Romeo bingung harus berbuat apa ketika malam itu ia di paksa mamanya untuk mengantarkan segelas susu yang wajib di minum oleh wanita yang sedang hamil. Saat itu memang hanya pukul 8 malam, belum terlalu malam. Namun juga sudah tidak bisa di katakan sore lagi. Saat guratan senja telah benar benar hilang, di makan oleh gelapnya awan malam yang hitam pekat.
Keseharian Gisel tidak hanya ia habiskan untuk duduk dan berdiam diri dalam kamar yang di peruntukkan padanya. Sesekali ia pun melakukan olah raga kecil, sendiri di dalam kamar yang sebenarnya telah membuat karakternya terbunuh sepi. Belum lagi Yuniar, inunda Romeo yang tidak pernah memperbolehkannya untuk beraktifitas, bahkan memasak seperti kebiasaan dan kegiatan yang baginya sangat ia sukai dan menyenangkanpun, tak boleh ia lakukan.
Tentu saja Manda semakin tak suka dengan hadirnya Gisel. Bagi Manda, melihat wujud seorang Manda pun, sudah seperti melihat hantu. Apalagi melihat ibu mertuanya memperlakukannya dengan sangat manis, ciih. Membuat hatinya semakin mendidih.
Apalagi tadi, sebelum ia naik tangga menuju kamarnya di lantai dua. Iris matanya sungguh melihat sebuah pemandangan menjijikkan baginya. Yaitu, melihat suaminya membawa sebuah nampan berisi segelas susu.
“Apakah aku memang harus jadi penghuni neraka, jika susu itu ku campurkan setetes racun!!” Pikir Manda melempar apa saja di dalam kamarnya yang kedap suara. Mana janji setia yang suaminya agungkan padanya? Mana kata cinta yang selalu bertubi-tubi Romeo gadangkan di telinganya saat setiap kali mereka membahas hadirnya wanita penjual rahim itu.
Manda bahkan sudah tidak yakin akan keteguhan hati suaminya. Sebab, saat hanya melihat Yuniar mengacak pinggingan untuk memaksanya mengantar segelas susu itu oun. Romeo tidak bisa memberi alasan untuk menolak.
Mungkin Kecurigaan Manda memang sungguh beralasan, sebab ini sudah dua jam Romeo berada dalam kamar wanita penjual rahim itu. Jika hanya paksaan dari sang ibu, mengapa lama? Mengganti pakaian, meraih kunci mobilnya. Manda pun memilih pergi dari rumah, sekedar untuk membuang stress akan permasalahan yang ia hadapi.
Padahal yang terjadi tidaklah seperti pikiran Manda. Romeo tidak berniat untuk lama di sana. Tapi, saat susu yang ia bawa tadi di letakkan di nakas. Romeo sudah segera beranjak pergi. Namun, pintu kamar itu di kunci dari luar. Belum lagi manik matanya juga tertuju pada atasan piayama yang Gisel pakai ternaik menampakkan perut buncit yang selama ini sangat ingin ia elus, raba dan ia ajak ngobrol dalam waktu yang tidak sebentar.
Romeo mendekat tepian ranjang, Bagai orang yang kehilangan akal sehat. Sungguh memulai komunikasi dengan baik pada calon penerus nama keluarga besarnya. Awalnya hanya pelan, tapi lama kelamaan tangan itu semakin nyasar saja tidak hanya di permukaan kulit perut. Tapi kadang ke bagian atas, bahkan juga terkurung di bagian bawah. Menyelinap bahkan lengket di pangkal paha Gisel yang secara alamiah semakin melembab karena ulahnya.
“Aku tau ini melanggar perjanjian kita. Tetapi, ini satu-satunya jalan yang bisa kulakukan agar anakku memiliki ikatan batin denganku, sebagai ayah biologisnya.” Ucap Romeo sebelum benar-benar melakukan sesuatu yang tentu akan menghasilkan enzim endorphin seperti saran dokter kandungan pada mereka.
“Aaah … ini tidak benar.” Serkah Gisel yang terbangun karena tangan yang membuat bagian tubuhnya melembab di bawah sana. Ia tadi tertidur, dan bermimpi sangat indah. Antara sadar dan tidak sadar ia merasakaan rabaan lembut pada perutnya, lalu terasa nyaman bagian dadanya seperti sedang di pijat-pijat, tetapi anehnya justru lebih lama di bagian bawahnya yang ia rasa semakin bsah dan terasa nyata.
