Bab 4

Pukul 07.30 pasangan pengantin baru itu telah duduk di meja makan menikmati sarapan bersama kedua orangtua Hangga.

Menu sarapan nasi putih lengkap dengan rendang sisa pesta semalam yang tentu sudah dihangatkan. Kentang mustofa favorit Bu Mirna dan telur rolade juga tersaji di atas meja.

“Padahal seharusnya enggak buru-buru pindah kayak gini loh. Tinggalah sehari dua hari lagi di rumah ibu. Kalian itu ‘kan masih pengantin baru.” Bu Mirna melayangkan protes setelah Hangga memutuskan untuk segera pindah ke kediamannya. Padahal belum pas 24 jam putranya itu menikah.

“Justru karena pengantin baru, makanya pengen cepat-cepat pindah,” kilah Hangga. Lalu melirik Harum yang duduk di sisinya. “Iya ‘kan, Rum?”

Yang dilirik justru tengah menunduk seperti tengah memikirkan sesuatu.

“Aww!” Harum terpekik kecil saat merasakan tendangan pelan di kakinya. Sontak ia menoleh pada Hangga. Laki-laki itu menendang kaki Harum di bawah meja sebab Harum tak kunjung menyahut ucapannya.

“Iya agar kita bisa belajar hidup mandiri,” sahut Harum akhirnya, setelah agak syok beberapa saat.

Meskipun sesungguhnya ia merasa keberatan dengan keinginan sang suami, serta merasa tidak enak dengan sang mertua. Pulang cepat ke kediaman Hangga artinya tidak dapat ikut membantu membereskan rumah yang masih berantakan usai hajatan.

Selepas salat subuh tadi, Hangga menyuruh Harum untuk berkemas lalu mengajaknya bertemu Bu Mirna untuk mengutarakan keinginan Hangga agar diizinkan pulang hari ini juga. Hangga tahu ibunya sangat menyayangi Harum. Mungkin omongan Harum akan lebih didengar dibandingkan omongannya.

“Namanya juga pengantin baru, Bu. Mungkin mereka enggak mau ada yang ganggu.” Pak Hendra--ayah Hangga turut menimpali.

“Ya sudah, kalau itu mau kalian. Tapi, ibu dan bapak enggak bisa ikut mengantar kalian karena di sini masih repot.” Meskipun berat, akhirnya Bu Mirna menyetujui keinginan putranya.

“Iya, Bu, enggak apa-apa. Ibu sama Ayah bisa mengunjungi kami nanti.” Hangga meraih tangan Harum lalu menggenggamnya. “Atau nanti kami yang ke sini nengok Ibu dan Ayah. Iya ‘kan Rum?” katanya sembari mengulas sebuah senyuman manis kepada Harum.

Harum mengangguk kikuk. Ada degup yang terasa memukul-mukul jantungnya. Hangga semakin menawan kala tersenyum. Lesung di pipi membuat pria bercambang tipis itu semakin manis.

Akan tetapi, ia masih belum memahami sikap Hangga. Sikapnya terasa dingin kala tengah berdua dengannya tadi di kamar pengantin. Namun, saat ini justru kehangatan yang tengah ditunjukkan Hangga.

“Ibu hanya bisa berdoa, semoga kalian selalu rukun dan bahagia. Dan ibu sangat berharap semoga kalian bisa cepat memberikan ibu cucu,” harap Bu Mirna.

Hangga menarik napas pelan mendengar harapan ibundanya. Keinginan Bu Mirna terlalu berat baginya. Jika saja yang dinikahi olehnya adalah Nata, ia yakin dapat bekerja keras penuh semangat untuk mewujudkan keinginan ibu untuk mendapatkan cucu.

“Kamu harus memperlakukan Harum dengan baik selayaknya seorang suami memperlakukan istrinya,” petuah Bu Mirna seolah mengetahui apa yang dipikirkan Hangga. Kemudian wanita paruh baya itu melirik pada sang menantu dan berucap, “Rum, kalau Hangga menyakiti kamu, lapor sama Ibu ya.”

Harum yang tadi menunduk, menoleh pada Hangga yang duduk di sampingnya. Sorot mata keduanya beradu. Menatap Hangga sejenak lalu beralih menatap sang ibu mertua. “Mas Hangga laki-laki yang baik. Saya yakin Mas Hangga tidak akan pernah menyakiti saya,” sahutnya penuh keyakinan.

Dua jam usai sarapan, pasangan pengantin baru itu bersiap pulang.

“Ibu maaf ya, saya enggak bisa ikut bantu-bantu beres rumah,” ujar Harum saat sang mertua mengantarnya hingga ke teras.

"Enggak apa-apa, Rum. Lagi pula beres-beres rumah setelah resepsi pernikahan itu bukan tugas pengantin baru. Kalian fokus saja usaha memberikan cucu untuk ibu dan Ayah,” kata Bu Mirna yang sukses membuat Harum merona malu.

“Masalah beres-beres rumah biar ibu yang urus, gampang, banyak yang bantu kok,” kata ibu mertua Harum lagi.

"Ibu enggak usah ikut beres-beres rumah. Nyuruh orang aja. Jangan sampai ibu kecapean terus sakit,” sahut Hangga sembari memasukkan tas besar lusuh milik Harum yang kemungkinan berisi pakaian ke dalam mobil. Sementara Hangga, tidak membawa apa pun kecuali baju yang melekat di tubuhnya.

