil merebahkan diri di atas kasur lantai. Nina yang baru pulang dari warung membeli sabun terkejut karena posisi tidur Ozil yang tak bisa. Niat hati ingin membangunkan agar lebih nyaman tidurnya. Malah mendapati Ozil yang demam.
Selepas menyelimuti Ozil. Nina beranjak ke dapur membuatkan bubur karena mangut lele tak tersntuh oleh adik iparnya. Tak lupa Nina memberi kabar Ozan yang baru satu setengah bulan menjadi suaminya.
"Mas, Ozil panas. Demam kek nya. Perlu di bawa ke rumah sakit nggak?"
("Demam? Nggak biasanya anak bandel itu sakit dek?")
"Iya mas, tadi aku baru balik dari pasar. Dia nya udah tergeletak di kasur lantai. Badannya panas. Ini lagi ku bikinin bubur."
("Tunggu aja sampai besok dek, kalau masih demam. Kita bawa ke dokter.")
"Iya mas."
("Mas hari ini lembur. Jadi pulang malam.")
"Lah? Jadi Nina berdua aja sama Ozil?"
("La gimana? Mas kan lembur, masa mau nyuruh bapak sama ibuk yang lagi umroh pulang sih?") Terdengar suara tawa renyah Ozan di balik speaker hp Nina.
Nina mendessaah kasar nafasnya.
("Udah, nitip Ozil ya. Mas mau kerja dulu.")
"Iya mas, hati-hati kerjanya."
Selepas menutup telp dan menyelesaikan membuat bubur, Nina memindahkan beberapa centong bubur ke dalam mangkuk. Uap panas nya masih mengepul. Nina bawa bubur itu ke ruang tengah dan meletakkannya beberapa jengkal di samping Ozil berbaring.
Nina tinggalkan begitu saja sembari menunggu buburnya dingin. Nina kembali ke dapur untuk bersih-bersih.
Selepas bersih-bersih Nina kembali melihat Ozil. Mengetes bubur sudah lebih hangat. Nina membangunkan Ozil untuk makan.
"Oz, bangun Oz," Nina menggoncang pelan tubuh Ozil agar terbangun. Ozil membuka sedikit matanya.
"udah mau magrib. Ayo makan dulu. Terus minum obat."
Dengan lemas dan bantuan dari Nina, Ozil duduk dan bersandar pada tembok yang dilapisi oleh bantal agar tak terasa dingin dan keras nya.
Nina menyuapi adik iparnya itu dengan sabar dan telaten.
"Pusing banget mbak."
"Iya, makanya abis ini minum obat."
"Kalau aku mati gimana mbak?"
"Ya ampun Ozil. Nggak ada orang mati gara-gara pusing. Nggak usah mikir aneh-aneh deh." Sewot Nina, sebenarnya nggak sesewot itu, ada rasa geli menelusup di hatinya. Mau ketawa cuma takut dosa. Kalau lagi sakit pusing terus kepikiran mati. Rasanya sedikit menggelitik saja.
"Makasih ya Mbak." Ucap Ozil kembali berbaring setelah memakan beberapa suap bubur dan meminum obat.
"Iya,"
Nina memberesi mangkuk, gelas, dan semua yang sudah selesai di makan Ozil.
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Ozan belum juga kembali. Nina masih menunggui Ozil yang terbaring sembari membalas beberapa pesan dari pelanggan dan karyawannya. Hingga tak terasa matanya semakin berat dan tertidur.
Ozil membuka matanya perlahan. Melihat langit rumah yang masih terlihat jelas gentengnya. Ozil yang sudah merasa lebih baik itu melihat Nina yang tidur terduduk bersandar pada tembok.
"Mbak Nina yang jagain Ozil ya. Makasih ya Mbak." Gumam Ozil duduk dari pembaringan. Tangan Ozil terangkat hendak menyentuh wajah Nina. Namun urung begitu mendengar suara motor mendekat dan terparkir di teras.
Ozil langsung kembali merebahkan diri dan pura-pura tidur.
Suara pintu depan di buka dari luar. Ozan tersenyum melihat dua orang yang ia sanyangi itu tertidur pulas. Yang satu tidur di kasur lantai selimut yang sedikit tersibak. Dan satu lagi tertidur bersandar pada tembok tak jauh dari adik bungsunya.
Ozan berjalan mendekat, berjongkok dan menyentuh pundak Nina. Nina terbangun mengangkat kepalanya.
"Mas Ozan? Udah balik?" Nina mengucek matanya sembari menguap.
Ozan tersenyum menyentuh lembut pipi Nina.
"Makasih ya sayang, dah jagain Adek ku."
"Mas, adek mas kan Adek Nina juga."
Ozan mengukir senyum lagi. Lalu mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir istrinya.
Ozil yang saat itu hanya pura-pura tidur membuka sedikit kelopak matanya. Melihat dua insan yang sudah halal itu berciuman.
'kenapa kita nggak berjodoh mbak?' gumam Ozil dalam hati menutup rapat matanya.
"Mas beliin martabak telur. Makan yuk, mumpung masih anget." Ajak Ozan mengusap bibir Nina yang basah.
"Iya mas, biar ku lihat Ozil dulu." Nina merangkak mendekati Ozil. Menyentuh pipi dan keningnya.
'tangan mbak Nina lembut dan hangat banget.' pikir Ozil merasakan sentuhan tangan Kakak iparnya tanpa membuka mata.
"Udah mendingan kok mas. Nggak sepanas tadi siang."
"Ya udah ayo makan martabak nya. Ini spesial pake telur bebek sama daging."
Di lain hari, saat Ozil sudah merasa lebih baik. Ozil di jemput oleh Nina dari sekolahnya, karena Nina masih khawatir jika Ozil tumbang lagi.
Di tengah jalan, Nina menghentikan motornya. Mengambil satu kantong berisi bungkus nasi dan es teh.
"Tunggu bentar di sini ya Oz." Ucap Nina turun dari motor.
"Iya mbak." Angguk Ozil terselip rasa penasaran di hatinya.
Nina berjalan menyeberang jalanan yang lumayan ramai itu. Ia mendekati seorang wanita tua yang berpakaian lusuh dan compang camping. Lalu memberikan bungkusan yang Nina bawa padanya. Dengan senyum yang ramah dan mengembang di wajah. Lalu Nina kembali lagi.
"Mbak kasih makan sama orang gila?" Tanya Ozil begitu motor kembali melaju.
"Iya Oz. Mereka pasti juga lapar, tapi nggak bisa mengeluh seperti kita yang orang waras."
Hati Ozil tertenyuh. Satu lagi hal yang membuat Ozil makin jatuh cinta dan kagum pada Kaka ipar nya itu.
"Ya Alloh, di mana aku bisa temuin wanita sebaik mbak Nina? Kenapa perasaan ini semakin kuat saja padanya? Apa kah ini hanya kekaguman ataukah rasa cinta? Cinta yang tak seharusnya...." Gumam Ozil dalam hati...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
oalah jd rasa itu dah tumbuh wktu dia jd kk ipar mu to zil
sbr2 ya zil jodoh mu ada di tangan author
2022-11-13
0
neng iyi
semua akn indh pada wktu x bang, mngatttttt💪
2022-11-11
0
Cinta_manis
semangat ozil
2022-11-10
0