Tamparan di pipi Gisel tentu sakit. Namun yang lebih sakit adalah hatinya. Gisel urung untuk makan malam. Hatinya kecil pun lemah. Ia tau posisinya di rumah itu. Tapi tak perlu di uraikan seperti itu pun. Ia tidak pernah ingin di perlakukan special. Gisel pun tidak bisa memilih takdir yang di berikan untuknya. Wanita di belahan bumi manapun. Tentu tidak akan pernah mau pada posisi yang sedang ia perankan.
“Hai … jabang bayi. Terima kasih kamu sudah tumbuh di sini. Aku ingin menyayangimu. Selagi kamu satu badan denganku. Tetapi, taukah kamu. Setelah kau lahir ke dunia. Kamu tak akan pernah melihatku. Kita akan berhenti bersama. Kamu hanya akan di rawat oleh Dadymu. Romeo Subagia … kamu sudah mengenalnya bukan. Nanti … kamu akan di besarkannya, dengan Mommymu … Manda namanya. Tumbuhlah dengan baik dan sehat. Sebab aku akan pergi mencari Gavy, abang mu. Aku cinta kamu. Sebab kamu adalah pahlawanku. Kuatlah di dalam sana, sampai tiba masa mu melihat dunia dengan matamu sendiri.” Lama Gisel mengusap perutnya sendiri. Membangun komunikasi dengan janin yang tentu sudah memiliki hati dan telinga. Gisel terus saja bicara dan menceritakan apapun yang bisa ia bagikan pada anak yang setelah lahir nanti, tak akan ia miliki lagi.
Romeo dan Yuniar sudah kembali tepat pukul 10 malam. Keadaan rumah tentu sudah sangat amat sunyi dan sepi. Romeo bergegas ke kamarnya dan Manda. Tapi tak mendapati istrinya di sana. Meraih gawai untuk menghubungi istri tercinta, namun nihil. Ponsel itu bahkan hanya tergeletak di atas nakas.
Sedangkan Yuniar langsung menuju dapur. Mendapati makanan yang seharusnya di makan oleh Gisel tak berkurang sedikitpun.
“Sarah … apa Gisel sudah makan?”
“E .. ah. Ti … tidak tau Nyonya.” Jawabnya terbata.
“Kamu itu bagaimana sih?”
“Tadi sudah saya ketuk dan minta keluar kamar untuk makan malam. Tapi … tidak tau setelahnya.” Jawab Sarah lagi.
“Ya sudah, nanti saya tanyakan padanya.” Yuniar segera beralih ke kamar Gisel. Mendapati wanita itu tertidur dengan posisi yang tak jelas arahnya. Sepertinya tertidur, bukan berencana untuk tidur sungguhan.
“Mau kemana …?” tanya Yuniar pada Romeo yang sudah memasang jaketnya, seperti akan hendak pergi.
“Mencari Manda, Ma.” Jawab Romei yang kehilangan istri dalam kamar mereka
“Nanti saja urusan Manda. Dia sudah dewasa. Dan bukan pertama kali dia jalan dan bepergian keluar rumahkan? Lebih baik kamu bangunkan Gisel. Dia belum makan malam. Pikirkan kesehatan bayi kalian.” Saran Yuniar seolah memerintah.
Tanpa menjawab, Romeo langsung melepas jaketnya. Lalu masuk ke kamar Gisel. Pemandangan yang sama dengan yang Yuniar lihat. Gisel tertidur, dengan kaki yang masih terjuntai di bawah ranjang.
“Mama istirahat saja. Nanti Romeo yang mengurus ibu dari calon cucu Mama.” Jawab Romeo meyakinkan sang Mama. Yuniar senang mendengarnya. Dan segera beralih ke kamaranya untuk beristirahat.
“Gisel … kenapa tidurmu begini?” umpat Romeo mengangkat kaki Gisel yang terjuntai ke bawah.
Antara mimpi dan nyata Gisel merasa tubuhnya bagai melayang di udara. Dan pelan-pelan membuka mata yang sedari tadi tertutup tak sengaja.
“Ah … aku ketiduran.” Uap Gisel saat tubuhnya sudah lurus di atas kasur empuk.
“Kamu sudah makan ?” tanya Romeo seolah perhatian, atas arahan sang Mama tadi.
“Belum.”
“Kenapa …?”
“Tidak lapar.” Jawabnya bohong. Padahal suasana hatinya mendadak rusak saat hendak makan tadi, ia di hardik oleh Manda istri Romeo.
“Kamu tidak lapar. Tapi bagaimana dengan anakku …?” tanya Romeo dengan nada datar.
