Bab 4. Teh Hijau
Wulan asyik mencoba beberap perhiasan yang menarik hatinya, sedangkan Tia merasa gundah setelah melihat notifikasi yang muncul dari ponsel sang kakak.
"Apa mbak Wulan memberi tahu kekasihnya kalau dia sedang membeli perhiasan?" gumam Tia dalam hatinya. Pikirannya diselimuti berbagai prasangka buruk pada sang kakak.
Tia yang tidak fokus memilih cincin perhiasan karena notifikasi WA milik Wulan pun akhirnya segera menyudahi acara berbelanjanya. "Mbak, Aku sudah memutuskan untuk membeli cincin yang ini." Tia menunjukkan cincin yang dia pilih pada Wulan. Semua pelayan toko itu berpikir bahwa Wulanlah yang membelikan perhiasan untuk Tia.
Dengan gaya seperti orang kaya, Wulan membayar perhiasan yang dia pilih dan juga yang Tia pilih. Setelah membayar Wulan menyerahkan cincin itu pada Tia. Dengan hati yang bahagia Tia memakai cincin itu di jari manisnya. Setelah selesai mereka pun kembali ke rumah sebelum Ridho pulang untuk makan siang.
Sesampai di rumah, Tia segera masuk ke dalam kamar untuk merias dirinya untuk menyambut kepulangan Ridho.
"Aku harus terlihat cantik di depan mas Ridho. Aku ingin memberinya kejutan!" seru Tia di dalam hatinya sambil memoles bibirnya dengan lipstik warna merah menyala.
Sementara itu di dapur.
"Ridho, kamu sudah pulang?" tanya Wulan dari dapur, ia tengah memanaskan sayuran yang tadi di masaknya bersama Tia.
Bukannya menemui Tia istrinya, Ridho memilih menghampiri Wulan yang berada di dapur.
"Iya Mbak, lapar kepengen segera makan masakan Mbak Wulan," jawab Ridho dengan kerlingan nakalnya. Bagaimana tidak segar mata Ridho karena dihadapannya ada wanita cantik dengan baju yang sexy menggoda. Wulan sengaja hanya memakai kaos singlet dan celana ketat sepaha.
"Cuci tangan dulu, baru makan," ucap Wulan.
"Okey, Mbak," jawab Ridho dengan mengangkat kedua alisnya. Jika berada di dalam ruang terbuka Ridho dan Wulan akan bersikap layaknya kakak ipar kepada adik iparnya, agar tidak menimbulkan kecurigaan orang rumah.
Tia yang sudah selesai merias dirinya keluar menuju dapur untuk menyiapkan makan siang suaminya. Tapi sayang saat dia berada di dapur dia melihat suaminya tengah asyik makan berdua dengan sang kakak persis layaknya suami dan istri.
"Mas sudah pulang? Kenapa tidak mencariku di kamar seperti sebelumnya Mas?" tanya Tia sembari menghampiri Ridho di meja makan.
"Uhuk ... Maaf, sayang, mas tadi keburu lapar. Tidak sempat mencarimu di kamar," jawab Ridho menegang. Karena terburu ingin berdekatan dengan Wulan dia melupakan istri yang seharusnya dia hampiri duluan. Kali ini Ridho tidak bisa mencegah Tia untuk tidak curiga.
"Tia, kau cantik sekali. Mau kemana?" tanya Wulan mencairkan suasana. Ridho yang mendengar Wulan memuji kecantikan Tia yang sebenarnya malah membuat orang yang melihat Tia akan tertawa karena terlalu menor.
Tiba-tiba Ridho tersedak kembali setelah dia menatap Tia. Bukannya terlihat menarik tapi lebih mirip dengan ondel-ondel.
"Uhuk ... Huk, tolong ambilkan air. Ada yang nyangkut di tenggorokanku," ucap Ridho menahan tawa. Segera Tia mengambilkan air minum untuk Ridho.
"Ini, hati-hati minumnya, Mas," ucap Tia sembari menyodorkan air putih untuk Ridho. Setelah lega Ridho menatap Wulan dan Tia bergantian. Sungguh saat ini dia merasa begitu bodoh karena telah menikahi gadis yang sama sekali tidak cantik dan membikin malu.
"Tia, kamu hendak kemana?" tanya Ridho lagi. Dia takut jika Tia keluar rumah maka semua orang akan mempermalukan dirinya karena memiliki istri yang aneh.
"Tidak kemana-mana Mas, Aku hanya berusaha tampil cantik di depan mu." Tia memainkan ujung rambutnya, dia tidak berani menatap Ridho.
"Baguslah, lebih baik begitu. Jika kamu ingin keluar, kamu harus hapus riasan di wajahmu! Mas tidak ingin orang lain melihat penampilanmu itu!" seru Ridho, membuat Tia tersenyum kecut. Niat hati ingin mendapat pujian tapi malah suruh menghapus walau tidak secara langsung.
