"Maaf ya ibu-ibu, saya duluan," pamit Wulan pada ibu-ibu yang masih bergosip setelah dia membayar semua belanjaannya.
"Iya, mbak Wulan. Oh ya mbak, tunggu dulu," ucap salah satu ibu -ibu yang memakai daster merah menghentikan Wulan yang hendak kembali. "Ada apa ya, Bu?" tanya Wulan dengan wajah yang dibuat seramah mungkin.
"Anu mbak, besok minggu ada kumpulan ibu-ibu RT jadi tolong beritahukan pada mbak Tia untuk datang. Undangan masih ada di rumah saya, nanti saya antar ke rumah. Maaf kemarin belum sempat," jawab ibu itu.
"Kira-kira jam berapa dan lokasinya dimana ya, Bu?" tanya Wulan lagi.
"Jam 10 pagi Mbak, di rumah Bu RT yang ujung gang ini, rumahnya bercat hijau," jawab Ibu itu lagi.
"Oh ya terima kasih ya, Bu. Biar nanti saya beritahukan pada Tia. Untuk undangannya tidak usah ibu antar, ini sudah mewakili kok. Biar ibu tidak repot," ucap Wulan dengan senyum meyakinkan kalau informasi ini akan dia sampaikan pada Tia.
"Terima kasih ya mbak Wulan, mbak sangat baik. Oh ya mbak, saya kok kepo. Memang kalau belanja begini pakai uang mbak Wulan atau uang mbak Tia? Maaf ya mbak jika menyinggung," ujar Ibu itu lagi.
Wulan memasang wajah sendu lalu berkata," Kalau belanja memang ini uang Tia, Bu. Setiap hari saya dijatah untuk belanja, jika ada kelebihan saya harus mengembalikan pada Tia. Takut Tia marah, karena dia sangat perhitungan sekali," jawab Wulan.
Ibu-ibu lain yang mendengar pun riuh berbisik menggunjing Tia, termasuk si penjual sayur juga tidak mau kalah.
"Ikan Teri Ikan Belanak, sungguh Ngeri tuh anak," ucap Si penjual sayur geram dengan Tia yang pelit sama kakak kandungnya sendiri.
"Eh Romlah, pandai juga kau berpantun! Emang ya tuh Bu Tia gak punya hati, begitu pelit sama kakak kandung sendiri," ucap ibu berdaster hijau. Memang tiap pagi ibu-ibu di situ masih berdasteran tuk belanja, suami mereka sudah berangkat ke kantor.
"Iya donk, Romlah begitu," sahut si penjual sayur yang ternyata bernama Romlah. Wulan tersenyum menyeringai, dia menang banyak pagi ini.
"Ha Ha ... Tia tunggu saja, sebentar lagi semua milikmu akan menjadi milikku. Kau lagi-lagi harus mengalah denganku," batin Wulan.
Sedangkan dari arah seberang tampak seorang wanita yang sedari tadi menguping apa yang mereka gosipkan tentang Tia. Sementara itu Wulan masuk ke dalam rumah dengan senyum kemenangan, informasi tentang undangan arisan PKK dari ibu-ibu tadi tidak dia sampaikan kepada Tia.
"Mbak, kayaknya Mbak senang sekali sampai senyum-senyum begitu." Tia menghampiri kakaknya yang menata sayuran di lemari pendingin. "Tidak apa-apa kok, geli aja dengan gosip para ibu-ibu lambe turah depan rumah tuh. Kasihan Ibu yang tinggal tak jauh dari sini jadi bahan gosip mereka," jawab Wulan bohong.
"Oh, begitu. Memang ibu-ibu di sini suka begitu, Mbak. Aku harap Mbak tidak terpengaruh dengan mereka. Oh ya, hari ini masak apa Mbak?" tanya Tia.
"Masak lodeh dan ikan asin. Menu kesukaan Ridho," jawab Wulan dengan santai. Tia mengernyitkan alisnya, dia sendiri bahkan tidak pernah diberi tahu Ridho tentang masakan kesukaannya.
"Oh, Mbak diberi tahu Mas Ridho ya," sahut Tia lagi.
Wulan yang mendengar tergagap karena dia keceplosan dengan omongannya sendiri.
"Mmm, tadi sebelum berangkat kerja. Ridho memberi tahu Mbak kalau dia ingin makan dengan sayur lodeh dan ikan asin," ralat Wulan sekenanya. Dia takut kalau Tia mencurigainya.
"Oh gitu Mbak. Tia bantuin ya," ucap Tia sembari mengambil baskom plastik tempat mencuci sayuran. Wulan terpaksa membiarkan Tia membantunya karena tidak ingin Tia semakin curiga. Mereka berdua pun masak sampai selesai. Sayuran dan ikan asin itu Wulan tata di meja blmakan untuk makan siang nanti.