“Maaf .”
“Aku temani di sana atau minta di antar ke sini ?” tanya Romeo yang bingung sendiri. Mengapa bisa bicara sebaik itu pada Gisel.
“Tidak usah. Aku bisa sendiri.” Jawab Gisel akan beranjak dari posisi tidurnya tadi.
Romeo diam saja, sambil mencoba meredakan perasaan aneh yang ada dalam hatinya. Entah mengapa. Baginya, memberi perhatian pada Gisel bukan saja karena perintah ibunya, tetapi ke sininya ia melakukan itu dengan senang hati.
Gisel sudah di depan meja makan, menghadap piring berisi nasi panas dan sup yang kuahnya sudah dingin. Karena memang telah melewatkan waktu makan malamnya.
“Kenapa … tidak enak?” tanya Romeo yang ternyata mengikuti dan memperhatikan Gisel begitu susah payah untuk menelan makanannya.
“Oh … enak kok.”
“Tapi … sepertinya kamu malas untuk memakannya.”
“Tidak . Aku hanya sedang menikmatinya dengan pelan.”Bohong Gisel menyembunyikan rasa pedih di hatinya. Saat terlintas lagi hardikan Manda padanya.
“Aku boleh menemanimu sebentar di sini …?” tanya Romeo pada Gisel saat wanita mungil itu sudah kembali ke kamarnya.
“Sebaiknya jangan. Aku tidak apa-apa sendiri. Dan anak ini, juga akan selalu ku beri pengertian atas hubungan kita ini.” Jawab Gisel menatap nyalang ke arah luar jendela.
Romeo memandang Gisel, mendapati sesuatu yang lain dari prilakunya.
“Apa ada sesuatu yang membuat pikiranmu tidak baik hari ini?” tanya Romeo peka.
“Tidak. Hanya, bolehkah aku meminta sesuatu?” Gisel memberanikan diri mengungkapkan perasaannya.
Romeo mendudukan b0kongnya pada kursi di kamar itu.
“Apa yang kamu minta …?” tanya Romeo dengan nada akrab.
“Bolehkah aku hanya tinggal sendiri di sebuah rumah? Rumahku yang dulu memang sudah hilang. Tapi, setidaknya aku masih punya uang setelah mendapat garis dua kemarin. Dan itu cukup untukku membeli rumah, serta membiayai hidupku hingga enam bulan kedepan. Sampai bayi ini lahir.” Ujarnya lirih.
“Tidak. Sejak kamu hamil. Kamu tanggung jawabku. Oh … maksudku bukan kamu. Tapi janin itu, calon anakku harus ku pastikan asupan gizi dan kebahagiaanya.” Jawab Romeo agak salah tingkah.
“Bagaimana bayi ini bahagia, jika aku tidak bahagia?” tanya Gisel menatap Romeo lekat.
Romeo berdiri menutup dan mengunci pintu kamar itu. Lalu mendekati Gisel.
“Mengapa kamu tidak bahagia di sini?” tanyanya pelan membelai perut agak buncit di depannya.
Gisel hanya diam, memejamkan matanya menikmati belaian tangan pada permukaan kulit perutnya, sebab Romeo memang sudah meyusup tangannya di balik piyama malamnya.
“Apa perhatian Mama masih kurang dalam hal memenuhi semua kebutuhanmu?”
“Justru perhatian Mama yang berlebihan yang membuat aku tidak nyaman.”
“Nanti ku sampaikan pada Mama agar tidak berlebihan memperhatikanmu.” Jawab Romeo melepas sentuhannya. Membuat Gisel tersentak dan sadar jika tangan itu memang hanya di tujukan untuk anak yang ada dalam perutnya saja. Bukan untuknya.
“Tolonglah … aku akan lebih leluasa dan senang jika hidup sendiri saja.” Ujar Gisel kemudian. Membuat langkah Romeo yang hendak keluar tadi terhenti, dan mendekati tubuh mungil tadi.
“Silahkan hidup sendiri, saat anakku tidak bersamamu. Dan selama dia bersamamu, aku akan menjamin kebahagiaan kalian berdua.” Romeo sudah terduduk di depan perut Gisel. Mencium lama di area itu, mengalirkan energy hangat pada janin di dalam sana.
Bersambung …
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
bunda n3
rumahnya ga ada CCTV-nya ya?
2024-05-24
0
Putri Minwa
semangat terus thor
2023-11-05
1
Carlina Carlina
hayooii jujur ,sm romeo hbis d tampar sm manda🤭🤭🤭
2023-08-02
1