Trauma pada fitnah

"Kalau begitu, kamu urus aja semuanya sendiri. Jangan pernah meminta uang untuk bayar semuanya padaku dan juga keluargaku!"

Setelah mengatakan itu semua, David berlalu pergi dari kediaman Qonita dan keluarganya.

"Astaghfirullah," ucap Qonita seraya mengusap dadanya sendiri.

"Sabar, Nak. Doakan saja, semoga David menjadi seorang manusia yang lebih baik lagi," ujar Pak Lukman.

Dulu sebelum menikah, David begitu baik dan juga terlihat sangat tulus dalam mencintai Qonita. Wajar saja jika Pak Lukman sebagai orangtua pun memberikan restunya pada David, dan menganjurkan agar lelaki itu segera menghalalkan Qonita menjadi istrinya.

Jika tahu kelanjutannya akan seperti saat ini, tentu saja Qonita dan juga kedua orangtuanya tidak akan pernah mau menjalin sebuah hubungan baik dengan David.

"Nita pamit dulu Pak, Bu." Qonita mencium punggung tangan Pak Lukman dan Bu Fatmah secara bergantian.

Meski berat untuk kembali berpisah, namun Qonita tetap harus pergi kembali ke kota. Di kota jugalah ia menggantungkan mimpinya, yakni untuk bisa mendapatkan hidup yang lebih baik lagi.

Segala fitnah dan hinaan yang pernah dirinya terima, akan Qonita balas dengan sebuah keberhasilannya dan menjadi seorang perempuan mandiri.

"Pakai kerudung, tapi gak punya harga diri," cibir seorang wanita muda yang secara kebetulan berpapasan dengan Qonita.

Mendengar perkataan yang menyinggung dirinya, Qonita pun menghentikan langkah kakinya yang tengah berjalan menuju halte.

Jarak dari rumah menuju halte lumayan jauh, namun Qonita sudah terbiasa melakukannya. Untuk menuju kota, Qonita harus naik angkot terlebih dahulu hingga terminal bus, yang kemudian dilanjutkan dengan naik bus untuk menuju tempat dirinya tinggal di kota.

"Apa yang kamu maksud itu saya?" Qonita bertanya sembari menatap lurus pada wanita bernama Tyas itu.

Wanita muda bertubuh subur dengan rambut tergerai panjang tersebut pun hanya mencebikkan bibirnya.

Ya. Tyas adalah kekasih David yang baru diketahui oleh Qonita. Selama ini ternyata secara diam-diam David menjalin hubungan dengan dua wanita sekaligus, namun karena permintaan dari Pak Lukman hingga akhirnya David mau tidak mau harus menikah dengan Qonita.

"Terus kamu pikir siapa lagi? Hantu?"

Melihat ekspresi wajah Tyas yang menyebalkan, tentunya membuat Qonita sebagai manusia biasa mulai dilanda oleh rasa kesal.

"Sebaiknya kamu belajar untuk menjaga ucapanmu. Jangan asal menuduh, karena itu akan menimbulkan fitnah nantinya," tutur Qonita yang masih bisa menahan amarahnya.

"Jangan sok alim kamu! Maksa minta nikah sama Mas David ... ehh, taunya udah gak perawan lagi. Sengaja ya, mau nutupin aib sendiri?" tuduh Tyas dengan dibarengi oleh tatapan mata yang seakan jijik melihat Qonita.

Pedih rasanya hati Qonita, saat dia kembali mendengar kalau dirinya memaksa David untuk menikah dengannya.

"Aku gak pernah memaksa Mas David untuk menikah denganku. Dia hanya menunjukkan tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki yang mempunyai hubungan lebih denganku!"

"Dan tanpa kamu tau, kalau sebenarnya kamu sudah merebut dia dariku!" Tyas mulai menunjukkan amarahnya.

Sorot mata gadis itu menatap tajam pada Qonita, hingga membuat Qonita langsung menundukkan wajahnya.

Sepengecut itukah dirinya, sampai tidak berani untuk melawan Tyas demi membela dirinya sendiri.

"Dasar perempuan norak! Sok alim," cibir Tyas yang kemudian berlalu dengan begitu saja dari hadapan Qonita.

"Astaghfirullah ... sabar Qonita. Sabar!" ucap Qonita pada dirinya sendiri.

