Bab 15

“Mas Hangga.” Harum yang masih mengenakan mukena berlari mengejar Hangga yang sudah masuk mobil dan duduk di belakang kemudi.

Baru juga selesai salat Magrib, suaminya itu sudah mau pergi lagi. Padahal pagi tadi, Hangga sudah pergi keluar rumah hingga sore. Sekarang adalah hari Sabtu. Harum tahu Hangga libur di hari tersebut.

Apa tidak bisa jika di hari libur, Hangga berdiam di rumah saja? Memanfaatkan waktu libur untuk membangun hubungan bersama istri yang dinikahi karena perjodohan.

“Ada apa?” Hangga melirik malas pada Harum.

“Ma-mas Hangga mau ke mana?” tanya Harum ragu.

“Apa urusan kamu? Saya mau ke mana itu terserah saya!” Pria yang mengenakan kaus lengan panjang casual warna navy dipadukan dengan celana Chino warna krem itu menjawab dingin.

“Tadi pagi Ibu telepon, katanya Ibu dan Ayah mau datang ke sini.” Harum berujar tenang, meskipun ucapan Hangga terdengar ketus di telinganya.

“Beneran?” Hangga menatap Harum serius. Istrinya itu menjawab dengan sebuah anggukan.

“Kapan?” Hangga yang masih duduk di dalam mobil bertanya lagi.

“Waktu pagi tadi telepon, Ibu bilang akan datang sore, tapi sampai sekarang Ibu dan Ayah belum datang,” jawab Harum.

“Kenapa kamu enggak bilang dari tadi!” Hangga berdecak kesal sembari melepas seatbelt yang sudah terpasang.

‘Bagaimana mau bilang, kalau tadi pagi kamu pergi tanpa pamit dan sore pulang tanpa sapa.’ Ingin sekali Harum berkata seperti itu, mengungkapkan unek-unek hatinya.

“Maaf, Mas." Harum hanya bisa berucap kata maaf.

Hangga turun dari mobil, lalu kembali masuk ke dalam rumah. Harum mengikuti langkah suaminya itu. Duduk di sofa, Hangga melakukan panggilan telepon ke nomor ibunya.

“Halo, assalamualaikum.” Hangga mengucap salam begitu panggilan telepon itu dijawab oleh sang ibunda.

“Waalaikum salam, Nak. Gimana kabarmu dan Harum?”

“Kabar Hangga baik-baik saja, Bu. Harum juga baik. Ibu dan Ayah di sana sehat-sehat ‘kan?”

“Alhamdulillah. Insyaallah ibu dan ayahmu sehat.”

“Kata Harum, Ibu dan Ayah mau ke sini?”

“Iya, Nak. Tadi ibu dan ayah mau berangkat siang, tapi Mang Usman sedang ada halangan, jadi tidak bisa menyopiri kami.”

“Apa Hangga jemput saja, Bu?”

“Tidak usah, Nak. Insyaallah besok ibu dan ayah bisa ke sana dengan diantar Mang Usman.”

“Ya sudah, kalau Ibu tidak mau dijemput. Bilang sama Mang Usman, besok bawa mobilnya hati-hati.”

“Tidak usah mengkhawatirkan kami, Nak. Lebih baik kamu mengkhawatirkan istrimu. Bagaimana, apakah di tiga minggu pernikahan ini kamu sudah membahagiakan istrimu?”

Pertanyaan Bu Mirna menohok hati Hangga.

“Iya, Bu. Hangga selalu berusaha untuk membahagiakan Harum,” sahut Hangga sembari melirik Harum yang turut duduk di sofa.

Sementara yang dilirik hanya bisa melipat bibir, mendengar ucapan semanis madu, sepahit empedu.

Berusaha membahagiakan bagaimana, malah yang ada kini suaminya itu semakin jarang ada di rumah.

Setelah lima belas menit mengobrol banyak hal bersama kedua orangtuanya, juga mendengarkan petuah terutama soal pernikahan, Hangga mengakhiri panggilan teleponnya dengan sang ibunda.

“Rum, cepat ganti baju!” titah Hangga setelah panggilan telepon terputus.

Harum terkesiap mendengar titah Hangga. Beberapa saat kemudian baru menyadari dirinya masih mengenakan mukena. Pantas saja Hangga menyuruhnya untuk ganti baju. Pikir Harum.

“Aku mau ajak kamu keluar.” Hangga seolah mengerti pertanyaan di benak Harum meski tidak diucapkan.

Harum kembali terkesiap. Tidak menyangka Hangga akan mengajaknya keluar. “Iya, Mas,” sahutnya dengan senyum merekah.

Buncah bahagia seketika hadir mengisi hati Harum. Setelah tiga minggu pernikahan akhirnya Hangga mengajak keluar. Keluar itu sama dengan jalan ‘kan?

Apakah artinya Hangga mengajaknya malam mingguan? Mengingat malam ini adalah malam minggu.

“Ayo cepat ganti baju sana. Biar tidak kemalaman,” titah Hangga lagi.

Tanpa membalas ucapan suaminya, Harum gegas pergi ke kamar dengan hati buncah.

Di depan cermin lemari pakaian minimalis dua pintu, ia berdiri sembari memegangi dadanya, merasakan debaran bahagia yang bergejolak di sana.

Sementara di ruang tamu, Hangga tengah mengetikkan pesan untuk Nata. Seharian tadi, ia menemani Nata mencari kontrakan.

Bersyukur akhirnya ada kontrakan yang cocok dan disukai Nata, meskipun tidak bisa langsung ditempati. Harus menunggu satu minggu ke depan sebab kontrakan yang baru selesai dibangun itu belum rampung sempurna, masih dalam tahap pengecatan.