“Iya, ibu tahu. Tapi, tetap ibu harus menemani orang yang mau beres-beres rumah. Masa ibu tinggal.”

“Pokoknya ibu enggak boleh kecapekan. Hangga enggak mau ibu sakit.”

“Kalau kalian cepat bisa kasih ibu cucu, insyaallah ibu akan selalu sehat.”

“Tuh, dengerin ibumu. Kalau dikasih cucu, ibu akan sehat. Makannya beri ibumu cucu yang banyak biar sehat terus. Semakin banyak cucu, akan semakin sehat ibumu,” timpal Pak Hendra.

Hangga kembali mendesah gelisah dalam hati.

Permintaan yang berat.

“Kami berangkat sekarang, Bu, Pak.” Tidak mau berlama-lama membahas obrolan tentang cucu, Hangga memilih untuk segera berangkat secepatnya. Ia mengulurkan tangan, salim kepada ibunya, lalu ayahnya.

“Hati-hati ya, Nak. Kalau sudah sampai, jangan lupa kabari Ibu,” pesan Bu Mirna kepada pasangan pengantin baru itu.

“Iya, Bu, insyaallah,” sahut Hangga.

Setelahnya, gantian Harum yang berpamitan dan menyalami kedua mertuanya.

“Dua minggu ini lebih baik kamu di rumah saja, Rum. Tidak usah mengurusi kedai dulu. Banyak karyawan di sana yang menangani kedai. Ibu menikahkan kamu dengan Hangga bukan untuk menjaga kedai, tapi menjaga Hangga,” tutur Bu Mirna setelah melepas pelukan perpisahannya dengan sang menantu.

“Enggih, Bu,” sahut Harum santun.

“Dan yang paling penting, ibu ingin segera mendengar kabar baik dari kalian. Semoga kamu cepat hamil, dan ibu segera mendapatkan cucu.” Lagi-lagi Bu Mirna mengutarakan keinginan untuk segera mendapatkan cucu. Mungkin karena hanya memiliki seorang anak saja, yaitu Hangga, maka ibu mertuanya ngebet ingin segera punya cucu.

“Amin. Insyaallah, kami tidak akan menunda untuk mendapatkan momongan. Doakan kami, ya, Bu,” sahut Harum tersipu.

Agar mendapatkan anak tentu ada proses panjang yang harus dilalui, bukan? Itulah yang membuat Harum tersipu malu.

“Pasti. Ibu akan selalu mendoakan kalian.” Bu Mirna sekali lagi memeluk Harum. Kemudian melepas kepergian putra dan menantunya dengan lambaian tangan.

*

Hangga melajukan mobilnya tanpa sekejap pun melirik Harum yang duduk di sebelahnya. Sementara Harum, beberapa kali melirik dan menoleh pada suami di sampingnya dengan penuh kebingungan.

Bingung tentang topik obrolan apa yang akan dibicarakannya selama menempuh perjalanan Cilegon-Tangerang. Ia tipkal orang yang tidak pandai larut dalam obrolan.

“Biasanya berapa jam sampai sana, Mas?” tanya Harum berbasa-basi membuka obrolan.

“Dua jam,” jawab Hangga datar, tanpa sedikit pun melirik Harum.

“Oh.” Harum mangut-mangut sembari melirik suaminya sekejap.

“Kalau boleh tahu, kenapa Mas Hangga buru-buru pulang? Padahal Ibu ingin kita bisa menginap beberapa hari lagi.” Harum memberanikan diri bertanya. Bukan, lebih tepatnya karena tidak tahu mau mengobrol apa, akhirnya pertanyaan itu yang terucap dari bibirnya.

“Saya ‘kan udah bilang, besok saya harus kerja,” jawab Hangga masih dengan intonasi datar dan tetap fokus pada jalanan di depannya.

“Memangnya Mas Hangga enggak mengajukan cuti?”

“Enggak.”

“Kenapa? Bukannya karyawan yang menikah itu biasanya mendapatkan cuti ya?”

“Bisa enggak sih, kamu enggak usah banyak tanya!” sahut Hangga ketus.

Ucapan Hangga yang terdengar seperti bentakan sontak saja membuat Harum bungkam, tidak berani bertanya lagi.

Saat ini Harum hanya berharap agar sang waktu dapat mempercepat perjalanannya.

Lebih bagus lagi jika mobil ini mempunyai kemampuan teleportasi.

Terpopuler

Comments

camel

camel

pemeran utama disini si Hangga, harum cuma pajangan, walaupun bercerai tetap balikan lagi,, yg paling bahagia siHangga udah dapat 2 wanita yg dibawa tidur,, kurang respek. kecewa sih

2023-02-05

1

Safitri Agus

Safitri Agus

baru satu hari nikah udah 2 x mmbentak istrinya.

2022-12-21

0

Najwa Aini

Najwa Aini

mulai nih galaknya Hangga

2022-11-08

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Extra part
123 Extra part 2
124 Extra part 3
125 Extra part 4
126 Sekilas Tentang Inara
127 Extra part Inara 2
128 128
129 129
Episodes

Updated 129 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Extra part
123
Extra part 2
124
Extra part 3
125
Extra part 4
126
Sekilas Tentang Inara
127
Extra part Inara 2
128
128
129
129

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!