Dengan berusaha untuk menguatkan dirinya, Qonita pun berniat untuk tidak peduli dan juga tidak ambil pusing dengan apa yang sudah dikatakan oleh orang-orang yang sudah menuduh dirinya.

Setelah menempuh perjalanan panjang menuju kota, akhirnya Qonita kini sampai di apartemen tempat sahabatnya, Lisa.

"Nit, kamu baru datang? Katanya mau berangkat pagi-pagi dari sana." Lisa langsung menodong Qonita dengan pertanyaan.

"Tadi ada masalah sedikit," sahut Qonita yang kelihatan lelah sehabis melakukan perjalanan tadi.

Lisa bergegas mengambilkan air minum untuk sahabatnya tersebut, lalu menyodorkan air mineral dalam gelas itu pada Qonita.

"Kamu baik-baik aja 'kan?" tanya Lisa dengan tatapan mata yang penuh selidik.

Qonita menyunggingkan senyuman tipis, lalu meneguk air mineral yang ada dalam gelas tadi.

"Mas David. Dia datang ke rumah, dan dengan tanpa merasa bersalah sedikitpun dia mengatakan kalau aku ini masih istrinya," ujar Qonita mengawali ceritanya.

Selain itu Qonita pun menceritakan fitnah yang disebarkan oleh mantan ibu mertuanya, yang mengatakan kalau Qonita di kota menjual dirinya.

"Astaghfirullah ... tega sekali ibunya David memfitnah kamu, Nit." Lisa menatap iba pada sahabat karibnya itu.

"Kamu bungkam mereka dengan keberhasilan dari kerja keras kamu. Jangan pikirkan sesuatu yang hanya bikin kamu sakit hati ... perhatikan dirimu sendiri," ujar Lisa yang merasa geram karena sahabatnya sudah difitnah oleh David dan juga keluarganya.

Qonita tertunduk. Matanya mulai berembun, tak kuasa menahan rasa sakit yang dirinya alami saat ini.

****

Gaji Qonita dari hasil bekerjanya di butik memanglah tidak seberapa, namun bonus yang dirinya dapat dari mendesain baju yang diberikan oleh Veronica teramat sangat melebihi dari cukup.

Saat ini Qonita sendiri sudah pindah dari apartemen Lisa. Dirinya berusaha meyakinkan Lisa, kalau dia akan baik-baik saja meski harus tinggal sendirian di tempat kost.

"Sudah empat bulan aku gak pulang. Rindu rasanya pada Bapak sama Ibu ... tapi kalau aku pulang, aku takut akan ada fitnah lagi di sana," gumam Qonita yang merasa trauma dengan fitnah yang pernah dirinya alami beberapa waktu yang lalu.

Ingin rasanya dia membeli sebuah rumah di kota agar bisa memboyong kedua orangtuanya untuk tinggal bersama dengannya, namun uang yang ada di tangan Qonita masih jauh dari kata cukup untuk membeli rumah yang diinginkan.

"Besok aku akan minta cuti. Aku benar-benar rindu sama Bapak juga Ibu," ucap Qonita seraya memeluk foto kedua orangtuanya.

Apapun yang akan terjadi di sana nanti, dia tetap harus pulang demi mengobati rasa rindunya yang menggebu.

Qonita hanya dapat berdoa, semoga David dan keluarganya berhenti untuk mengganggu dirinya.

Pagi-pagi sekali Qonita sudah berada di butik milik Veronica. Rencananya hari itu dia akan minta cuti dan langsung pulang untuk menemui Bu Fatmah dan Pak Lukman.

"Berapa hari kamu di sana, Nit?" tanya Veronica sembari menatap lurus pada kedua mata Qonita.

"Mungkin tiga hari, Bu ... tapi saya izin cuti 4 hari, agar saya bisa istirahat satu hari nantinya."

Veronica yang sudah menganggap Qonita sebagai keluarganya sendiri pun hanya tersenyum. Kemudian wanita bermata sipit tersebut menganggukkan kepalanya.

"Pergilah. Hati-hati di jalan, dan kalau sudah sampai nanti kasih kabar."

Qonita merasa sangat beruntung karena dipertemukan dengan orang seperti Veronica. Bahkan dirinya pun merasa sangat nyaman bekerja di butik milik wanita berkulit putih itu.

"Mhh, Nit. Bagaimana, apa urusanmu dengan suamimu itu sudah selesai?" tanya Veronica dengan tiba-tiba.

Follow IG author : Hayatinoer8615

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!