Bersikap seenaknya

"Cukup, Mas!" Qonita balas menyentak.

Wanita muda itu sudah tidak tahan dengan sikap David yang semaunya sendiri itu. Tidak seharusnya David berbuat sesuka hati terhadap Qonita, karena bagaimanapun juga mereka berdua sudah tidak terikat dalam sebuah pernikahan.

"Kamu itu harus nurut sama aku, Nit! Sekarang kamu ikut denganku ... Ibu lagi sakit, dia gak ada yang mengurus," paksa David kembali.

Mendengar itu semua sontak saja membuat Qonita langsung tercengang. Jadi maksud kedatangan David yang mengatakan kalau Qonita masih istrinya itu, tidak lebih hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

"Jadi, kamu menganggapku sebagai istrimu cuma karena ada maksud tertentu?" Qonita menatap penuh tanya pada David, mantan suaminya.

"Lho? Memang sudah seharusnya begitu, bukan? Kamu sebagai menantu harusnya bersedia untuk merawat Ibu mertuamu yang lagi sakit. Jangan jadi menantu yang durhaka kamu, Nita!"

Qonita kembali menggelengkan kepalanya sembari menyunggingkan senyuman miris.

"Gak punya hati kamu, Mas!" ucapnya masih dengan diiringi oleh senyuman miris di bibirnya.

"Udah, gak perlu banyak drama. Sekarang juga kamu harus cepat-cepat ikut denganku ... kasihan Ibu, dari pagi dia belum makan. Gak ada yang masak di rumah," cetus David yang tidak tahu malu.

Bertindak sesuka hati. Itulah David dan juga keluarganya, yang selalu saja berbuat seenak diri mereka sendiri.

"Ada Mbak Dewi! Dia itu kakak kamu, Mas ... anak kandung Ibu juga, jadi sudah sepantasnya kalau Mbak Dewi yang mengurus Ibu." Qonita tidak ingin kalah.

Semakin dirinya diam, maka semakin juga David berbuat dengan sesuka hatinya.

"Mbak Dewi punya suami, dia repot harus mengurus anaknya juga. Kamu yang lebih pantas mengurus Ibu!" David tetap keukeuh, agar Qonita menurut padanya.

"Aku mohon sekali ini aja, Nit. Setelah itu aku gak akan ganggu kamu lagi."

Percuma Qonita melawan, karena David tetap bersikeras memaksa dirinya untuk ikut serta.

"Ya sudah. Tapi hanya untuk kali ini saja ... lain kali aku gak mau lagi!"

Mendengar jawaban dari Qonita, membuat David tersenyum dengan penuh kemenangan.

"Kamu mau kemana, Nit?" tanya Bu Fatmah saat melihat putrinya keluar kamar dengan membawa tas kecil yang ia selempangkan di bahu kirinya.

"Nita pergi sebentar, Bu. Ibunya Mas David lagi sakit, dia gak ada yang mengurus."

"Apa?!" Bu Fatmah terkejut saat mendengar jawaban dari putri semata wayangnya itu.

"Ngapain kamu ke sana? Apa kamu gak sakit hati dengan apa yang sudah mereka lakukan pada kamu?"

Qonita terdiam. Ia tahu kalau saat ini ibunya sedang merasa marah, dan tentu saja kemungkinan Bu Fatmah pun tidak mengizinkan Qonita untuk ikut pergi dengan David.

"Nita pergi cuma sebentar, Bu. Percaya sama Nita ... Nita di sana akan baik-baik aja," tutur Qonita yang berharap ibunya tidak keberatan dengan keputusannya untuk ikut serta dengan David.

Setelah mencium punggung tangan ibunya, Qonita pun bergegas pergi bersama David.

Lelaki itu mengendarai sepeda motor miliknya dengan kecepatan tinggi, hingga Qonita dibuat merasa ketakutan.

"Mas, pelan sedikit." Qonita mau tidak mau harus menepuk punggung David.

"Halahh, cuma segini aja. Biar cepat sampai rumah," ujar mantan suami Qonita tersebut.

Beruntung pernikahannya tidak berlangsung lebih lama. Kini Qonita sudah semakin banyak tahu, kalau David adalah seorang lelaki yang kasar. Mungkin juga karena David memang tidak pernah mempunyai perasaan yang tulus terhadap Qonita.

"Cepat sana masuk!" titah David saat mereka berdua sudah berada di teras rumah keluarga David.

Dengan langkah ragu Qonita pun mulai masuk ke dalam rumah yang pernah memberinya sebuah luka tersebut. Ada rasa sesak di dadanya, manakala dirinya menyadari kalau kedatangannya ke rumah itu hanya untuk membantu Bu Tuti yang sedang sakit.

