Bab .6. Semakin Curiga.
(Beruntung Aku sudah melepaskannya ternyata dia pagar makan tanaman) caption di bawah foto seorang lelaki dan perempuan yang di blur wajahnya.
Tia memperhatikan benar siapa wanita yang ada di dalam foto itu, alangkah terkejutnya dia ternyata wanita itu adalah kakak perempuannya.
Tia memperhatikan lagi lelaki yang ada di samping kakaknya. Postur tubuh mirip dengan Ridho dan satu lagi dasi yang dipakai lelaki itu adalah dasi yang dia beli sebagai kado ulang tahun pernikahan mereka tahun lalu dan dasi itu ada sulaman inisial namanya dan nama Ridho.
"Tidak mungkin, ini pasti salah ... Tidak mungkin mbak Wulan dan mas Ridho selingkuh!" gumam hati Tia. Tia melihat lagi status mantan kakak iparnya yang memlng-upload nomer kamar hotel dengan caption
'Saksi Bisu'.
Tia beranjak dari ranjangnya untuk mencari Wulan di kamarnya. Tia berpikir pasti Wulan ada di kamarnya. Kemarin malam, sebelum Tia tidur duluan, dia melihat Wulan yang juga masuk ke dalam kamarnya.
"Ma - Mama ... Mbak Wulan tidak ada. Pergi kemana mbak Wulan, Ma?" tanya Tia pada Mamanya yang sedang asyik membuat teh kesukaannya di dapur.
"Mengapa kamu sibuk mengurusi kakakmu hah! Dia mau kemanapun bukan urusanmu! Sana cepat bikin sarapan buat mama dan papa!" ketus Mama. Tia hanya bisa menahan kecewa dan sakit hati dengan diam. Tia pun kembali ke kamarnya untuk mengambil ponsel. Dia harus bertanya pada Hans mantan kakak iparnya.
(Assalamualaikum Kak Hans, ini Tia adik Mbak Wulan. Maaf kak, kalau boleh tahu status kakak ini apa maksudnya?) Tia mengirim pesan pada Hans. Tiga menit kemudian Hans terlihat mengetik.
(Wa'alaikumussalam. Tidak ada maksud apa-apa. Lebih baik kamu berhati-hati saja. Wassalam)
Tia membaca pesan Hans yang singkat dan terkesan dingin itu. Tia bingung ingin dia bertanya lebih banyak tapi sepertinya Hans sedang tidak ingin diganggu.
Semenjak berpisah dengan Wulan, Hans menjadi dingin dan ketus pada keluarga Wulan. Tidak seperti dulu sebelum dia menikahi Wulan. Dia sangat baik dan royal pada keluarga Wulan.
Tia memutuskan untuk mencari tahu dengan pergi ke hotel yang Hans jadikan status. Tia bersegera bersiap untuk keluar. Dengan mengendap agar tidak ketahuan Mama dan Papanya Tia keluar rumah.
Dengan mengendap-endap, Tia perlahan pergi keluar rumah untuk menuntaskan rasa penasaran yang menghantuinya. Dia harus bisa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya, tentang kecurigaannya pada hubungan Ridho dan Wulan. Saat hendak melangkahkan kaki keluar pintu rumah, Tia melihat mobil Ridho memasuki halaman rumah.
"Mas Ridho, dia pulang?" Tia segera bersembunyi di balik pintu rumah sambil mengintip suaminya turun dengan siapa. Ridho memarkirkan sempurna mobilnya di garasi rumah. Tia terus mengamati dari dalam rumah. Ditunggunya sampai sang suami keluar dari mobil. Tidak lama kemudian Ridho turun sendirian, Wulan tidak tampak keluar dari mobil Ridho.
Tia bergegas lari masuk ke dalam kamar, dia tidak ingin Ridho mengintrogasinya dengan pertanyaan mau pergi kemana. Tia mengganti baju yang dia pakai dengan daster rumahan dan segera pergi menuju dapur untuk masak sarapan.
"Tia, masak apa hari ini, Sayang? Mas lapar belum sarapan pagi ini," tanya Ridho yang masuk menghampiri Tia ke dapur. Saat Ridho masuk, dia melihat Tia melintas menuju dapur.
"Eh Mas, hanya masak nasi goreng aja," jawab Tia gugup, karena dia belum memasak apapun pagi ini. Ridho mengernyitkan dahinya karena melihat Tia bukannya melembutkan bumbu tapi malah diam terbengong di depan kompor.
"Oh ya sudah, segera masak ya ... Mas tunggu secepatnya," sahut Ridho. Dia masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri. Tia masuk ke kamar setelah selesai menyiapkan sarapan, niatnya untuk memanggil suaminya itu. Terdengar gemericik air dari kamar mandi, pertanda Ridho sedang mandi.
Tia memunguti baju kotor yang dipakai Ridho. Saat dia merogoh saku Ridho, dia mendapati struk pembayaran hotel. Tia sangat terkejut dan berfikir apakah benar Ridho semalam menginap di hotel bersama kakaknya. Namun mengapa jika dia menginap bersama, kakaknya tidak pulang bersama. Tia semakin gundah, dia mencoba menyingkirkan pikiran buruknya. "Apa aku tanya mas Ridho saja ya? Tapi jelas pasti dia akan marah." Tia duduk di tepi ranjang sembari melamun.
Ridho sangat kaget saat keluar dari kamar mandi dia melihat Tia duduk melamun sambil memegang bahu dan celana kantornya yang kotor. "Sayang, Kamu kenapa melamun?" tanya Ridho mendekati Tia. Tia terperanjat mendapat tepukan di bahunya.
