Entah karena terbawa suasana atau memang telah berubah haluan. Malam itu, Romeo benar-benar lupa untuk mencari keberadaan istrinya Manda.
Berawal dari mengingatkan Gisel untuk makan malam saja. Obrolan ringan perihal perasaannya dan keinginannya untuk hidup sendiri di tempat terpisah. Tetapi mengapa bisa berakhir dengan kegiatan olah raga malam yang tak seharusnya mereka lakukan lagi.
“Maaf …” Ujar Romeo membersihkan bekas cairan yang ia keluarkan di permukaan kulit perut bagian bawah Gisel.
“Apakah aku kamu anggap sebagai ja lang?” tanya Gisel menyeka air matanya. Gisel tau itu dosa. Bahkan anak yang di kandungnya pun benar, seperti yang Manda katakan padanya tadi, yaitu tidak lain itu adalah anak haram.
“Tidak … jangan pernah berpikir begitu. Mungkin aku hanya terbawa perasaan. Aku tau yang kita lakukan tadi salah, tapi bukankan kamu sendiri mendengar yang dokter katakan beberapa waktu yang lalu, bahwa ibu hamil mesti di bahagiakan.” Romeo memberi alasan. Padahal sungguh, ia tak hanya bermaksud mendengarkan saran dokter, melainkan entah. Tubuhnya sungguh menginginkan untuk terus berhubungan dengan Gisel.
“Mungkin aku yang tak mengenal kepribadianmu. Atas keinginan orang tuamu yang menginginkan cucu, kamu rela membeli rahimku. Dengan ataupun tanpa ijin dari istrimu, kamu berani membuat perjanjian denganku demi mendapatkan seorang keturunan. Lalu atas saran dokter, kamu bahkan meniduriku saat hamil. Masih dengan dalih ingin membuat ku bahagia dan menjalin hubungan baik dengan calon anakmu. Tidakkah kamu sadar. Jika kamu tak beda dengan boneka mainan. Kamu tidak memiliki prinsip hidup sebagai laki-laki. Mengapa begitu mudah mengambil sebuah keputusan atas saran orang lain. Bahkan akan mejadi seorang ayah sebentar lagi.” Gisel lebih berani lagi mengungkapkan penilaiannya terhadap lelaki yang sudah dua kali mengagahinya setelah ia di nyatakan hamil.
Bagi Gisel, jika hanya sekali. Mungkin Romeo khilaf, dan tak Gisel tampik. Jika hubungan mereka sebelumnya memang karena ia yang bertingkah seolah menggoda. Sebab katanya ia sangat mencintai istrinya. Dan tak mungkin berpaling apalagi berkhianat. Tapi, ini kali kedua mereka melakukannya lagi. Apakah, ini bisa di katakana khilaf? Padahal jelas, Romeo yang tadi mengunci pintu dan melepas semua pakaian Gisel dengan lincah.
Romeo tak bisa menjawab. Ia hanya memasang kembali pakaian yang ia buka sendiri tadi. Manyunggar rambutnya, lalu sungguh pergi meninggalkan kamar itu. Meraih jaket yang ia lepas sembarang tadi, lalu pergi dengan motornya, menuju Club. Berharap menemukan ketenangan di sana.
“Sayaaaang. Kamu menjemputku?” Manda senang bukan kepalang saat melihat Romeo masuk dalam ruangan kerlap kerlip bersuara berisik itu. Ia yakin, cinta suaminya benar masih utuh untuknya. Terbukti saat tengah malam pun. Romeo masih mencari dan mengejarnya ke tempat biasa dia ningkrong dengan teman-temannya.
“Huum.” Dehem Romeo yang sesungguhnya tak sengaja melajukan motornya ketempat itu.
“Terima kasih tidak tidur dengannya malam ini.” Bisik Manda sambil mencium suaminya. Duduk di atas paha Romeo dan berbagi minuman dalam gelas yang sama bagi Manda adalah suatu kebiasaan yang sering mereka lakukan selama ini. Disaat mereka butuh refresh akan rumah tangga yang sudah berjalan 5 tahun tersebut.
Club bagi Romeo dan Manda bagai rumah ketiga setelah kantor. Mereka berdua sudah terbiasa bercumbu di dua tempat itu setelah rumah. Minuman beralkohol bagi keduanya bukan minuman yang harus di hindari, melainkan suatu yang kadang mereka butuhkan untuk menyegarkan pikiran mereka.
“Sudah kukatakan … hanya kamu yang aku cinta.” Romeo terus saja meyakinkan Manda. Padahal tak perlu harus tidur semalaman hingga pagi. Toh Gisel telah ia buat terbang ke nirwana, bersamanya tadi.
