Bab 6

"Nanti malam, Mas mau makan di rumah?” tanya Harum yang tengah membersihkan perabot rumah dengan kemoceng.

“Boleh, kalau enggak merepotkan kamu," jawab Hangga yang tengah duduk di depan laptop usai sarapan. Ada schedule pekerjaan yang harus ia cek sebelum pergi ke kantor

“Enggak sama sekali, Mas. Saya malah senang Mas mau makan di rumah,” sahut Harum riang. Selama dua minggu ini Hangga belum pernah sekalipun makan di rumah. Baik itu sarapan, makan siang atau makan malam.Sepertinya ucapan Harum subuh tadi yang mempengaruhi perubahan sikap Hangga.

Hangga sedikit menarik sudut bibirnya, membalas senyuman Harum. Setelahnya, ia menutup laptop dan beranjak menuju kamar untuk mengganti kausnya dengan pakaian kerja.

Harum memandang langkah Hangga yang naik ke kamar atas dengan sorot mata berbinar. Tidak menyangka, Hangga bisa berubah secepat ini. Ia mengarahkan telapak tangannya di dada. Ada desir bahagia terasa di sana. Perubahan Hangga pagi ini sungguh luar biasa baginya. Semangatnya kini mulai menyala. Semangat untuk mendapatkan hati Hangga.

“Ayo, Harum, kamu bisa menaklukkan hati Mas Hangga.” Harum berbicara sendiri sembari senyum-senyum. Tanpa disadarinya, Hangga telah turun dari kamar dengan pakaian kerjanya.

Sembari mengancing lengan kemejanya, Hangga menuruni tangga. Matanya memicing saat melihat Harum senyum-senyum sendiri.

"Kamu kenapa?” tanyanya setelah menginjakkan kaki di anak tangga terakhir.

“Eh, enggak apa-apa, Mas.” Harum menjawab kikuk. “Mas mau berangkat sekarang?”

“Iya.” Hangga menjawab sembari merapikan pakaiannya.

Harum segera menyimpan kemocengnya, lalu pergi ke teras samping untuk mengambil sepatu Hangga. Ia pernah melakukan hal ini di hari-hari pertama pernikahannya, tetapi Hangga menolak dan melarang untuk mengurusinya.

“Sepatunya, Mas.” Harum meletakkan sepatu hitam mengkilat itu di dekat kaki Hangga.

“Terima kasih, Rum.” Jika hari-hari sebelumnya Hangga selalu marah dan menolak pelayanan Harum, maka pagi ini pria bertubuh jangkung itu mulai bersikap hangat.

Harum berdiri setia di samping Hangga sembari memperhatikan suaminya yang tengah memakai sepatu. Hangga memang tampan. Kulitnya tidak putih, namun juga tidak hitam. Warna kulit yang pas untuk orang Indonesia. Alisnya hitam dan rapi. Hidungnya tinggi dan mancung. Yang menjadi favorit Harum adalah cekungan di pipi kala Hangga tersenyum. Lesung pipi itu membuat Hangga tidak hanya tampan, tetapi juga sangat manis.

Satu lagi, pria berusia 26 tahun itu memiliki cambang yang membuatnya makin menawan.

Setelah memakai sepatu, Hangga meraih tas kerjanya. Tanpa mengucap sepatah kata pun, ia pergi menuju mobilnya.

“Mas Hangga,” panggil Harum saat Hangga baru keluar pintu.

“Ya.” Hangga menghentikan langkahnya dan menoleh pada Harum.

Hangga melihat Harum berjalan mendekatinya. Setelah dekat, istrinya itu mengelap tangan di baju daster yang dikenakannya. Kemudian meraih tangan kanannya untuk salim.

“Hati-hati, Mas,” ucap Harum setelah salim.

Menatap Harum sejenak, Hangga menganggukkan kepalanya. Setelahnya, ia masuk ke dalam mobil dan melajukannya.

Setelah melepas kepergian Hangga, Harum kembali masuk ke rumah. Ia duduk di meja makan sembari berpikir tentang masakan apa yang akan dimasaknya.

