Jangan tanya di mana akal sehat Gisel sekarang. Ia kini bahkan sudah menanggalkan semua harga dirinya demi uang. Dengan Dandy, suaminya sekalipun tak pernah Gisel bertingkah sebinal itu. Tapi, lihatlah kini. Ia yang lebih dahulu mengancam jiwa kelelakian seorang pria tak di kenal tersebut. Keperawanan jelas tak punya, sebab ia adalah ibu beranak satu. Menjaga marwah sebagai istri …? Baginya sudah tak perlu, sebab suaminya sendiri yang membuatnya kini berada di lembah dosa ini.
Buah jakun pria yang sempat menenggak minuman beralkohol tadi naik turun. Ia pria normal, bagaimana bisa menahan hasarat yang sukses membawanya hampir hilang kendali. Saat daun telinganya sudah lembab, akibat ulah nakal Gisel. Oh … tangan kecil itu pun sudah berpendar ke bawah bawah menuju pangkal pahanya.
“Aku Gisel … dan aku siap melayani anda, Tuan.” Gisel mengukir lukisan abstrak dengan telunjuknya di dada bidang kotak-kotak nan atletis pada pria yang kini berhasil di dudukinya.
Pria itu tak bergeming, seolah kuat menahan gejolak yang mulai berlonjak-lonjak ingin meminta di perlakukan lebih. Namun tetap saja, menengak minuman yang sedari tadi sudah Gisel sodorkan untuknya.
Ini adalah pengalaman pertama Gisel, tentu saja ia sangat amatir, segala bahasa tubuhnya dapat di baca si pria. Jika wanita di atas pahanya ini, hanya sedang berusaha menggodanya dengan cara lumrah.
Gisel menarik tangan pria yang di dudukinya tadi. Mengantar jari jemari tadi pada bagian tubuhnya agar, pria itu tertarik padanya. Agar seimbang dengan gerakan nakal jemari mungil Gisel yang sudah nyasar kemana-mana pada tubuh pria yang bahkan belum ia kenal siapa.
“Apa yang kamu inginkan …?” pertanyaan yang sejak tadi ingin di dengar oleh Gisel.
“Uang, Tuan. Saya butuh uang.” Tegas Gisel tanpa ragu. Dan ikut minum pada gelas yang sama milik pria tak di kenalnya tersebut.
“Berapa yang kamu butuhkan …?”
“300 juta.” Spontan Gisel menyebutkan nominalnya.
“Hah … itu jumlah yang banyak.” Jawab pria itu membentuk senyum sinis. Sadar, jika wanita di atas pahanya ini. Mungkin adalah wanita gila.
“Tidak seberapa, Tuan. Sebab setelahnya saya siap menjadi budak anda.”
Pria itu menatap intens wanita yang terlihat sudah mulai mabuk. Entah karena minuman atau memang sejak datang memiliki beban berat. Pria itu bukan tak bisa berpikir jernih. Tetapi tingkah yang wanita ini lakukan pada bagian tubuhnya, sungguh mulai menyiksa beberapa bagian tubuhnya. Dan itu hanya bisa di selesaikan dengan penyaluran yang sesungguhnya.
“Kamu yakin akan mau jadi budakku?”
“Apapun yang kamu minta, Tuan.” Tegas Gisel yang bahkan sudah meraih tengkuk si pria untuk ia isap bibirnya, menyerang dengan lidah lincahnya, mengabsen deretan gigi yang tersusun rapi dalam rongga mulutnya. Bahkan Gisel memaksa dan mengarahkan agar tangan kekar pria itu merem as dada padat berisinya. Membangun kemistry agar usahanya tak sia-sia dan berhenti di sini.
Pria tak jauh dari kucing yang di sodorkan ayam goreng di depan hidungnya. Tak mungkin bisa melewatkan kesempatan, walaupun itu bukan miliknya. Iman sudah lama mati, imun pun sedang dalam kondisi sehat. Degub jantungnya berirama lebih cepat, rasa penasaran ingin mencicipi tubuh yang sejak tadi menantangnya pun bangkit.
“Ikut aku.” Pria itu berdiri dan tak melepas tangan mungil di sisi kirinya. Melangkah dengan jejak langkah lebar dan terkesan terburu-buru. Menbawa Gisel keluar dari ruang berisik, berlampu warna warni tadi.
Nyali Gisel sesungguhnya ciut. Tak pernah ada dalam benaknya sekalipun melakukan tindakan seperti tadi. Tapi apa hendak di kata, ia sudah tercebur. Bukankah ia sebaiknya ia mandi saja sekalian?
Dengan bayangan tanda tanya besar namun tak berani bertanya, Gisel memilih diam selama di perjalanan. Ia membiarkan pria tadi fokus menyetir mobil mewahnya ke arah mana saja, yang pria itu inginkan. Seandainya pria itu orang jahat sekalipun, Gisel pasrah. Jika nyawanya pun harus melayang di tangan pria ini. Dan berharap akan bertemu Gavy, anaknya di keabadian. Sebab ia tak kunjung datang membawa uang tebusan.