"Eh Mas, maaf. Tidak ada apa-apa kok. Oh ya Mas, ada yang ingin Aku sampaikan tapi Tia takut Mas akan marah," kaaa Tia sembari menyembunyikan struk pembayaran hotel milik Ridho.
"Tanya apa Sayang?" Ridho membelai rambut Tia. Tia menatap wajah suaminya yang tampan. Rambut basah Ridho yang menetes dan dada bidang Ridho membuat Tia berdesir. Sudah lama dia tidak merasakan sentuhan Ridho.
Hari ini Tia menginginkan suaminya agar cepat memberinya keturunan. Tia memainkan jarinya di dada bidang Ridho yang terbuka karena dia hanya memakai handuk tuk menutupi area bawahnya saja.
"Mas, Aku ingin ...," ucap Tia pelan, dia semakin menggerakkan jarinya lincah di dada Ridho dan semakin lama semakin turun ke bawah. Ridho sama sekali tak menunjukkan respon, dia diam saja. Entah mengapa sentuhan Tia tidak mampu membangkitkan gairahnya. Semua yang Tia lakukan tak sedikitpun mampu membuat si Junior berdiri tegak.
"Maaf, Sayang, Mas sangat capek. Tidakkah Kau membiarkan suamimu yang baru pulang kerja ini istirahat." Ridho menepiskan tangan Tia lalu bangkit dari tempat tidur untuk mengambil baju yang ada di lemarinya.
Tia merasakan nyeri di hati melihat Ridho menolak keinginannya. Dulu sebelum Wulan datang, Ridho masih mau memberikan haknya walaupun dengan terpaksa. Kini Ridho sama sekali tidak mau memenuhi kebutuhan nafkah batinnya.
Tia merasa malu, karena sebagai wanita dia yang meminta dan akhirnya di tolak. Tia terdiam dia tidak mau lagi memaksakan kehendaknya. Dia pun melilih kembali ke dapur untuk menghidangkan sarapan untuk Mama dan Papanya.
"Hai, Selamat pagi, Tia," sapa Wulan-- kakaknya.
"Hai, Mbak. Mbak dari mana?" selidik Tia. Dia menatap kakaknya dari ujung rambut dan ujung kaki. Tia sepintas teringat wangi parfum kakaknya sama dengan wangi yang dia cium di baju kerja Ridho.
"Mbak dari belanja di pasar. Maaf pagi-pagi sekali Mbak pergi ke pasar dan tidak memberitahumu sama sekali," ucap Wulan beralasan.
Tia menyipitkan matanya. Melihat gelagat Tia, Wulan pun segera memberikan kresek berisi barang belanjaannya. Tia memandangi kresek itu dan berkata,"Mbak Wulan beli apa ini?"
"Emm ... Maaf mbak hanya beli kedondong aja. Lagi inget kebiasaan kita sewaktu kecil dulu." seru Wulan. Wulan mengeluarkan beberapa kedondong yang terbungkus dengan plastik hitam.
Tiba-tiba perut Wulan mual, dia merasa sangat tidak enak di bagian perutnya. Wulan pun menuju kamar mandi untuk mengeluarkan muntahannya.
"Hoek ... Hoek ...." Wulan mengeluarkan semua isi perutnya, padahal baru saja dia menghabiskan sepiring nasi uduk.
"Mbak, Mbak Wulan kenapa?" tanya Tia sambil memijit tengkuk Wulan. Bukannya mereda tapi Wulan semakin menjadi muntahnya hingga cairan kuning yang keluar barulah dia lega.
"Wulan, kamu kenapa, Nak? Tia apa yang Kau berikan pada Wulan hah!" hardik Mama pada Tia yang masih berdiri di belakang Wulan membawakan tisu untuk mengelap bibir Wulan yang basah.
"Maaf Ma, Tia tidak tahu. Mbak Wulan baru saja datang di saat Tia menyajikan nasi goreng di meja makan. Entah mengapa setelah mendekat meja Mbak Wulan mual dan muntah, Ma," balas Tia.
"Cepat ambilkan minyak kayu putih! Biar lega perut kakakmu. Cepat Tia!" gertak
"I-iya Ma." Tia berlari menuju kamarnya untuk mengambil minyak kayu putih yang biasa dia pakai untuk melegakan pernafasannya jika pilek. Tia membuka laci meja rias, Ridho mengamati apa yang di lakukan istrinya.
"Sayang, buat apa minyak kayu putih itu, Kamu sakit?" ucap Ridho, dia menyandarkan badannya di kepala ranjang.
"Oh ini buat Mbak Wulan, Mas. Dia muntah-muntah sampai lemas," jawab Tia. Mendengar hal itu Ridho langsung bangkit lalu turun dari ranjangnya dan keluar dari kamar.
Tia terbengong melihat suaminya yang langsung panik mendengar kakaknya sakit. Beda jika Tia sakit, hanya diminta mengambilkan obat saja, Ridho bilang walau sakit tidak boleh manja. Sedangkan hanya mendengar kabar Wulan sakit saja dia langsung bergerak menemui Wulan.
Hati Tia sangat sakit melihat suaminya lebih perhatian pada kakaknya dibanding dengan dia yang secara agama dan negara telah sah menjadi istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
vie na Ai
pinter academic koq goblok gk bisa membaca situasi min min yg logika dikit msh
2024-07-11
0
Safira Ersa
greget
2024-07-02
0
Safira Ersa
greget2
2024-07-02
0