Hangga sudah menyetujui akan makan malam di rumah. Harum berencana menghidangkan masakan spesial untuk momen pertama suaminya makan malam di rumah.

Setelah beberapa saat berpikir dan belum juga menemukan ide masakan, akhirnya Harum memutuskan untuk menelepon Bu Mirna. Ibu mertuanya itu pasti mengetahui menu masakan kesukaan Hangga.

*

Hangga duduk di meja kerjanya sembari membuka ponsel. Ia sedang menatap foto-foto dalam galeri ponselnya yang dipenuhi oleh foto seorang perempuan yang sangat dicintainya. Natalia Friska Wayong.

Hangga dan Nata telah menjalin hubungan yang lama sejak saat masih kuliah dulu. Mereka saling mencintai meski perbedaan menghalangi keduanya.

Perbedaan itulah yang membuat kedua orangtua Hangga tidak dapat merestui hubungan mereka. Perbedaan itu pula yang membuat Hangga kesulitan untuk melangkah menyatukan cinta dalam sebuah ikatan pernikahan bersama Nata.

“Mas Hangga, ada yang nyari tuh,” kata seorang satpam kepadanya.

“Siapa?”

“Biasa, Ayang Beb,” goda satpam berkulit hitam itu.

Hangga tahu persis bahwa yang dimaksud satpam tersebut adalah Nata, kekasihnya.

“Makasih, Pak,” ucap Hangga sebelum bergegas menemui Nata di lobi kantor.

Saat ini adalah sudah masuk jam istirahat sehingga banyak karyawan hilir mudik. Ada yang pergi ke kantin, ada yang memilih makan di luar kantor dan ada pula yang pergi ke musala untuk menunaikan kewajiban waktu zuhurnya.

Dengan langkah semangat, Hangga berjalan menuju lobi. Ia pun sudah sangat rindu pada Nata. Lebih dari dua minggu mereka tidak bertemu, karena kekasihnya itu tengah pulang kampung ke daerah asalnya di kota Manado.

Sampai di lobi, Hangga malah tidak menemukan Nata di sofa tunggu lobi. Hangga menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri mencari keberadaan pujaan hatinya.

“Door!” Nata menggoda Hangga dengan mengejutkannya dari belakang.

Hangga berbalik badan, lalu menjawil gemas pipi Nata. Seandainya saja bukan di tempat kerja, ia pasti sudah meraih perempuan cantik itu ke dalam pelukannya.

“Kok sudah pulang? Katanya mau sebulan di sana?” lontar Hangga.

“Memangnya kamu mau aku lama-lama di sana? Yakin enggak bakalan kangen?” Nata mengerucutkan bibirnya.

“Mana mungkin aku enggak kangen kamu.” Hangga mengusap pelan puncak kepala gadis berambut sebahu itu.

“Sedetik aja enggak ketemu kamu itu berasa kaya seribu tahun. Nah, kalau lebih dua minggu enggak ketemu, jadi berasa berapa tahun? Ayo itung sendiri,” gurau Hangga.

“Idih gombal.” Nata tertawa renyah. “Coba kamu yang itung, katanya kamu jago matematika,” sahutnya.

“Aku enggak jago matematika. Jagonya menyayangi kamu,” kata Hangga lagi.

Nata mencebik. "Daripada ngegombal, kita makan, yuk!” ajak Nata.

“Ayo! Makan di mana kita?”

“Ke kedai sop duren ya,”usul Nata.

“Enggak, enggak, jangan di sana,” tolak Hangga cepat.

Kedai sop duren yang dimaksud Nata adalah kedai milik orang tua Hangga yang setahun ini telah membuka cabang di kota Tangerang.

“Kenapa sih, orang aku suka sama menu di sana. Meskipun kedai itu punya orangtuamu, tapi aku bayar kok, enggak gratisan makannya,” protes Nata.

Selama ini Hangga memang kerap menolak jika Nata mengajaknya untuk mengunjungi kedai tersebut.

“Iya, iya, kalau mau nanti aku bungkusin buat kamu. Tapi sekarang kita makan nasi aja ya. Aku lagi pengen makan nasi. Di kedai enggak ada menu nasi kecuali nasi goreng,” kilah Hangga.