"Mbak, aku tinggal ke kamar dulu ya, sekalian nanti manggil mama dan papa untuk makan siang," ucap Tia berpamitan pada Wulan. Setelah Tia pergi, Wulan mengambil ponselnya lalu memotret menu yang ada di meja makan.
( Mas, sudah kumasakkan masakan kesukaanmu. Emoticon love)
(Terima kasih sayang, tidak sabar rasanya menjadikanmu istriku, sudah cantik, pintar masak lagi- emot peluk)
(Sabar, kita harus bermain cantik. Aku tidak ingin Tia mengetahui hubungan kita sebelum aku puas membuatnya menderita)
(Kenapa begitu sayang?)
(Karena dulu dialah yang selalu mendapat pujian dan perhatian dari semua orang)
(Terserah kau saja, Aku akan mengikuti semua kemauanmu asal nanti malam jatahku jangan lupa)
(Idiih ... Maunya!)
(Sudah ya Mas, Aku mau mengantar Tia membeli perhiasan. Tapi aku boleh kan membeli yang sama?)
(Tentu sayang, apapun yang kau pilih ambil saja. Pakai ATM yang kutitipkan pada Tia)
(Baik Mas, Terima kasih)
Setelah berbalas chat dengan Ridho, Wulan segera mandi dan bersiap karena tadi Tia mengajaknya untuk membeli perhiasan.
"Mbak sudah siap?" tanya Tia pada Wulan yang keluar dari kamarnya. Penampilan Wulan dan Tia sungguh bertolak belakang, ibarat Wulan pergi bersama pembantunya.
"Ayo, Mbak sudah siap," ucap Wulan.
"Ma, Pa ... Tia dan mbak Wulan pergi dulu ya, kalau mama dan papa mau makan siang terlebih dahulu tidak apa, semua sudah tersaji di meja makan," ujar Tia berpamitan pada ayah dan ibunya yang sedang menonton televisi di ruang tengah.
"Hati-hati di jalan. Tia ingat jangan malu-maluin kakakmu!" sahut Mama Rita. Tia sungguh terkejut, hatinya sangat sakit. Selalu itu yang diucapkan mamanya jika dia pergi bersama kakaknya. Memang penampilan Tia sederhana tapi tidaklah mengurangi kecantikan alaminya.
Tia hanya menunduk sambil menganggukkan kepalanya, sedangkan Wulan tersenyum penuh kemenangan. Merekapun pergi ke toko perhiasan dengan menaiki taksi online yang sudah mereka pesan.
Di toko perhiasan ...
"Mbak saya mau lihat cincin berbatu merah ini," ucap Tia pada pelayan toko.Namun, pelayan toko itu hanya acuh, giliran Wulan yang meminta pelayan itu langsung melayani dengan ramah.
"Maaf, Mbak. Adik saya meminta cincin yang itu. alAda stock yang samakah? Saya juga ingin membeli cincin yang sama," kata Wulan memerintah si pelayan toko.
Tia mengernyitkan alisnya, dia heran kenapa kakaknya ingin cincin yang sama. Melihat hal itu Wulan berkata, "Aku ingin kita kembaran Tia, jarang sekali kita bisa memakain barang yang sama persis. Kita bisa tukaran nantinya. Apapun milik mbak akan jadi milikmu, dan milikmu akan menjadi milik mbak," ucap Wulan seraya menggenggam tangan Tia.
"Maksud Mbak?" tanya Tia lagi.
"Ah Tidak, bukankah kita bersaudara jadi biar kita semakin dekat itu aja," balas Wulan gugup.
Tia tersenyum, karena mengira kakaknya itu tulus menyayangi dirinya.
Triing ... Notif pesan di HP Wulan terlihat di layar.
Tia sekilas membaca si pengirim bernama 'Sayangku'. Tia berpikir apakah kakaknya sudah memiliki kekasih baru, jika demikian syukurlah karena sebentar lagi pasti Wulan akan menjadi milik orang lain dan meninggalkan rumahnya.
Wulan yang masih asyik melihat-lihat tak mendengar jika HPnya bunyi. Tia melihat lagi karena notif kedua muncul, dari orang yang sama tapi kata-katanya membuat Tia curiga. Di sana tertulis tentang cincin yang Wulan beli.
Apakah Kebohongan Wulan akan terkuak?
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 298 Episodes
Comments
vie na Ai
Tia ini terllu bego sederhana ya sederhana tpi gk kek babu juga kli Tia sumai kerja kantoran km harus bisa memantaskn diri jngn muda percaya dngn orng d sekitar kita termasuk saudara
2024-07-11
0
Naraa 🌻
Tia terlalu naif udh ada tanda2 masih aja ga cari tau
2024-06-02
0
Silvia Hardianingsih
semoga
2024-05-10
1