Dengan mengendap-endap, Tia perlahan pergi keluar rumah untuk menuntaskan rasa penasaran yang menghantuinya. Dia harus bisa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, tentang kecurigaan pada hubungan Ridho dan Wulan.
Saat hendak melangkahkan kaki keluar pintu rumah, Tia melihat mobil Ridho memasuki halaman rumah.
"Mas Ridho, dia pulang?" Tia segera bersembunyi di balik pintu rumah sambil mengintip suaminya turun dengan siapa. Ridho memarkirkan sempurna mobilnya di garasi rumah.
Tia terus mengamati dari dalam rumah. Ditunggunya sampai sang suami keluar dari mobil. Tidak lama kemudian Ridho turun sendirian, Wulan tidak tampak keluar dari mobil Ridho.
Tia bergegas lari masuk ke dalam kamar, dia tidak ingin Ridho mengintrogasinya dengan pertanyaan mau pergi kemana. Tia mengganti baju yang dia pakai dengan daster rumahan dan segera pergi menuju dapur untuk masak sarapan.
"Tia, masak apa hari ini sayang? Mas lapar belum sarapan pagi ini," tanya Ridho yang masuk menghampiri Tia ke dapur. Saat Ridho masuk, dia melihat Tia melintas menuju dapur.
"Eh Mas, hanya masak nasi goreng aja," jawab Tia gugup, karena dia belum memasak apapun pagi ini. Ridho mengernyitkan dahinya karena melihat Tia bukannya melembutkan bumbu tapi malah diam terbengong di depan kompor.
"Oh ya sudah, segera masak ya ... Mas tunggu secepatnya," sahut Ridho. Dia masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Tia masuk ke kamar setelah selesai menyiapkan sarapan, niatnya untuk memanggil suaminya itu. Terdengar gemericik air dari kamar mandi, pertanda Ridho sedang mandi.
Tia memunguti baju kotor yang dipakai Ridho. Saat dia merogoh saku Ridho, dia mendapati struk pembayaran hotel. Tia sangat terkejut dan berfikir apakah benar Ridho semalam menginap di hotel bersama kakaknya. Namun mengapa jika dia menginap bersama, kakaknya tidak pulang bersama.
Tia semakin gundah, dia mencoba menyingkirkan pikiran buruknya. "Apa aku tanya mas Ridho saja ya? Tapi jelas pasti dia akan marah." Tia duduk di tepi ranjang sembari melamun.
Ridho sangat kaget saat keluar dari kamar mandi dia melihat Tia duduk melamun sambil memegang bahu dan celana kantornya yang kotor. "Sayang, Kamu kenapa melamun?" tanya Ridho mendekati Tia. Tia terperanjat mendapat tepukan di bahunya.
"Eh Mas, maaf. Tidak ada apa-apa kok. Oh ya, Mas, ada yang ingin Aku sampaikan tapi Tia takut mas akan marah," kaaa Tia sembari menyembunyikan struk pembayaran hotel milik Ridho.
"Tanya apa, Sayang?" Ridho membelai rambut Tia. Tia menatap wajah suaminya yang tampan. Rambut basah Ridho yang menetes dan dada bidang Ridho membuat Tia berdesir. Sudah lama dia tidak merasakan sentuhan Ridho.
Hari ini Tia menginginkan suaminya agar cepat memberinya keturunan. Tia memainkan jarinya di dada bidang Ridho yang terbuka karena dia hanya memakai handuk tuk menutupi area bawahnya saja.
"Mas, Aku ingin ...," ucap Tia pelan, dia semakin menggerakkan jarinya lincah di dada Ridho dan semakin lama semakin turun ke bawah. Ridho sama sekali tak menunjukkan respon, dia diam saja. Entah mengapa sentuhan Tia tidak mampu membangkitkan gairahnya. Semua yang Tia lakukan tak sedikitpun mampu membuat si Junior berdiri tegak.
"Maaf, Sayang, Mas sangat capek. Tidakkah Kau membiarkan suamimu yang baru pulang kerja ini istirahat." Ridho menepiskan tangan Tia lalu bangkit dari tempat tidur untuk mengambil baju yang ada di lemarinya.
Tia merasakan nyeri di hati melihat Ridho menolak keinginannya. Dulu sebelum Wulan datang, Ridho masih mau memberikan haknya walaupun dengan terpaksa. Kini Ridho sama sekali tidak mau memenuhi kebutuhan nafkah batinnya.
Tia merasa malu, karena sebagai wanita dia yang meminta dan akhirnya di tolak. Tia terdiam dia tidak mau lagi memaksakan kehendaknya. Dia pun melilih kembali ke dapur untuk menghidangkan sarapan untuk ayah dan ibunya.
"Hai, Selamat pagi, Tia," sapa Wulan-- kakaknya.
"Hai, Mbak. Mbak dari mana?" selidik Tia. Dia menatap kakaknya dari ujung rambut dan ujung kaki. Tia sepintas teringat wangi parfum kakaknya sama dengan wangi yang dia cium di baju kerja Ridho.
"Mbak dari belanja di pasar. Maaf pagi-pagi sekali Mbak pergi ke pasar dan tidak memberitahumu sama sekali," ucap Wulan beralasan.
Tia menyipitkan matanya, curiga pada Wulan mengapa pagi-pagi sudah berbelanja, sedangkan tukang sayur belum datang. Melihat gelagat Tia, Wulan pun segera memberikan kresek berisi barang belanjaannya.
Tia memandangi kresek itu dan berkata, "Mbak Wulan beli apa ini?" Tia bertanya sambil melihat ke dalam isi kresek itu.
"Emm ... Maaf mbak hanya beli kedondong aja. Lagi inget kebiasaan kita sewaktu kecil dulu." seru Wulan. Wulan mengeluarkan beberapa kedondong yang terbungkus dengan plastik hitam.
Tia merasa aneh, masa iya membeli sayuran hanya dapat kedondong saja. Bukankah di pasar banyak sayuran dan buah lain, mengapa hanya kedondong saja yang dibeli. Berbagai pertanyaan berkelindan di benak Tia.
Tiba-tiba perut Wulan mual, dia merasa sangat tidak enak di bagian perutnya. Wulan pun menuju kamar mandi untuk mengeluarkan muntahannya.
Bersambung ...
jangan lupa vote and give biar penulis semangat up nya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
Bzaa
hamidun kan akhirnya
2024-07-21
0
Dessy Gosal
pake koin y lanjutnya?
2023-12-05
3
Eddy Junaedi
mual muntah itu mh ciri ciri hamil muda aduh tia tia masa gtu aja km ga peka c
2023-11-17
0