Sebenarnya ia sendiri pun tidak tahu pasti menu di kedai sop duren yang sangat terkenal di kota kelahirannya itu. Ia menolak membawa Nata ke sana dikarenakan khawatir Bu Mirna akan mengetahui kalau ia masih berhubungan dengan Nata. Bisa saja ‘kan ada karyawan kedai yang melaporkannya pada sang ibunda.

Akhirnya Nata mengalah, dan menurut saja pada keputusan Hangga. Kekasihnya itu membawa ke sebuah rumah makan bebek goreng tidak jauh dari kantornya.

“Gimana kabar papamu?” tanya Hangga di sela menunggu pesanannya. Mereka duduk berhadapan dengan berselang sebuah meja kecil.

“Sudah lebih baik,” jawab Nata.

Kepulangannya ke Manado adalah karena kesehatan sang papa yang menurun.

“Syukurlah. Semoga papamu bisa sehat kembali.” Hangga menjulurkan tangan, mengusap punggung tangan Nata untuk memberi kekuatan sekaligus tanda bersimpati.

“Terima kasih,” ucap Nata. Gadis itu kemudian menundukkan kepala seolah tengah memikirkan sesuatu.

“Sayang, ada apa?” selidik Hangga.

“Papa maunya aku tetap di sana. Papa maunya aku cari kerja di sana. Papa maunya aku tinggal di sana menemani Papa. Terus aku bilang, aku enggak bisa tinggal di sana,” tutur Nata.

“Biar saja lah, Papa juga punya istri yang bisa merawatnya,” sambung gadis berkulit putih bersih itu.

Sejak belia, saat sang mama berpulang ke pangkuan Tuhan, Nata memang tidak tinggal bersama papanya. Ia diasuh oleh neneknya dan tinggal di Jakarta.

“Yang penting kamu selalu mendoakan papamu,” sahut Hangga. Hubungannya dengan Nata yang sudah berjalan lama membuat Hangga cukup mengetahui kisah kehidupan keluarga Nata.

“Kamu tahu enggak, kenapa aku enggak bisa tinggal di sana sama Papa?” lontar Nata.

“Kenapa memangnya?” Hangga balik bertanya.

“Karena aku enggak bisa jauh dari kamu, Hangga. Aku sangat mencintai kamu,” ujar Nata menatap Hangga tidak berkedip.

Hangga menggenggam tangan Nata. “Aku juga cinta kamu, Nata.”

“Hangga.“

“Hemm.”

“Apa suatu hari nanti kita bisa menikah?” tanya Nata menatap lekat lelaki pujaannya.

Terpopuler

Comments

Nasriati Bakri

Nasriati Bakri

kenapa baca novelmu thor seakan aku menbaca kisah ka2k laki2ku menikah dg wanita di jodohkan dgnnya dan meninggalkan kekasihnya di manado pdh sangat mencintainya namun perbedaan keyakinannya yg mengharuskan menyalani perjodohan walaupun bundaku sangat menyayangi ka micke tp dlm agama kami tk bisa menikah berbeda keyakinan.tapi ka2kku setia pd istrinya walaupun tk memiliki anak smpai skrg.bersyukurnyaf dia dan ka micke mereka bershbt sampai hr ini.

2023-11-28

0

Inaqn Sofie

Inaqn Sofie

sebenarnya paling mals baca rumah tangga yg ada pihak ke 3 seperti ini waluoun alur cerita nya entah siapa yg menjadi ke 3 disini ..tp kalo cerita nya lempeng atau manis aja juga g enak di baca padahl di dunia nyata paling senang hidup yg manis2✌✌ semangt mb thornya

2023-11-13

2

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

biasanya tulisan musala itu
mushola
salat itu shalat 🙏🤭

2023-03-06

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Extra part
123 Extra part 2
124 Extra part 3
125 Extra part 4
126 Sekilas Tentang Inara
127 Extra part Inara 2
128 128
129 129
Episodes

Updated 129 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Extra part
123
Extra part 2
124
Extra part 3
125
Extra part 4
126
Sekilas Tentang Inara
127
Extra part Inara 2
128
128
129
129

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!