Gisel duduk memperbaiki atasan piyama yang bahkan sudah tak terkancing semua. Ya … hanya tersisa kain melintang menutupi dadanya yang terlihat berisi makin penuh karena pengaruh hormone kehamilannya.
“Maaf … ia aku tau ini salah. Aku hanya ingin memastikan jika asupan gizi calon anakku cukup dari dalam kandungan.” Wajah Romeo memerah menahan sesuatu. Ia dalah pria dewasa yang normal. Bukankah ia sendiri yang berkata. Bahkan orang gila di luar sana pun bisa hamil jika memnag di settubuhi. Lalu apa bedanya kini ia dengan orang tak waras di luar sana. Saat melihat pemandangan yang baginya begitu exotis, seolah memanggil nalurinya untuk melakukan hal yang baginya wajar.
“Cukuplah ibumu memperlakukan dengan sangat baik selama mengandung. Sebab semua menu makanan sehat yang beliau sajikan setiap hari untukku. Jika hanya kecukupan gizi yang ingin kamu pastikan pada calon anakmu ini. Tapi, tolong janganlah juga, kamu pun memberikan hal lebih dari kecukupan lahiriahku. Aku merasa tak pantasmenerimanya.” Gisel mengatakan hal itu dengan begitu sendu.
Bagaimanapun, Gisel berlatar baik. Dia bukan wanita penjual diri seperti kebanyakan wanita di klub malam. Ia murni hanya sebagai seorang korban dari hutang suaminya yang bahkan kini dengan beraninya membawa pergi anak mereka.
Gisel masih dapat berpikir lurus, sadar jika uang 200 juta sungguh telah ia dapatkan dari Romeo. Kini ia bahkan telah hamil sesuai permintaan si empunya uang. Masakan ia lari begitu saja untuk mengakhiri kesepakatannya dengan Romeo perihal keinginannya untuk memiliki buah hati. Gisel bukan tipe kacang lupa pada kulitnya. Kini, ia bahkan sudah menjadi kaya setelah rahimnya terisi janin. Tapi, itu bukan alasan untuk benar-benar pergi dan mengingkari semuanya.
“Gizi bauk saja tidak cukup untuk membuat anakku sehat.” Entah apa yang marasuki Romeo. Sehingga malam itu, sorot matanya terlihat sangat begitu menginginkan Gisel. Perut tak rata, dada padat berisi di balik kain bercup itu, sungguh indah ia lihat. Tidak … jika hanya dengan matanya ia melihat, itu tidak masalah. Tidak akan mengundang sesuatu yang membuatnya menuntut untuk lebih.
Justru tangan yang terkurung dalam kain segitiga di bawah tadi yang mampu membangunkan benda miliknya yang sepertinya merindukan, tempatnya bermuara bahkan pernah sebelumnya ia rasakan. Dan itu luar bisa, juga diam-diam ia rindukan.
“Tidak Tuan Romeo … ini tidak benar. Kita sungguh sudah melanggar isi perjanjian yang kita sepakati bersama.” Tolak Gisel berusaha menjauhkan diri dari pelukan Romeo yang ia rasa semakin dekat bakhan melekat. Bibirnya yang melekat, tertaut pada bibir Gisel. Tak sengaja terbuka saat ia berbicara. Bermaksud mengingatkan jika mereka tak pantas melanggar kesepakatan.
“Permiisi … aku hanya ingin menyapa calon buah hatiku.” Kalimat terakhir Romeo sebelum ia melucutu semua pakaian yang menempael di tubuhnya, setelah iapun berhasil membuat tubuh ibu hamil itu tidak tertutup sehelai benang pun.
Gisel hanya mampu menggigit bibirnya sendiri, saat kepala Romeo kadang ke kanan kadang ke kiri. Memberi keadilan pada buahan dua yang ia lihat semakin kencang di depannya, sungguh semakin menantang baginya untuk di lahap.
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
bunda n3
modus kamu Romeo...
2024-05-24
0
Carlina Carlina
aaahhhh bisaaa aja romeo 😅😅😅😅😅😅🤭🤭🤭🤭😂😂😂
2023-08-02
1
Juan Sastra
bilang aja candu romeo ggak perlu munak deh...ggak juga pakai modus segala , embel embel demi vitamin anak , emang dasarnya nagih kan. " huh "
2023-07-25
1