Dua tahun enam bulan setelah kematian Ozan.
Sore itu Nina menggandeng Zidan menapaki jalan tanah yang kanan kirinya masih ditumbuhi pohon jati. Dengan membawa sekeranjang bunga dan ember kecil mereka melewati gapura pemakaman. Nina masih menuntun Zidan, dengan riangnya bocah lincah itu berjingkat-jingkit mengikuti langkah ibunya. Sampailah mereka di pusara Ozan.
Nina memang membiasakan Zidan untuk selalu berziarah ke makam ayahnya setiap kamis sore. Zidan mengikuti ibunya membersihkan makam, menyapu dan mencabut rumput liar yang tumbuh di sekitar. Nina mengisi air di ember yang dia bawa di kran air yang memang berada tak jauh dari pusara suaminya. Zidan, sengaja Nina biarkan sibuk mencabuti rumput.
Nina menyiram pusara Ozan yang masih berupa tanah itu. Lalu Nina menaburkan bunga yang dia bawa. Zidan ikut-ikutan menaburkan bunga. Setelah semua ritual selesai, Nina mengeluarkan buku kecil. Nina membacanya, dikuti oleh Zidan. Walau anak berumur 2tahun itu masih belum paham dan lancar, Nina ingin menanamkan kebiasaan untuk selalu mendoakan dan berziarah ke makam ayahnya.
Setelah selesai mereka berjalan keluar area pemakaman. Sampai di jalan setapak yang membelah pemakaman di jalur keluar gapura, Zidan berlari mendahului. Di depan gapura Ozil sudah menunggu di atas motornya. Ozil baru pulang kerja, sengaja menuju pemakaman, Ozil tau kebiasaan Nina yang berziarah setiap kamis sore.
Ozil yang melihat Zidan berlari mendekat turun dari motornya. Menyambut bocah dua tahunan yang semakin dekat. Ozil merentangkan tangannya.
"Om Oz!"
Zidan langsung memeluk Ozil minta gendong. Di kejauhan Nina hanya tersenyum melihat keakraban ponakan dan Omnya itu.
"Mana kesayangan, Om Oz?"
Dengan gemas Ozil menciumi pipi Zidan yang masih dalam gendongannya.
"Nakal nggak tadi?" tanyanya sambil mengayunkan tubuh bocah itu hingga kegirangan. "Nakal nggak? Heeeem? Nakal nggak?"
"Enggak." jawab Zidan cedal diselingi tawanya.
Ozil menurunkan Zidan begitu Nina sampai di dekatnya.
"Nyampe jam berapa tadi, Mbak?"
"Jam tiga,Oz."
"Udah mau magrib,Mbak. Ayo pulang." Ozil mengangkat Zidan menempatkannya di depan jog motor maticnya. "Zidan berdiri di depan ya."
Zidan mengangguk tanda setuju. Ozil mulai menstater motor.
"Ayo Mbak. Tinggal loh ntar."
"Tinggal, Om. Tinggal, Om." sahut Zidan ikut-ikutan.
Nina membonceng di belakang dengan memberi sedikit jarak.
"Agak majuan Mbak. Jatuh ntar, jauh-jauhan kek lagi marahan aja."
"Diem aja kamu nyetir di depan."
Ozil tersenyum jail. Motor mulai berjalan, Ozil membelokkan motornya sedikit melewati batu yang menonjol dipinggiran jalan tanah itu. Hingga membuat Nina tersentak kaget dan memeluk tubuh Ozil. Sebelah tangan Ozil sudah memegang jidat Zidan agar tak terpentok stang motor.
"OZIIILL!" Ozil terkekeh. Nina melepas pelukan refleknya. Disusul suara protesan Zidan di depan.
"Sengaja kamu ya?" Nina mencubit pinggang Ozil.
"Cengaja Om."Zidan ikut nggedumel. Ozil nyengir mengusap kepala Zidan.
"Aduuh, Mbak. Kira-kira dong. Lagi dijalan juga. Kalau sampai jatuh, semua cidera." Ozil mengaduh menggeliat oleh cubitan Nina.
"Makanya jangan jail. Bawa motor yang bener." ketus Nina jengkel.
"Orang tadi kena batu kok. Nggak terasa tadi emangnya, nih roda nabrak batu?"
"Kamu sengaja kan? Ini jalan luas kok, ngapain juga kepinggir-pinggir lewatin batu."
"Ya Mbak juga sih, duduk minggir-minggir juga ngapain? Untung refleknya Mbak Nina bagus langsung meluk aku. Kalau kejengkal ke belakang gimana? Bisa berabe Mbak. Mbak." cerocos Ozil tanpa jeda dengan menggelengkan kepalanya.
"Udah ah. Agak cepetan! Udah mau magrib ini."
Motor berhenti tepat di depan rumah mertuanya. Zidan turun lebih dulu lanjut menyalami dan mencium tangan kakek dan neneknya yang kebetulan ada diteras duduk di kursi kayu panjang.
"Abis pulang ziarah cuci kaki dulu ya zidan sebelum masuk rumah." pesan Kakek mengusap dan mencium kepala Zidan.