Malam ini, mereka berjanji untuk menghabiskan malam Minggu dengan menonton film di bioskop, tempat favorit kencan mereka. Namun, mau tidak mau Hangga harus membatalkan rencana tersebut dikarenakan kabar akan kedatangan orangtuanya.

Hangga : [Yang, maaf. Nontonnya cancel dulu ya. Orangtuaku mau datang ke rumah]

Hangga : [I’m so sorry ]

Hangga : [Love U]

Nata yang sedang dalam mode online, langsung membalas pesan Hangga.

Nata : [Mau gimana lagi 😢]

Nata : [Salam buat orangtuamu ... jika memungkinkan]

“Mas, aku sudah siap.” Hangga yang tengah mengetik balasan pesan untuk Nata sontak mendongakkan kepala mendengar seruan Harum.

Harum berdiri seraya tersenyum manis di hadapan Hangga. Tema casual menjadi pilihan OOTD Harum malam ini.

Mengenakan kaus sweeter warna navy dipadukan dengan rok plisket warna krem, serta jilbab segitiga warna navy yang salah satu ujungnya dibiarkan menguntai, sementara pada ujung jilbab lainnya tersemat bros cantik pada dada kanannya.

Untuk malam spesial pertamanya dengan Hangga, Harum merias wajahnya dengan make up tipis, namun lebih 'wah' dari biasanya.

“Oh, iya,” sahut Hangga setelah menatap Harum beberapa jenak. Ia membatalkan pesan balasan untuk Nata yang baru diketik dua huruf saja. “Duduk dulu, Rum,” titah Hangga selanjutnya.

Harum menurut dan mengambil posisi duduk berjarak di sebelah Hangga.

Setelah Harum duduk, Hangga meraih dompet yang tergeletak di meja bersama kunci mobil. Kemudian ia mengambil sesuatu dari dompetnya.

“Ini pegang sama kamu,” ujar Hangga menyodorkan sebuah kartu ATM.

Sejak menikah, Hangga belum pernah sekalipun memberikan nafkah baik lahir maupun batin. Ia sengaja tidak memberikan sepeserpun uang kepada Harum dengan tujuan agar Harum kesal lalu menggugat cerai.

Kalau ia tidak bisa menceraikan Harum karena ibunya, maka ia berpikir untuk membuat Harum yang menggugat cerai dirinya. Begitu yang sempat terlintas di pikiran Hangga.

Namun, sekarang Hangga malah khawatir perbuatannya itu akan dilaporkan Harum kepada orangtuanya. Jika itu sampai terjadi, ibunya pasti akan marah. Dan yang lebih ditakutkan Hangga adalah ibunya akan “ngedrop” lagi kesehatannya.

Maka dari itu, kini ia memutuskan untuk memberi salah satu kartu ATM miliknya kepada istri yang telah dinikahinya itu sebagai nafkah lahir darinya.

“Terima kasih, Mas,” ucap Harum kala menerima kartu sakti itu dari tangan Hangga.

Hatinya mengucap syukur karena Hangga kini mau menafkahinya. Meskipun baru nafkah lahir. Mungkin nafkah batin akan menyusul nanti. Begitu pikir Harum.

“Pakai untuk kebutuhan kamu dan kebutuhan sehari-hari" ujar Hangga.

“Iya, Mas.”

“Oya nomor PINnya ....” Hangga menjeda sebentar ucapannya. “300498,” lanjutnya.

“Iya, Mas.”

Otak Harum langsung menebak kalau deretan angka tersebut adalah tanggal, bulan dan tahun lahir seseorang. Tapi, hari kelahiran siapa? Batin Harum bertanya-tanya.

Harum tahu jika deretan angka tersebut bukan hari lahir Hangga, Bu Mirna ataupun Pak Hendra. Karena di setiap momen yaumul milad ketiga orang tersebut, ada acara santunan rutin kepada anak yatim. Dan kadang-kadang Harum yang ditugaskan untuk mengurus hal tersebut. Sehingga Harum hafal betul tanggal dan bulan lahir Hangga dan kedua mertuanya.

“Ayo kita berangkat sekarang biar enggak kemalaman,” ujar Hangga seraya bangun dari duduknya.

Sebelum melangkah, Hangga kembali memindai tampilan Harum, dari atas ke bawah. Ia baru menyadari bahwa mereka terlihat seperti pasangan sesungguhnya sebab warna pakaian yang mereka kenakan sama. Baju atasan warna navy, dan bawahan warna krem.

Terpopuler

Comments

Enung Samsiah

Enung Samsiah

hngga sibuk bngett ngurusin pacar,, sdngkn istri di ajak bru seklai juga krna takut ortu,,, ktanya takut Tuhan,,,, kudu di emrin

2023-04-10

0

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

lahhh emang kmu pasangan sesungguhnya ada buku nikah nya jehh,,gimana kamu ngga😅

2023-03-07

0

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman

yg pasti bkn tanggal lahir bln dan taun kmu rumm
jngn geer
mungkin next time yaa
jdi sabarr

2023-03-07

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 Bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
113 Bab 113
114 Bab 114
115 Bab 115
116 Bab 116
117 Bab 117
118 Bab 118
119 Bab 119
120 Bab 120
121 Bab 121
122 Extra part
123 Extra part 2
124 Extra part 3
125 Extra part 4
126 Sekilas Tentang Inara
127 Extra part Inara 2
128 128
129 129
Episodes

Updated 129 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
Bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112
113
Bab 113
114
Bab 114
115
Bab 115
116
Bab 116
117
Bab 117
118
Bab 118
119
Bab 119
120
Bab 120
121
Bab 121
122
Extra part
123
Extra part 2
124
Extra part 3
125
Extra part 4
126
Sekilas Tentang Inara
127
Extra part Inara 2
128
128
129
129

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!