Toko Emily masih buka, jadi mereka berbincang di sana.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Tuan Scott.
"Sedikit flu, tapi sudah membaik berkat perawatan Dokter Thompson," jawab Emily.
"Apakah ada benda milikmu yang hilang?" tanyanya lagi.
"Kurasa tidak ada," jawab Gaby.
"Bisakah kau memeriksanya lagi? Kurasa orang yang membawamu waktu itu, mengikutimu hingga ke cafe tadi." Tuan Scott bersikeras.
"Orang yang membawaku?" tanya Gaby kebingungan. Seseorang pasti membawamu. Itu sebabnya kami tidak menemukanmu di tempat yang kau katakan!" Tuan Edward menggangguk yakin.
"Ya, aku bertemu orang itu. Dia bukan orang yang akan melepaskan seseorang begitu saja." Tuan Scott tidak menutupinya.
"Tapi aku tidak ingat bertemu siapapun petang itu," gumam Gaby.
Tuan Scott diam. Tapi kedua alisnya sedikit mengerut. Namun kemudian dia hanya menganggukan kepala. "Periksalah tasmu dengan seksama. Sekecil apapun, sesuatu yang ada di situ, mungkin telah hilang dari tempatnya dan memandunya ke arahmu."
Gabriela merasa tengkuknya sedikit meremang. Apakah penculiknya adalah seseorang yang memiliki kemampuan khusus?
"Aku ingat disapa seseorang saat di cafe tadi. Melihatnya membuatku tidak nyaman. Jadi kuabaikan dan tak lama, dia menghilang. Aku tak tau dia pergi ke mana saat aku sedang menelepon." Gaby menceritakan kejadian di cafe tadi.
"Ya Tuhan," desis Emily khawatir.
"Seperti apa dia?" tanya Tuan Scot.
Gaby berusaha mengingat wajah orang itu. Namun herannya, dia tak mengingatnya sama sekali. "Aku tak bisa mengingatnya!" katanya jujur.
Emily dan Tuan Edward saling pandang. "Apakah kau mengenal orang itu, Tuan Scott?" tanya Tuan Edward.
Tuan Scott menggeleng. "Awalnya tidak. Tapi aku sudah menyelidikinya. Dia berasal dari Portree," ujarnya.
"Jauh sekali!" komentar Emily dan Tuan Edward hampir bersamaan.
"Dan petir ke---"
Ucapan Tuan Edward terputus, saat melihat anggukan kepala Tuan Scott.
"Sekarang, periksalah tasmu!" desak Emily.
Gaby merasa enggan didesak seperti itu. Dia merasa omongan tiga orang di depannya itu, sama sekali tidak masuk akal.
"JIka ada yang hilang, aku akan meminta dia mengembalikannya, agar tidak mengganggumu lagi!" tegas Tuan Scott.
"Oh, baiklah ... baiklah," Gaby menyerah. Dia memeriksa tasnya dengan menumpahkan isinya di meja.
"Kau tidak membawa tas ini kemarin," mata jeli Tuan Scott bisa melihat perbedaan itu. "Apakah rusak tiba-tiba?" tanyanya ingin tahu.
"Tidak. Aku hanya harus membawa serta payung ini di dalam tas. Jadi tak bisa menggunakan tas kecil itu," jelas Gaby. Tuan Scott mengangguk mengerti.
Gaby kembali memeriksa benda-benda kecil yang tadi dia keluarkan.
"Aku kehilangan bross kecil bermata mutiara. Tidak terlalu berharga juga. Hanya sebuah suvenir dari teman," Gaby akhirnya menyadari bahwa ada yang hilang dari dalam tasnya.
"Baik. Aku akan mendapatkannya lagi. Kau sebaiknya, untuk sementara jangan pergi sendirian. Dia akan mengganggumu," pesan Tuan Scott.
"Aku tadi sore mengajaknya berbelanja besok pagi." Emily mengatakan rencananya.
Tuan Scott mengangguk. "Tak apa." Pria itu memberikan persetujuannya.
Gaby keheranan. "Haruskah meminta ijinnya juga sekadar untuk belanja ke pasar?" pikirnya heran.
Dan, seperti seorang yang mampu membaca pikiran, Tuan Scott tersenyum padanya. Hal itu membuat Gaby merasa tak nyaman. Keadaan yang hampir mirip saat dia merasa tak nyaman bertemu pria di cafe petang tadi.
"Baik, aku harus kembali." Tuan Scott meneguk habis tehnya yang sudah dingin, sebelum bangkit dari kursi dan berjalan ke pintu. Tuan Edward mengiringi ke pintu, mewakili Emily sebagai tuan rumah.
"Terima kasih, Tuan Scott." terdengar ucapan sangat sopan dari Tuan Edward saat melepas pria itu pergi.
Gaby menggelengkan kepalanya. Dia sungguh merasa keheranan melihat pria setua Tuan Edward, berlaku begitu sopan pada pemilik toko buku di ujung jalan itu.
