Keputusan bersama

"Ayo turun," ajak Farhan seraya membuka pintu mobil.

Qonita terperanjat kaget, lalu bergegas menganggukkan kepalanya.

"Tenanglah. Kamu gak usah takut ... ada aku di samping kamu." Betapa manisnya perkataan lelaki muda itu.

Melihat ketulusan yang Farhan lakukan padanya, Qonita pun berusaha untuk semakin mempercayai keseriusan Farhan. Kini dirinya tidak lagi terlalu takut saat menghadapi keluarga lelaki yang berjalan di sampingnya itu.

"Assalamu'alaikum," ucap Farhan dan Qonita secara bersamaan.

Semua orang yang tengah terduduk di ruang tamu itu pun menoleh dengan serentak. Mereka menatap lurus pada dua orang yang baru saja masuk ke dalam rumah besar nan mewah tersebut.

Semua mata menatap dengan datar. Namun sesaat kemudian, senyuman pun mulai terukir pada bibir mereka masing-masing.

"Wa'alaikumsalam ... sini duduk, Han. Ajak calonmu juga," ujar seorang ibu yang terlihat berpenampilan modis.

Di sana pun terlihat Veronica, tapi dia tidak mengatakan apa-apa, hanya pancaran matanya saja yang seolah memberi isyarat pada Qonita kalau dia sangat senang dengan kedatangan wanita itu.

"Mah, Pah dan semuanya ... kenalkan. Ini Qonita, yang insyaallah akan menjadi calon istriku." Farhan mulai memperkenalkan Qonita pada semuanya.

Qonita pun secara spontan melempar senyumannya. Dia benar-benar berusaha untuk tidak terlihat gugup di depan keluarga besar Farhan.

Perlahan ia mulai mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan semua yang ada di sana. Dan setelahnya ia pun terduduk di samping Farhan.

Perbincangan pun bergulir diantara mereka. Semuanya membahas tentang keseriusan hubungan Farhan dan Qonita.

"Sebaiknya kalian menikah dalam waktu dekat ... Mama sama Papa gak mau kejadian sewaktu dulu terulang lagi," tutur wanita berparas cantik, yang tidak lain adalah ibu dari Farhan dan juga Veronica.

Qonita terhenyak. Dia tidak menyangka, bahwa yang semula dirinya takutkan tidaklah terjadi dan benar dengan apa yang semua Farhan katakan padanya.

Wanita berhijab itu lebih tidak menyangka lagi, kalau dirinya akan segera menikah dengan seorang lelaki yang belum lama ini baru dikenalnya.

"Bagaimana, Nit? Kamu siap, 'kan, nikah dalam waktu dekat?" tanya Mely-ibu dari Farhan dan Veronica itu.

Tentu saja Qonita tidak bisa untuk menjawab secepat itu. Dia terlihat kebingungan, dan lirikan matanya terhadap Farhan seolah tengah meminta pendapat pada lelaki tersebut.

"Mah, beri kami waktu untuk bicara ... karena ini bukanlah suatu hal yang kecil. Jadi kami perlu mempertimbangkannya terlebih dahulu," tutur Farhan yang lagi-lagi seolah tahu apa yang ada dalam benak Qonita.

Mely langsung mengalihkan kembali sorot matanya kepada Qonita. Wanita itu terlihat begitu berharap, kalau Qonita bisa bersedia untuk menikah dengan Farhan dalam waktu dekat.

"Semuanya terserah Mas Farhan saja, Tante." Qonita yang merasa tidak enak hati pun akhirnya angkat bicara.

Di balik rasa bahagia yang dirinya rasakan saat ini, terselip rasa takut. Ia khawatir kalau Vania-mantan tunangan Farhan akan kembali mengganggu kehidupan mereka, dan tidak menutup kemungkinan juga kalau wanita itu akan mengusik kebahagiaan antara Qonita dan Farhan.

"Kalau kamu bilang terserah aku ... tentunya aku mau kita menikah sekarang juga," sahut Farhan seraya mengerlingkan sebelah matanya pada Qonita.

Kontan saja semua yang ada dalam ruang tamu kediaman orangtua Farhan pun langsung tergelak. Mereka mengolok-olok lawyer muda tersebut, yang ternyata sudah tidak tahan lagi untuk segera menikah.

