"Kau benar-benar tak bisa mengendalikan diri saat melihatnya, ya?" tegur Tuan Edward.
"Padahal dia sudah menolongmu. Jika dia tak menemukanmu, entah apa yang akan terjadi. Terutama melihat obsesi penculik itu padamu!" timpal Tuan Thompson.
"Kenakan gelang itu. Mungkin saja berhasil," saran Emily.
"Bukankah tadi dia sendiri sudah bilang kalau orang itu lebih kuat darinya? Ini tak ada gunanya!" tolak Gaby keras kepala.
"Kalau begitu, kusarankan kau kembali ke negaramu secepatnya!" Tuan Edward menatapnya dengan pandangan kasihan.
"Jika orang itu memang bisa mencariku hingga ke Amerika, maka biar kuhadapi saja dia di sini!" tantang Gaby percaya diri.
"Oh, Ya Tuhan ... kau sungguh tak tahu apa yang kau hadapi," lirih Dokter Thompson.
Tiga orang itu tak bisa berkata-kata lagi. Tak menyangka tamu Emily ternyata sangat keras kepala.
Merasakan keadaan yang tak nyaman, Gaby jadi enggan berlama-lama di toko Emily. "Aku akan kembali ke kamarku!" pamitnya, sambil meletakkan uang untuk membayar tehnya.
Emily mengangguk. Tetapi saat dia mendekati meja untuk membersihkannya, dilihatnya kotak gelang yang diberikan Tuan Scott masih tergeletak di meja. Dengan cepat disambarnya kotak itu dan menyusul Gaby ke lantai atas. "Gaby," panggilnya dari bawah tangga.
Gaby menghentikan langkah dan menoleh ke arah bawah. "Ya, Emily."
Emily menyusulnya naik. Gaby masih berada di tangga dekat pintu kamarnya. "Kau melupakan ini!" disodorkannya kotak gelang itu ke depan.
"Aku bukan melupakannya. Aku memang meninggalkannya di sana!" jawabnya tak acuh.
"Gaby, tolong dengarkan aku. Kau sudah dipengaruhi penculikmu, hingga akan menolak apapun yang mungkin akan membuatmu terhalang dengannya. Alam bawah sadarmu sudah dikuasainya!" Emiliy menjeda kalimatnya dan menatap Gaby yang terlihat tak peduli.
Dengan berani Emily meraih dan menggenggam tangan Gaby, hingga wanita muda itu kembali memperhatikannya. Emily sedikit lega. "Demi keluargamu yang menunggu di Amerika, kenakan ini! Atau kau mungkin takkan pernah bisa pulang ke sana." Emily memasangkan gelang itu ke pergelangan tangan Gaby.
"Kau pasti merindukan keluargamu di sana. Apa kau sudah menghubunginya hari ini?" tanya Emily mengalihkan perhatian Gaby dari gelang itu.
"Rasanya aku belum menghubunginya," Gaby nampak kebingungan.
"Siapa yang seharusnya kau kabari setiap hari?" tanya Emily ingin tahu. Dia berharap orang itu cukup dekat dan mampu mengembalikan kesadarannya sedikit.
"Martin, suamiku!" jawab Gaby tersenyum.
"Oh ya? Kau ternyata sudah menikah! Syukurlah. Hubungilah dia segera. Aku ingin melihatnya." desak Emily.
"Sekarang?" Gaby heran mendapatkan desakan itu. Namun Emily hanya tersenyum lebar sebagai jawabannya.
"Baiklah ... aku memang sudah harus menghubunginya." Gaby meraih ponselnya. Benar saja, ada banyak laporan pesan masuk dan miscall dari Martin. Gaby menunjukkannya pada Emily.
"Dia terus menghubungimu. Kenapa tak kau angkat? Nanti dia khawatir," sesal Emily.
Gaby menghubungi nomor Martin. Dan begitu terdengar nada pertama, sambungan itu langsung terhubung. "Ya sayang, kau sedang di mana? Dari tadi kuhubungi tak bisa!" berondong Martin.
"Aku tadi menikmati taman, lalu minum teh di toko Emily. Sekarang aku akan naik ke flat." sahut Gaby dengan riang.
Emily bisa melihat perubahan sikap Gaby. Ya, pikirannya kini sudah berhasil dialihkan dari pengaruh penculiknya.
"Oh ya, aku lupa memoerkenalkan padamu. Di sebelahku ini adalah Emily, pemilik Flat yang kusewa!" Gaby berdiri di sebelah Emily, agar wajah mereka bisa ada dalam satu bingkai dan dilihat Martin.
"Hai, Martin. Senang melihatmu!" sapa Emily canggung.
"Hai, Emily. Apakah istriku menyusahkanmu di sana?" tanyanya basa-basi.
"Sama sekali tidak. Dia orang yang menyenangkan!" jawab Emily.
Martin tertawa kecil. "Aku rasa dia pasti telah menyusahkanmu selama dia sakit kemarin. Terima kasih untuk bantuanmu." Martin mengucapkannya dengan tulus.
"Tak masalah, Tuan Martin," angguk Emily.
"Gaby, aku harus ke bawah," pamit Emily.
Gaby mengangguk dan mengijinkanya pergi. Diperhatikannya hingga Emily hilang di balik dinding toko. Dia terus melangkah naik ke flatnya sambil menelepon.
*
*
"Kurasa, yang terjadi pada Gaby sudah lebih dari sekedar membuntuti. Penculik itu sudah menguasai alam bawah sadar Gaby!" kata Emily pada Tuan Edward dan Tuan Thompson.
"Maksudmu?" desak Tuan Thompson.