"Apakah dia berasal dari keluarga bangsawan?" Tetapi Gaby tak bermaksud untuk menanyakan hal itu pada Emily maupun Tuan Edward. Dia akan mati bosan jika terus membicarakan pria itu lagi.
"Jadi Emily, jam berapa kita ke pasar besok? Aku sangat ingin melihat-lihat suasana kota ini," ujar Gaby antusias.
"Kita bisa pergi pukul tujuh, jika ingin melihat Fresh Market. Atau pukul delapan, jika ingin melihat toko-toko dibuka." Emily memberikan pilihan.
"Pukul tujuh saja! Mungkin kita bisa membeli sesuatu yang segar di sana," ujar Gaby.
"Baik. Pukul tujuh kita pergi." Emily mengangguk.
"Besok pagi aku ada kegiatan lain. Jadi tidak bisa menemani kalian," ujar Tuan Edward sedikit kecewa.
"Masih ada lain kali, Tuan Edward," hibur Gaby sambil membereskan tasnya kembali.
"Sekarang aku ingin naik dan mengerjakan sesuatu," kata Gaby sedikit terburu-buru. Dia tiba-tiba mendapatkan satu ide di kepala, dan ingin segera mencatatnya.
"Oh, baiklah. Selamat istirahat, Gaby," ujar Emily tersenyum.
"Selamat malam, Emily, Tuan Edward." Gaby menganggukkan kepala sebelum keluar dari toko.
"Huftt ... dia sungguh tidak tahu siapa penculiknya. Orang itu pasti menghapus ingatannya!" Tuan Edward menyimpulkan.
"Sangat berbahaya! Menurutmu, kenapa orang itu memilih Gaby untuk memancing Tuan Scott?" tanya Emily heran.
"Siapa yang tahu pikiran orang-orang seperti mereka?" Tuan Edward mengedikkan bahunya.
*
*****
Di kamarnya, Gaby sudah tenggelam dalam pekerjaannya. Dia menulis di laptop hingga pukul sebelas malam. Rasa kantuk menghentikan kegiatannya.
"Sepertinya ketel listrik itu memang disediakan Emily untuk penyewa membuat minuman hangat di larut malam. Besok aku akan membeli teh, krim dan sedikit buah-buahan kering untuk cemilan malam hari."
Gaby menyetel alarm untuk pukul enam, kemudian berangkat tidur. Tetapi pikirannya mengembara ke sana- ke mari membayangkan alur cerita yang tadi sedang ditulisnya.
Keesokan pagi yang sejuk.
Alarm membangunkannya dari rasa malas. Gaby bergegas pergi mandi untuk membuang rasa malasnya.
"Kau sudah sarapan?" tanya Emily, yang melihat Gaby masuk ke tokonya.
"Belum. Itu sebabnya aku ke sini. Apakah kita sarapan dulu, atau mencari sarapan di pasar?" tanyanya.
"Akan kubawa kau ke toko roti yang enak di sana. Kita bisa sarapan sambil melihat-lihat. Jangan lupa bawa kameramu!" ujar Emily bersemangat.
"Tentu saja ini tak boleh ketinggalan!" Gaby tersenyum lebar sambil menunjukkan kamera yang talinya tergantung di lehernya. Dia juga sangat bersemangat. Flu-nya sudah reda, dan dia tidur dengan nyaman tadi malam.
Sepanjang perjalanan tak henti-henti Gaby mengambil foto dari dalam mobil. Kadang dia merekamnya, untuk ditunjukkan pada Martin nanti. Dan Emily adalah seorang penduduk yang sangat hafal sejarah kotanya. Dia bercerita seperti seorang pemandu perjalanan. Menjelaskan banyak hal yang bahkan tak dituliskan di buku.
Di fresh market, Gaby memilih beberapa jenis buah segar untuk cemilannya kala lapar di malam hari. Emily juga membeli beberapa kebutuhan untuk tokonya, Sepertinya dia berbelanja secara berkala di sana. Beberapa pemilik toko hafal wajah dan barang-barang yang biasa dibelinya di sana.
Kemudian mereka sarapan di sebuah toko roti kecil tapi punya banyak meja sederhana di depannya. Dan mereka harus mengantre untuk dapat giliran duduk dan menikmati sarapan di situ.
"Seberapa lezat rotinya, hingga banyak orang rela mengantre?" Gaby merasa kagum sekaligus penasaran.
"Kau coba saja!" jawab Emily misterius.
Gaby hanya bisa mengangguk mendengar jawaban itu. Mungkin Emily ingin membuatnya penasaran saja. Mungkin tidak selezat itu juga di lidahnya, karena selera orang tentu berbeda-beda.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Rosnila Sari
pasti karena Gaby punya keistimewaan makanya jd org yg dipilih, itu sih menurut aq🤭😂, lanjut Thor..ttp semangat up😍👍
2022-11-07
7
Mr. Scary
Pertanyaan Emily benar. Dari semua org di kota, kenapa Watson memilih Gaby utk memancing Tuan Scott? Harusnya ini bukan sesuatu yg random kan?
Aku tak terlalu percaya dgn kebetulan. Author pasti sdh mempertimbangkannya.
2022-11-07
8