Gaby menatapnya bingung. Lalu melihat gelang di tangannya dengan tak mengerti. Dia membuang pikirannya yang akan mulai meliar. Bergegas menyusul orang-orang yang ingin turun di stasiun.
Matanya segera terpukau melihat arsitektur stasiun pusat di kota ini. Sangat indah dan megah. Gaby berjalan-jalan di dalam stasiun lebih dulu. Mengambil beberapa foto di spot menawan. Dengan sedikit melangkah, dia bisa menemukan sudut-sudut stasiun lama yang masih dipertahankan keasliannya.
Setelah memuaskan mata, dia mulai keluar dan mencari tempat menginap yang telah dipesannya, dengan gps. Lewat internet, didapatnya hotel murah yang berada tak jauh dari beberapa spot cantik yang sudah diincarnya. Harusnya lokasi itu bisa dicapai dengan berjalan kaki saja.
Cuaca yang bagus, mendukung rencananya untuk cuci mata di sepanjang jalan. Kota Glasgow harusnya sama tua dengan Edinburgh, tapi bangunan tua kota ini memiliki ciri khas sendiri. Itu membuatnya sangat layak untuk dikunjungi.
Sebuah cafe elegan mengundangnya untuk mampir dan mengistirahatkan kaki sejenak. Bangunan tua yang cantik dan masih sangat terawat. matanya memandang penuh ketakjuban ke sekeliling tempat itu.
"Kita bertemu lagi, Nyonya," sapa seseorang. Dia adalah pria yang ditemui Gaby di kereta. Tapi kini pinggang pria itu dilapisi dengan celemek berlogo cafe. Sebuah buku menu di tangan, menghentikan pertanyaan yang baru akan dilontarkan Gaby.
"Kau bekerja di sini?" tanya wanita muda itu.
"Ya. Sudah sejak cafe ini berdiri!" jawabnya dengan senyum lebar.
Gaby tertawa kecil. Dia mengerti lelucon semacam itu. Pria ini mungkin pemilik cafe dan berusaha merendah. Atau ini usaha keluarganya.
Dengan bertanya tentang minuman terenak di situ, Gaby mencairkan kekakuan pertemuan pertama mereka di kereta.
Setelah pria itu pergi, hati Gaby sedikit lega. Karena ternyata pria yang ditemuinya kali ini bukanlah orang jahat. Terbukti dia memperingatkan Gaby untuk berhati-hati dan menjaga gelangnya.
Gaby membuka ponsel dan mencari-cari arti gelang yang dikenakannya. Karena itu terlihat penting di pandangan pria muda tadi. Gaby mulai penasaran sekarang. Tapi dia tak menemukan apapun.
"Boleh aku bertanya sesuatu?" Gaby menahan pria itu setelah menyajikan pesanannya.
"Apa ada yang bisa kubantu, Nyonya?" tanyanya ramah. Ya, keramahan alaminya adalah hasil pekerjaan selama bertahun-tahun di cafe itu.
"Tadi kau memintaku untuk berhati-hati terhadap beberapa orang. Juga gelang ini, apa kau bisa menjelaskan sesuatu?" tanya Gaby.
Ada kilat terkejut di dalam matanya sebentar. Tapi kemudian berubah biasa lagi. Dia mengamati gelang Gaby dengan lebih seksama. Tubuhnya sedikit membungkuk, untuk melihat.
"Kukira gelang yang sama, mungkin hanya tiruan dari model serupa. Apa anda membeli ini di toko souvenir?" ujarnya mengelak.
"Tidak! Seseorang memberikannya padaku, katanya untuk melindungi diriku. Maksud perkataannya sama denganmu. Jadi tak perlu berkelit dan berpura-pura lagi," tuduh Gaby.
Saya tidak begitu, Nyonya. Dan lebih baik anda bertanya sendiri pada orang yang memberikan gelang ini!" sarannya sambil berlalu dan membawa nampannya pergi.
Gaby diam. Dia tak bisa memaksa pria itu untuk mengatakan yang tak ingin dikatakannya. Seperti yang Gaby pelajari, orang-orang Scott ini tidak terlalu ingin ikut campur urusan orang lain.
Gaby menyelesaikan istirahatnya dan melanjutkan perjalanan melihat-lihat kota. Hatinya gembira rasa khawatirnya juga sedikit berkurang. Orang ramai berlalu lalang di kota besar yang sibuk ini.
Sambil menikmati makan malam, Gaby masih berjalan-jalan di sekitar hotel. Ada banyak cafe tersembunyi di balik bangunan-bangunan khas kota.
"Bagaimana dengan kota itu?" tanya Martin.
"Amazing!" jawab Gaby. "Dan beruntung hari tak hujan. Jadi sangat menyenangkan menikmati suasana kota. Bahkan di saat malam, dengan lampu-lampu kuning temaram yang cantik!"