"Tia, menurutku Ridho lebih suka kamu berpenampilan seperti biasanya. Bukan begitu Ridho?" ucap Wulan dengan mengedipkan mata kirinya untuk meng-kode Ridho.
"Eh iya,Tia. Mas lebih suka kamu cantik alami tanpa riasan wajah," ucap Ridho menghibur Tia yang sedikit masam. Mendengar kata-kata Ridho, Tia pun tersenyum. Dia senang karena tidak perlu ribet dandan yang merupakan hal yang tidak dikuasainya. Tia memang lebih cerdas secara akademik dibanding Wulan, nilai-nilainya bagus. Namun, dalam mengambil hati atau berperilaku menyenangkan orang lain, Wulan lebih cerdas dari Tia.
Setelah makan siang, Ridho bangkit untuk kembali ke kantornya. Wulan membiarkan Tia yang mengantar Ridho sampai depan rumah. "Sayang, nanti malam Mas lembur, jadi tidak usah menunggu mas pulang ya," ucap Ridho sembari mengecup kening istrinya.
"Iya Mas. Kunci duplikat rumah masih Mas bawa kan?" tanya Tia lagi. "Iya. Mas masih punya kunci cadangan. Nanti kau kunci aja pintunya, biar aman. Aku tidak ingin istri mas yang cantik ini capek menunggu mas pulang kerja," ucap Ridho, membuat Tia yang mendengar kata-katanya menjadi tersipu malu.
"Baiklah, mas pergi dulu ya," pamit Ridho. Tia hanya mengangguk sambil tersenyum karena masih bahagia dengan pujian suaminya itu. Tia merasa beruntung memiliki suami yang menerima dia apa adanya dan selalu memujinya. Ridho melajukan mobilnya sembari melambaikan tangannya pada Tia. Tia membalas dengan senyum manis yang disertai lambaian tangan.
Malam harinya ...
"Tia, Mbak buatkan teh hijau untuk menjaga kesehatan tubuh dan aura kecantikanmu semakin memancar. Terbukti kan tadi Ridho memuji kecantikan alamimu?" Wulan memberikan teh hijau untuk Tia. Setiap malam pasti Wulan membuatkan teh hijau untuk Tia, dengan alasan teh kecantikan.
"Iya, Mbak, benar tadi mas Ridho memuji kecantikanku. Terima kasih ya, Mbak." Tia meminum teh buatan Wulan dengan bersemangat. Wulan tersenyum puas. Tak lama kemudian seperti biasa Tia merasakan kantuk yang luar biasa setelah meminum teh buatan Wulan.
"Hoam ... Mbak, Tia pergi tidur dulu ya. Pintu rumah tolong dikunci karena mas Ridho lembur di kantor," ucap Tia sembari menguap menahan kantuk.
"Aman, Tia, Kamu tenang aja. Mbak yang tutup pintunya," balas Wulan dengan senyuman yang penuh makna. Tia pun beranjak dari duduknya dan melangkah masuk ke kamarnya, kamar yang selalu terasa dingin baginya. Kehangatan tidak ada, karena Ridho selalu pulang terlambat.
Setelah Tia masuk, Wulan bergegas masuk ke kamarnya untuk ganti baju. Malam ini dia diajak Ridho untuk makan malam romantis di sebuah hotel. Setelah bersiap, Wulan mengunci pintu dari luar karena semua sudah tidur termasuk mama dan papanya. Wulan berjalan menuju gerbang, di sana mobil Ridho sudah menunggu, Wulan tersenyum manis ke arah Ridho yang membukakan pintu mobil untuk Wulan.
"Gimana, Sayang, amankan?" tanya Ridho setelah Wulan duduk di sampingnya.
"Aman, Mas. Tia sudah mengantuk," jawab Wulan.
"Bagus kalau begitu," sahut Ridho. Dia menangkup wajah Wulan dan menyambar bibir Wulan yang terlihat ranum dan memabukkan.
"Mas, sudah. Kita lanjutkan nanti aja." Wulan menarik badannya untuk melepaskan diri dari pagutan mesra Ridho.
"Maaf, sudah tak sabar. Entah mengapa inginnya tiap saat kita bermesraan. Tidak ada bosannya, tubuhmu sudah menjadi candu untukku sayang," ucap Ridho dengan senyum nakalnya. Ridho melajukan mobilnya menuju hotel yang sudah dia reservasi sebelumnya.
Di hotel ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
Sri mulyanah Mulya
kasihan tia
2024-07-11
0
Erik Andriansyah Ibrahim
beeeeuh ipar adalah maut
2024-07-04
0
Dewa Dewi
kalo engga bisa make up knp engga belajar dulu sih Tia drpd jadi ondel-ondel kaya bgt kan jadi memalukan diri sdr
2023-12-01
5