Gaby tidak pergi ke mana-mana lagi hari itu. Martin melarangnya pergi setelah mengetahui apa yang dialaminya kemarin soe. Bahkan merasa bersalah telah membiarkannya pergi liburan sendirian ke tempat asing itu.
"Sebaiknya kau ikut tour yang memiliki pemandu, jika ingin tetap menghabiskan liburanmu!" sarannya.
Aku tidak akan pergi terlalu jauh lagi, Martin. Aku janji," ujar Gaby dengan perasaan bersalah.
Gaby sudah menyaring info yang akan diterima Martin. Dia hanya mengatakan kehujanan dan tidak tahu arah pulang, hingga harus menunggu jemputan Emily di tengah hujan.
"Jika terjadi sesuatu padamu, aku yang akan menyesal ...." Martin mendesah lirih.
"Jangan menyusahkan hatimu. Emily menjagaku dengan baik. Ada juga Tuan Edward, dan pensiunan dokter, Tuan Thompson yang merawatku. Jangan khawatir," bujuk Gaby.
Hingga sore hari tiba, Gaby tetap berdiam di kamarnya untuk beristirahat. Tapi petang itu dia kembali ingin mencari makanan di cafe yang sebelumnya dia kunjungi. Tempat itu tak jauh dari flatnya, jadi cukup aman untuk didatangi petang hari. Dan yang terutama, hari tidak hujan.
Jadi dia bersiap untuk pergi. Kepalanya sudah tidak pusing lagi dan flu-nya sudah reda. Hanya sedikit pilek tanpa disertai bersin lagi.
"Kau akan ke mana?" tanya Emily yang sedang merapikan meja di terasnya.
"Ke cafe di ujung jalan," sahut Gaby.
"Besok aku akan pergi berbelanja. Kalau kau ingin ikut serta , turunlah pukul delapan," Emily menawarkan kesempatan untuk pergi bersama .
"Menarik. Aku akan ikut. Terima kasih, Emily." Gaby melambaikan tangannya dan berjalan menyusuri jalanan berbatu khas kota itu
Meskipun seharian tidak hujan, tapi udara tetap sejuk. Jadi Gaby telah mengenakan sweater hangat di balik mantel panjangnya. Dia juga menyelipkan payung lipat dalam tas jinjingnya.
"Selamat datang, Miss," sapa pelayan cafe, begitu Gaby melangkah masuk.
Gaby mengangguk dan tersenyum. Matanya menyapu ruangan, mencari bangku kosong. Tampaknya cafe itu cukup ramai petang itu.
"Mari ikut saya,"ajak pelayan itu menyadari apa yang dicari Gaby.
Gaby mengikutinya naik ke lantai dua cafe. Dia bisa mendapatkan bangku di balkon. Pemandangan sangat cantik dari atas sana. Rasanya terbayar waktunya berdiam di flat seharian itu.
"Pemandangan yang cantik," komentarnya jujur.
"Terima kasih, Miss." Pelayan itu menyerahkan kertas menu pada Gaby. Wanita itu segera memilih makan malamnya. Dia sangat lapar. Perutnya tak cukup hanya diisi makanan ringan seharian. Jadi dipilihnya makan berat berupa lamb grill, mashed potato, sekeping roti, dan tumis sayuran.
Pelayan tersenyum dan pergi dari sana. Gaby segera mengeluarkan kamera dari dalam tasnya dan mulai memotret dari atas balkon. Sebagian pemandangan kota bisa terlihat dari tempatnya. Langit belum terlalu gelap, sementara lampu jalan mulai dinyalakan, membuat tempat itu terlihat seperti negeri dongeng.
"Jika berada di tempat yang lebih tinggi lagi, pasti sangat bagus," gumamnya.
"Ya, memang bagus. Tapi jangan lupa bahwa dalam keindahan, kadang tersimpan rahasia. Bahkan dalam berlian yang berkilauan mungkin saja ada setitik noda yang harus diasah, untuk menghilangkannya."
Seseorang menimpali ucapannya. Gaby menoleh ke arah orang itu. Dia sedikit terkejut. Rasanya seperti pernah melihatnya, tapi dia tak ingat di mana. Mungkin berpapasan selama perjalanannya kemaren.
Dia mengabaikannya. Gaby tak menjawab ataupun bereaksi atas ucapan orang itu. Dia memilih untuk kembali duduk dan memeriksa hasil jepretannya barusan. Ponselnya berdering, dan itu dari Martin. Dengan cepat diangkatnya.
"Ya, aku sedang memesan makan malam," ujar Gaby begitu panggilan terhubung.
"Setelah itu, langsung pulang," pesan Martin.
"Aku tahu," balas Gaby.
"Lihatlah, pemandangan di sini sangat cantik." Gaby menunjukkan pemandangan di belakangnya lewat Vcal.
"Tidak terlihat. Hanya ada gelap," kata Martin.
"Yah ... sayang sekali. Berarti kamera ponsel ini tidak begitu bagus," hibur Gaby.
Dia masih terus melakukan panggilan video hingga pelayan datang menghidangkan makan malamnya.
"Selamat menikmati," ujar pelayan tersebut.
"Terima kasih," angguk Gaby. Dilihatnya bangku-bangku yang terisi di ruangan itu. Hanya ada tiga pasangan yang duduk di atas situ. Dan pria yang tadi menimpali kata-katanya sudah tidak ada.
"Uhh, tadi rasanya aku sedikit tidak nyaman saat melihatnya. Baguslah jika dia sudah pergi," batinnya.
Sambil makan, Gaby mendengar orang-orang membicarakan tentang petir keemasan yang terlihat kemarin malam. Mereka terlihat khawatir. Tapi Gaby tak tahu apa yang dikhawatirkan dari petir dalam suasana hujan.
Gaby keluar dari cafe jam delapan malam. Langit cerah dan terlihat bintang, mengagumkan. Dia melangkah menuju pulang, saat berpapasan dengan Tuan Scott yang datang dari arah toko bukunya.
Gaby berhenti dan menyapanya. "Selamat malam, Tuan Scott. Terima kasih atas bantuannya kemarin. Emily sudah mengatakan bahwa anda yang menemukan dan membawa saya pulang.
"Hemm .... Bisakah kita bicara sebentar?" tanya Tuan Scott.
"Oh, tentu saja, Tuan Scott." Gaby mengangguk.
"Saya baru akan menemuimu di tempat Emily. Jadi karena sudah bertemu di jalan, lebih baik kita berjalan bersama ke sana," ajaknya sopan.
"Tentu." Gaby mengikutinya dan berjalan beriringan menuju pulang.
*********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Mr. Scary
Aku curiga sama org yg menimpali kata"nya di cafe. Dan, sepertinya menghilang karena Tuan Scott datang..
Atau tuan Scott datang karena merasa org itu mengincar Gaby?
Woww .. makin menarik. Ini sepertinya bukan genre romantis Thor.. to misteri ttg org" Scottish.
2022-11-07
8