“Sayang … apa kamu setuju jika Gisel meminta untuk hidup sendiri saja hingga melahirkan?” tanya Romeo pada Manda yang sudah tak lagi normal, karena pengaruh alcohol.
“Hah … aku bahkan ingin dia tidak hidup di dunia ini selamanya.” Bahak Manda dengan suara nyaring dan penuh kegeraman.
Romeo baru tiba di sana, bermaksud ingin melepas lelah pikirannya. Tapi justru bertemu istrinya yang sedang mabuk di sana. Membawa istrinya pulang adalah pilihan yang tak bisa di tunda untuk sekarang.
Manda sudah terbaring di atas kasur empuk milik mereka di kamar. Romeo masih memeluk botol wine di dalam kamar yang sama. Bukan karena melihat Manda mabuk yang membuatnya gundah. Namun, ucapan Gisel tentangnya tadi yang membuat hatinya galau.
“Benarkah aku hanya boneka maianan?” tanyanya pada diri sendiri.
“Apa aku sungguh tak punya prinsip hidup?” bimbangnya bicara sendiri.
“Apa aku salah patuh pada orang tuaku ? Mengapa istiku meragukan cintaku? Mengapa aku seolah salah begitu ingin menyayangi calon buah hatiku?” pertanyaan demi pertanyaan Romeo ucapkan sendiri silih berganti. Hingga tak sadar meringkuk sendiri di lantai, masih dengan memeluk botol Wine yang sudah kosong setelah ia tengak.
“Kamu kenapa … ada masalah?” tanya Manda medapati Romeo yang tertidur di atas lantai kamar mereka dengan keadaan mabuk berat. Di pagi hari. Ya Manda sudah sadar, tau jika semalam suaminya yang membawanya pulang. Tetapi mengapa kini justru suaminya yang mabuk bahkan tidak tidur bersamanya. Hanya berada di atas lantai marmer yang dingin dalam kamar mereka.
“Tidak … aku baik-baik saja.” Jawab Romeo yang terbangun karena wajahnya sudah basah akibat di basuh Manda.
“Tidurlah di kasur. Dan kamu tidak usah kemana-mana hari ini.” Perintah Manda yang hafal, dengan suaminya yang pasti tidak akan bisa bangun dan beraktifitas dengan baik, setelah minum banyak seperti semalam.
“Manda … apa aku ini hanya boneka maianan?” Romeo masih ingat dengan penilaian Gisel semalam terhadapnya. Ia sungguh tersinggung atas penilaian itu. Ia, samaam baper dengan kesimpulan wanita yang hanya menjual Rahim untuknya.
“Kenapa kamu berkata begitu?” tanya Manda heran. Padahal dalam hatinya juga sangat membenarkan hal itu. Bukankah selama ini Manda sudah berhasil menjadi dalang dari wayang hidupnya ini.
“Ah … tidak lupakan saja.” Romeo kembali membenamkan dirinya pada bantal empuk. Menghabiskan waktu seharian untuk tidur saja.
“Sayang … aku mau terbang ke Milan. Ada acara reuni di sana. Apa kamu ingin ikut bersamaku?” tanya Manda yang sedang bosan dengan rumah tangganya yang kacau akibat kehadiran Gisel dan Yuniar mertuanya.
Tidak ada jawaban dari Romeo, dia sudah tenggelam dalam tidurnya. Melepas semua lelah raga terlebih jiwanya. Yang sedang kecewa dengan dirinya sendiri. Menelaah sendiri, jika sungguh ia bagai lelaki tak berguna. Tak berprinsip yang terombang ambing di kemudi oleh beberapa wanita yang ada di sekitarnya.
“Mana Romeo …?” tanya Yuniar pada Manda saat menantunya baru saja duduk di meja makan.
“Ada, masih tidur.”
“Kemana kamu semalam …?”
“Urus saja wanita penjual rahim itu. Tak usah mengurus kemana aku pergi.” Jawab Manda kasar pada sang mertua.
“Aku sudah melihat CCTV. Dan karena kamu, semalam Gisel tidak makan malam.” Waw, Yuniar sungguh protek terhadap Gisel.
Triiiing
Manda menghempas sendok dan garpu yang akan ia gunakan untuk menyuap nasi, sarapan paginya.
“Pergi saja kalian dari rumah ini. Sayangi saja wanita penjual rahim dan calon anak haram itu…!!!” Ketus Manda tanpa memikirkan etika dan segala macam bentuk tata karma terhadap orang yang lebih tua darinya.
Bersambung …
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
bunda n3
filling seorang ibu ga pernah salah
2024-05-24
0
Putri Minwa
Manda kenapa tuh
2023-11-05
1
Carlina Carlina
wah .wah.waahhh dasar manduuuuulllll😡😡😡😡😡
2023-08-02
1