"Sini Zid." Nina memutar kran air di halaman rumah mencuci kaki dan tangannya sendiri. Zidan mendekat. Ozil pun ikut-ikutan mendekat.
"Om dulu Zid." Ozil menyaut selang yang dipegang Nina.
"Zidan dulu, Om." Zidan tak mau kalah,menarik selang.
"Anak kecil belakangan."
"Zidan dulu, Om." muka Zidan sudah ditekuk.
"Om dulu."
"Ibuuu!!" rengek Zidan.
Ozil terkekeh. Dia tetap mencuci kakinya lebih dulu. Zidan sudah mulai menangis memeluk kaki ibunya.
"Nih." dengan kekehan Ozil menyiram kaki Zidan hingga sebagian celana panjangnya basah.
"Huuuaaaa. Ibuu!"
Nina yang geram dengan tingkah jail Ozil mencubit perutnya.
"Aadduuhh." Ozil mengaduh, namun masih terkekeh lalu kabur.
"Udah! Udah! Nggak usah nangis." Nina menepuk punggung anaknya. "Sana balas si Om. Kalau Om nakal itu jangan nangis, di balas. Sana cubit Om Oz."
Zidan menghapus air matanya, melihat Ozil yang mengejek dengan menjulurkan lidahnya di ambang pintu masuk rumah.
"Cubit Om Oz. Kejar Zid." Nina berseru pada anaknya.
Zidan berlari mengejar Ozil, yang sudah tentu berlari menghindar. Sore itu rumah keluarga Bahdim sedikit ramai dengan adanya Zidan cucu mereka.
Zidan dan Nina memilih tinggal dirumah orang tuanya di kota sleman setelah 5bulan kematian Ozan. Namun, Nina masih tetap berkunjung ke rumah kakek Zidan setiap kamis sore sampai jum'at. Jarak dari rumah Nina di kota sleman ke kota bantul tidaklah jauh, hanya satu jam perjalanan.
Dikota sleman Nina berjualan dengan gerobak retail. Sudah ada 4 cabang di kota sleman sendiri, dan satu cabang di kota bantul.
Azan magrib berkumandang. Kakek dan Nenek Zidan selalu rutin ke masjid. Nina sudah selesai berwudhu, berjalan ke ruang yang memang sengaja di khususkan untuk sholat. Ada Ozil dan Zidan di sana, keduanya memakai koko dan sarung berwarna kalem. Tampan. Eh?
"Jama'ah ya, mbak?"
"Loh, bukannya udah duluan?" Nina mengambil mukena.
"Kan sengaja nungguin Mbak Nina."
Nina melirik Ozil, sambil mengenakan mukenanya. Entah itu hanya rayuan Ozil atau memang tulus dari hati, Nina tak tau.
"Kan lebih gede pahalanya kalau jama'ah an, Mbak."
"Ya kalau gitu, kenapa nggak di masjid aja ikut Simbah?"
"Di masjid kan nggak ada Mbak Nina."
Nina mendengus. Nggak kelar-kelar nih kalau ditanggepin. batin Nina.
"Ya udah. Cepetan!"ucap Nina berdiri di atas sajadah yang sudah disiapkan Ozil selagi menunggu. Ozil tersenyum puas."Zidan sini."
"Nggak usah Mbak, Zidan di deket aku aja."
"Zidan mau di situ?" Zidan mengangguk."Ya udah. Baca surah nya jangan panjang-panjang."
"Iya Mbak. Takut kentut ya kek kemarin?" goda Ozil dengan kekehan jailnya.
Nina mendengus.
Setelah mereka selesai menunaikan kewajiban,dan tenggelam dalam zikir masing-masing. Ozil menoleh.
"Mbak Nina!"
"Heemmm."
"Aku yang doa, Mbak Nina yang amin in ya?"
"Nggak usah! Doa sendiri-sendiri aja."
"Ayo Mbak. Nggak tiap hari kok. Ya? Ya? Ya?"
Nina diam tidak menjawab.
"Mbak Nina! Ya mbak?"
"Mbak Nina?"
"Mbak!"
Astaga! Sabar Nin. batin Nina bersabar.
"Ya mbak Nina? Mbak?"
Nina mendengus.
"Iya." akhirnya.
Ozil mulai berdoa, dan Nina mengaminkan sampai tiba di penghujung doa nya,
"Ya Alloh, jadikan wanita yang di belakangku yang mengaminkan doaku ini jodohku ya Alloh. Aamiin."
Ozil diam menunggu Nina mengaminkan, namun tak ada suara. Dia menoleh. Nina sudah melipat atasan mukenanya.
"Mbak Nina! Kok nggak diaminin tadi."
"Udah."
"Doa ku yang terakhir?"
"Enggak!" ketus Nina menjulurkan lidahnya. "Ayo Zid, kita makan." ajak Nina menarik tangan Zidan tanpa memperdulikan wajah Ozil yang di tekuk-tekuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
mobie mz
udh 2x baca mash ttp menghibur😂
2024-11-12
0
Ndi Lastry Ummu Nidya-Nilam
dasar bocahhh ya si OZZ.. 😅
2022-12-13
0
MAY.s
Sumpah bengek banget🤣🤣🤣🤣
2022-11-17
0