Emily menceritakan interaksinya dengan Gaby tadi. Dua pria paruh baya itu manggut-manggut mengerti.
"Sangat berbahaya baginya pergi ke sana-sini sendiri. Penculik itu bisa saja menyerupai orang lain yang mungkin takkan ditolak Gaby." Seperti biasa, Tuan Edward sangat cepat dalam menganalisa.
"Tapi dia keras kepala. Bagaimana lagi," keluh Tuan Thompson.
Emily menggeleng. "Mungkin keras kepalanya itu adalah bentuk antisipasi yang ditanamkan penculiknya, untuk menolak semua bantuan yang mungkin datang. Karena tadi kulihat sikapnya berbeda saat menelepon suaminya. Dia langsung berubah ceria.
"Oh, dia sudah punya suami? Bagus jika dia mengingatnya. Itu bisa memutuskan pengaruh orang itu.
*
*
Keesokan pagi, Gaby sudah rapi dan menyandang tas di bahunya. Tak lupa juga mengenakan mantel dan sepatu bootnya. Dia sudah siap untuk menjelajah kota.
Kemarin Martin menyarankannya untuk mengikuti tour guide dari biro wisata. Dan dia sudah memesannya tadi malam. Jadi dia bersemangat untuk ikut, dan berharap hari itu akan dilalui dengan menyenangkan.
"Kau mau pergi?" tanya Emily heran dari depan toko.
"Ya. Aku mengikuti rencana perjalanan keliling Edinburgh dari Biro Wisata. Aku harus ke sana secepatnya agar tidak terlambat berkumpul," jawabnya.
"Boleh aku tahu di mana kau akan berkumpul?" tanya Emily sedikit khawatir.
Gaby mendekat ke arahnya dan menunjukkan Biro Wisata yang diikutinya dan jadwal perjalanan hari itu keliling Edinburgh mulai jam delapan pagi.
Emily melihat nama sebuah Biro Wisata terkenal di kota itu. Dia mengangguk. "Berhati-hatilah. Jangan dekat dengan siapapun. tetap waspada ya. Hubungi aku jika ada yang tak beres!" pesan Emily.
"Jangan khawatir, Emily. Sampai jumpa!" Gaby melambaikan tangannya dan berlalu.
"Semoga semua memang seaman yang kita harapkan," batin Emily.
*
*
Gaby melangkahkan kakinya dengan gerakan pasti dia tak ragu-ragu sedikitpun. Dengan gps, dia menemukan tempat pertemuan mereka. Dia sudah menunjukkan lokasi itu pada Emily, dan wanita paruh baya itu tak berkomentar. Artinya, tempat itu memang ada.
Sebentar lagi dia akan melewati persimpangan di depan toko buku Tuan Scott. Entah kenapa hatinya agak bergetar ketika melihat papan nama toko dari tempatnya berdiri. Gaby berhenti sebentar di depan toko itu seperti kebingungan.
"Apa anda ingin mencari buku, MIss?" sapa penjaga toko ramah.
Dia ingat pernah melihat wanita itu masuk dan keluar lagi beberapa hari yang lalu. Dan sekarang dia sedang berdiri ragu di depan pintu. Jadi dia menyapanya, untuk membawanya masuk.
Sapaan itu mengembalikan kesadarannya. Dan itu membuatnya terkejut dan kecurigaan menjalar dengan cepat. "Kenapa aku malah jadi terdiam di sini? Apa sebenarnya penculikan itu kedok saja dan dialah yang telah menghipnotisku?"
Amarah Gaby meledak di kepalanya. Dengan wajah memerah karena amarah, dia masuk ke toko.
"Di mana Tuan Scott?" tanyanya kasar.
Penjaga itu tentu saja sangat terkejut. Belum pernah dia melihat ada orang yang berani bersikap kasar pada Tuan Scott. Beruntung belum ada pengunjung lain di toko itu yang mendengarkan sikap kasarnya tadi.
"Tuan Scott belum datang jam seperti ini, Miss. Siapa nama anda? Agar saya bisa mencatat pesan atau komplain anda untuk disampaikan, segera setelah beliau datang." Penjaga itu menjawab dengan cepat namun tetap sopan. Dia tentu tak ingin menambahkan api dalam amarah wanita di depannya itu.
Gaby mendengus mendengar jawaban itu. Dia segera berbalik dan meneruskan langkahnya yang tadi jadi terhenti tiba-tiba.
Penjaga yang bingung itu hanya bisa menatap kepergian Gaby sambil menggigit bibirnya. "Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini?" batinnya. Tapi dia segera kembali ke dalam toko dan melanjutkan membersihkan rak dan buku-buku pajangan.
Ponselnya bergetar. Dengan cepat diangkatnya setelah melihat nama pemanggil yang tertera.
"Ya, Tuan Scott," sahutnya.
"Aku tidak dapat datang hari ini. Bisakah kau menjaga toko seharian?" tanya Tuan Scott.
"Tentu, Tuan Scott. Tapi, aku ingin menyampaikan sedikit insiden yang barusan terjadi," kata penjaga toko itu.
"Katakan!" perintah suara di seberang.
Penjaga toko itu menceritakan apa yang terjadi dengan seorang calon pelanggan wanita. Dia juga menyebutkan ciri-cirinya saat diminta Tuan Scott.
Penjaga toko itu merasa lega setelah menjelaskan insiden tersebut. Dia melanjutkan kembali pekerjaannya.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
vhye
sampai d bab ini masih belum paham cerita nya tentang apa,, 😃😃
2023-01-08
2
Mr. Scary
Untung penjaga tokonya sabar
2022-11-14
6
Mr. Scary
Waahh kena jampi2 LG dia pagi hari
2022-11-14
6