"Aku senang kau mengambil liburan ini. Bagus untuk memperbaiki suasana hatimu," timpal Martin.
"Aku tahu. Oh ... aku sangat ingin mengunjungi dataran tinggi Scottland denganmu. Kau harus secepatnya datang. Sebelum salju mulai turun. Rasanya takkan bagus jika berjalan-jalan ke sana di musim dingin!" desak Gaby.
Martin hanya tersenyum di layar ponsel. "Kau nikmati saja dulu kota-kota sekitar situ. Lalu lanjutkan tulisanmu. Tak kan terasa waktu sudah bergulir," saran Martin.
"Ya, tentu saja. Tujuan utama ke sini kan untuk menulis. Kalau aku tak menghasilkan apapun setelah biaya liburan sebesar ini, alangkah ruginya!" Gaby mengangguk.
"Hei ... baru saja aku bilang tak turun hujan hari ini. Sekarang malah turun gerimis," gerutu Gaby.
"Jika sudah selesai makan, lebih baik kembali ke hotel," saran Martin.
"Ya. Aku akan segera membayar makananku dan kembali ke hotel." Gaby berdiri dan berjalan ke kaunter untuk membayar. Seorang pria mengenakan topi mengawasinya dari meja di sudut ruangan yang temaram.
"Terima kasih sudah mengabariku," ujarnya.
"Itu karena aku mengenali tanda yang kau tinggalkan di gelang itu. Tapi berhati-hatilah pada Watson. Reputasinya tak terlalu bagus!" jawab sebuah suara di seberang telepon.
"Dan satu lagi. Aku yakin dia salah satu dari kita! Itu sebabnya Watson terus mengejar. Jadi kau harus melindunginya!" suara di seberang mengingatkan.
"Hemm ...." Pria bertopi itu hanya berdeham. Kemudian pembicaraan mereka berakhir. Dia bangkit dari duduk dan membayar makanan serta minumannya.
Langkahnya terukur. Tidak terlalu dekat, tapi masih bisa melihat wanita muda itu berlari-lari kecil dari kejauhan. Dari seberang jalan, dilihatnya Gaby memasuki sebuah hotel sederhana. Ditunggunya beberapa saat sebelum ikut masuk ke hotel yang sama dan memesan kamar untuknya beristirahat malam ini.
*
*
Malam yang dingin, mengantar Gaby tidur nyenyak setelah mengetik hingga pukul dua malam. Tak diketahuinya, jendela kaca di kamarnya terbuka perlahan. Tanpa menimbulkan suara apapun, satu sosok bayangan masuk dari sana. Mengamati dirinya yang sedang tidur nyenyak di atas tempat tidur nyaman dan ditutup selimut tebal.
Langkahnya seringan angin, mendekat perlahan ke tempat tidur. Namun sebuah pendaran cahaya keemasan, mendorongnya menjauh. Bayangan itu terkejut dan mundur. Dia mengumpat pelan dan menggumamkan sesuatu, sebelum akhirnya kembali ke bingkai jendela lalu melompat pergi.
Di lorong hotel, di balik pintu kamar, Seorang pria menyelipkan pedangnya, bersandar pada pintu kayu besar, menunggu. Dia bersiap-siap, jika memang harus mendobrak masuk ke dalam sana dan mengejutkan Gaby.
Tapi kemudian kecemasannya berkurang. Sesuatu yang dikhawatirkannya tidak terjadi. Tubuhnya menjauh dari sana dan menyimpan kembali pedang panjang di balik mantel panjang dan tebal yang dikenakannya.
"Satu malam lagi berlalu. Tak bisakah dia bersabar menunggu perjanjian tiga bulan?" gerutunya sambil kembali ke kamarnya sendiri.
Di dalam kamar, Tuan Scott memejamkan mata. Menggali ingatannya yang panjang. Mencari cara bagaimana mengantisipasi lawan seperti Watson yang sangat menginginkan Gaby. Dia juga menginginkannya sejak pertama melihat Gaby di toko bukj. Tapi Gaby sudah menikah. Cincin pernikahan terlihat jelas di jari manisnya.
Sekarang bukan lagi jaman di mana para Highlander biasa mencuri istri dari anggota klan lain untuk dimiliki sendiri. Pengalaman hidup yang panjang mengajarinya untuk mengikuti aturan jaman yang berlaku. Dia tak boleh lagi membawa aturan jaman nenek moyang ratusan tahun yang lalu. Namun, tak semua Highlander seperti itu. Terutama mereka yang memiliki keistimewaan.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Mr. Scary
Ngeles dia
2022-11-26
2
Loura Ing
woww. hati2 diculik, gaby
2022-11-21
4
Loura Ing
Tuan Scott nih
2022-11-21
3