Gisel memindai dengan cermat dengan otak yang masih bisa berpikir waras. Manyusuri bangunan tingkat 20. Dan kini mereka terarah ke puncak itu, terlihat dari angka yang di tekan oleh pria yang masih tak ia tau namanya.
Satu pintu terbuka, interior ruangan super mewah terpampang di netranya. Tata letak furtinure di dalamnya menggambarkan jelas. Mungkin ini yang orang katakan room presidential suite.
“Kamu ingin menjadi budakku … ?” tanya pria itu berdiri di hadapan Gisel.
“Ya … apapun yang Tuan perintahkan akan saya lakukan, asalkan dapat 300 juta.” Jawab Gisel yang baru saja menenangkan hatinya yang sungguh masih sangat kagum dengan kemewahan tempatnya kini berada.
“Bagaiman jika aku ingin seorang anak darimu …?” tanya pria itu terdengar menguji.
“Itu mudah, asalkan Tuan bersedia bekerja sama dalam pembuatannya.” Hah … Gisel lagi lagi menyerang tubuh pria tampan di depannya itu. Tak sulit baginya untuk menyanggupi permintaan lelaki itu. Bukankah ia sudah berniat sejak awal untuk menjual dirinya demi uang.
“Romeo. Namaku Romeo Subagia. Kurasa kita harus membuat suatu kesepakatan sebelumnya.” Lelaki itu penuh perhitungan. Walau pikirannya sudah tercampur alkohol, tapi tak berarti ia tak bisa berpikiran jernih.
“Baiklah. Apa saja syaratnya?” Gisel menunda percumbuannya. Kemudian beralih untuk mengambil ponselnya. Mencari aplikasi perekaman audio. Lalu menyodorkan ke depan pria yang baru ia ketahu namanya Romeo itu.
“Aku bahkan akan memberimu 1 M. Dan malam ini kamu berhak atas uang 100 juta sebagai DP. Setelah garis dua kamu mendapatkan 400 juta. Lalu sisanya, akan kamu terima pasca melahirkan. Tepat di saat kamu menyerahkan anak itu, untuk menjadi milikku sepenuihnya.”
“Tidak buruk. Hanya … 100 juta untuk satu malam ini, terlalu sedikit !" Ungkap Gisel agak sombong.
“Nanti akan ku tambah, tergantung bagaimana pelayananmu malam ini padaku.”
“Baiklah … ada lagi?”
“Ya … aku akan berhenti menggaulimu setelah di nyatakan positif hamil. Dan jika dalam 3 bulan kamu tak berhasil hamil. Kamu harus mengembalikan semua uang yang ku keluarkan untukmu.” Mendengar itu, ada rasa getir dalam hati Gisel. Menelan salivanya sendiri, tiba-tiba bergidik ngeri. Apakah langkahnya salah lagi, bermaksud mengurangi hutang, kini ia justru membuka peluang untuk hutang yang baru lagi, jika sampai ia tidak bisa hamil untuk Romeo.
“Oke deal.” Gisel menghalau rasa cemasnya, tetap percaya diri akan kemampuan rahim suburnya. Bukankah Dandy hanya butuh waktu satu bulan dalam hal memberikannya keturuanan.
Romeo mengangguk setuju.
“Bisa kamu ulang dengan lebih jelas dan lugas. Kita akan melakukan perekaman perjanjian agar tak saling menyalahkan di kemudian hari.” Tawar Gisel bersiap dengan icon merah pada ponselnya.
“Saya Romeo Subagia, bersedia memberikan uang sebesar 1 Milyard. Kepada …” Ucapannya terhenti sementara audio pada gawai Gisel terus bekerja.
“Gisel … namaku Gisel.” Sambungnya masih memegangi ponselnya ke arah Romeo.
“Saya Romeo Subagia, akan memberikan uang sebesar 1 Milyard kepada Gisel. Jika berhasil melahirkan seorang anak untukku. Dan setelah melahirkan. Gisel wajib pergi dari kehidupan saya, dan menyerahkan anak tersebut untuk menjadi anak kandung, yang akan saya pelihara dan didik bersama istri saya tercinta.” Dengan tegas dan pasti Romeo berhasil membuat sebuah pernyataan pada Gisel.
“Saya Gisel Maryam. Menyetujui dengan semua kesepakatan yang di buat malam ini. Dan bersedia menanggung semua akibat dan konsekuensi yang timbul jika melakukan pelanggaran dalam perjanjian ini.”
Bersambung …
Jangan hanya di baca, tapi jadikan Fav yah.
Biar Author makin semangat melanjutkannya🙏
Makasiiih😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Putri Minwa
Widih bikin kesal tuh
2023-11-01
1
Agustina Kusuma Dewi
keren..
bisa ya..
2023-08-21
1
Sri Darlina
kok bodoh sekali, suami yang berhutang,kita yg jual kehormatan
2023-07-30
1