****

Hari-hari Qonita semenjak pertemuannya dengan keluarga besar Farhan, dipenuhi dengan rasa kebahagiaan.

Dalam beberapa hari ke depan, rencananya keluarga Farhan akan menyambangi kediaman Qonita untuk bertemu dengan kedua orangtua wanita berhijab tersebut.

"Bagaimana? Kamu udah benar-benar siap, 'kan, Nit?" Veronica menghampiri Qonita yang tengah menyelesaikan desain baju pesanan customer butik.

"InsyaAllah, siap. Semoga aja semuanya dipermudah," sahutnya.

"Bu!"

Veronica yang baru saja akan mengatakan sesuatu kepada Qonita, dibuat kaget oleh suara Novi yang tiba-tiba saja menghampiri mereka berdua.

"Ada apa, sih, Nov? Bikin kaget aja," gerutu pemilik butik itu.

Novi terlihat mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

"Itu, Bu. Di depan ada-" Dia memotong kalimat yang diucapkannya seraya melirik pada Qonita.

"Ada apa?" Veronica yang merasa penasaran pun langsung bertanya pada gadis itu.

"Mhh, anu, Bu. Ada ... ada Mbak Viona," sahut Novi kemudian dengan terdengar ragu.

Gadis itu merasa tidak enak hati saat menyampaikan kedatangan Viona ke butik milik Veronica. Bagaimanapun juga, dia ingin menjaga perasaan Qonita yang saat ini sudah berstatus sebagai calon istri dari adik pemilik butik tersebut.

"Apa? Mau ngapain dia ke sini?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Veronica terdengar begitu ketus.

Dengan langkah tergesa wanita bermata sipit itu pun beranjak keluar dari ruang kerja Qonita. Dia harus segera menemui Viona, yang entah apa maksud kedatangannya hari itu.

"Mbak, Novi minta maaf, ya. Tapi Mbak Nita gak usah takut, mungkin Mbak Vio datang ke sini untuk sekedar beli sesuatu," ujar Novi yang merasa tidak enak hati terhadap Qonita.

"Kamu ini ... ya, biarin aja dia datang ke sini. Lagi pula butik ini bebas buat siapapun yang mau berkunjung, 'kan?" Qonita terlihat begitu santai dalam menanggapi kedatangan mantan tunangan calon suaminya itu.

Namun jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ada perasaan tidak enak. Ia takut apa yang dirinya cemaskan akan terjadi, yakni Viona kembali datang untuk mengacaukan semua rencana Qonita dan juga Farhan.

Merasa penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Veronica dan Viona di depan, Qonita pun akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruang kerjanya.

"Mbak Nita mau ke mana?" tanya Novi yang melihat Qonita bangun dari kursi kerja yang didudukinya.

Wanita berwajah ayu tersebut pun menyunggingkan senyuman tipis pada Novi.

"Aku mau keluar," jawabnya sesaat kemudian.

Jika harus jujur, Novi sebenarnya mengkhawatirkan Qonita saat ini. Dia sudah sangat tahu betul bagaimana tabiat Viona, mantan tunangan Farhan.

Wanita bertubuh ramping dan tinggi yang selalu berpakaian minim itu, tidak pernah bersikap ramah terhadap siapapun. Bahkan Viona kerapkali mengucapkan kata-kata kasar pada karyawati butik, jika dirinya tidak dilayani dengan istimewa di sana.

"Mbak ... sebaiknya Mbak Nita di sini aja. Biar Novi temani," ujar Novi yang berusaha untuk mencegah Qonita agar tidak keluar dari ruangannya.

Qonita pun terdiam sejenak. Dia menatap heran pada Novi, yang terlihat seperti sudah mengetahui sesuatu.

"Kenapa memangnya, Nov? Apa ada sesuatu yang gak aku tahu tentang Viona?" Qonita menatap penuh rasa tanya pada Novi.

"Bukan gitu, Mbak ... tapi, dia itu orangnya seram," sahut Novi dengan terburu-buru.

Qonita menggelengkan kepalanya seraya melempar senyuman ke arah Novi. Kemudian dia tetap keluar dari ruangan tempat dirinya melakukan pekerjaan.

"Heii, ternyata kamu ada di sini?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!