Bodoh memang. Tidak seharusnya Qonita menuruti apa yang dikatakan oleh David tadi kepadanya, karena itu hanya semakin merendahkan harga dirinya sebagai seorang perempuan yang sudah disakiti.

"Assalamu'alaikum, Bu," ucap Qonita saat berada di ambang pintu kamar Bu Tuti.

Wanita berusia kepala empat yang tengah berbaring di atas tempat tidurnya itu pun seketika menoleh.

"Nita? Akhirnya kamu datang juga," ujar Bu Tuti dengan senyumannya yang terlihat lebar.

Melihat mantan mertuanya yang tersenyum ramah, tentu saja membuat Qonita merasa senang dan bergegas berjalan menghampiri Bu Tuti.

"Ehh, mau apa kamu masuk ke sini? Kamu langsung ke kamar mandi aja, cucian baju di sana udah numpuk. Kepala Ibu masih pusing rasanya," celetuk Bu Tuti.

Seketika, Qonita pun langsung mengurungkan langkah kakinya dan tubuhnya pun ikut membatu di tempat.

Dia benar-benar merasa dianggap seperti seorang pembantu oleh Bu Tuti-mantan mertuanya. Bagaimana bisa wanita itu menyuruh Qonita dengan sesuka hatinya, dan tanpa adanya perasaan sungkan sedikitpun.

"Sudah sana! Ibu mau istirahat dulu ... nanti kalau cucian udah rapi, sebelum kamu pulang tolong sekalian masak buat Ibu."

"I-iya, Bu." Qonita langsung bergegas kembali keluar dari kamar mantan ibu mertuanya.

Dirinya dapat mengartikan perkataan Bu Tuti tadi, kalau semua pekerjaan rumah sudah selesai maka dirinya disuruh langsung pulang.

Sampai kapan keluarga mantan suaminya itu akan bersikap sesuka hatinya kepada Qonita. Apa mungkin itu semua karena belum adanya sidang keputusan cerai, hingga David dan juga keluarganya masih bisa bersikap seenaknya pada wanita berkerudung syar'i itu.

"Nita? Ngapain kamu di sini?"

Dewi, kakak kandung David, menatap Qonita dengan sorot mata yang tidak suka.

"Mbak Dewi. Nita disuruh Ibu buat nyuci," sahut Qonita dengan ramah.

Mendengar jawaban dari mantan adik iparnya, kontan saja kedua bola mata Dewi pun berbinar. Senyumnya mengembang di bibirnya yang berwarna merah merona.

"Wahh,. ya sudah kalau gitu. Ayo cepat sana, biar cepat selesai."

Qonita hanya menganggukkan kepalanya, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Baru saja dirinya mencuci beberapa baju milik Bu Tuti dan David, tiba-tiba saja Dewi memberikan setumpukan baju lainnya.

"Apa ini, Mbak?" Qonita mengernyitkan dahinya.

"Itu baju kotor, Nita. Aku belum sempat buat nyuci, jadi sekalian aja kamu cuciin. Bantu Kakak ipar pahalanya besar, lho," cetus Dewi sembari melangkah pergi meninggalkan Qonita.

Luar biasa. Qonita hanya mantan menantu di rumah itu, lantas bagaimana kalau dirinya masih jadi menantu di sana. Sudah pasti dia akan diperlakukan layaknya seperti seorang asisten rumah tangga.

Dibarengi deraian air mata, Qonita meneruskan pekerjaannya mencuci baju-baju kotor yang sebenarnya tidak layak ia lakukan.

Setelah pekerjaan mencuci rampung, kini beralih membuatkan makanan untuk mantan ibu mertuanya.

Dari ruang tengah sayup-sayup terdengar suara orang yang tengah berbincang, dan kemudian diselingi oleh suara tawa bahagia.

"Itu suara Ibu ... tapi, bukannya tadi Ibu bilang lagi sakit?"

Dengan perlahan-lahan Qonita pun mengintip dari balik dinding dapur. Betapa terkejutnya dia saat melihat Bu Tuti yang tengah berbincang dengan seorang perempuan muda.

"Tyas?!"

Terpopuler

Comments

Red Rose

Red Rose

Sakit Pulaski hatiku memBaca.. jadi Malas dgn Watak nita

2022-11-08

0

Sarry Okto

Sarry Okto

perempuan bodoh, ada uang kenapa ga langsung urus surat cerai, setidaknya tanya dulu d pengadilan, memang bodoh tu perempuan

2022-11-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!