Kembali menata kehidupan

"Tapi, Bu."

"Kamu jangan pelit sama suami sendiri. Masih untung David gak laporin kamu ke polisi atas tuduhan penipuan ... kurang baik apa anakku sama kamu?"

Qonita mengernyitkan dahinya. Sikap keluarga David benar-benar tidak bisa dimengerti, bahkan terkesan aneh.

"Maksud Ibu apa? Memangnya saya menipu apa sama Mas David?" tanya Qonita dengan dibarengi oleh sorot mata yang penuh dengan tanya.

"Hilihh ... jangan pura-pura lupa kamu. Bilang masih gadis, padahal udah gak suci lagi," cibir Bu Tuti sembari melirik jijik pada mantan istri putranya tersebut.

Sepertinya memang harus lebih banyak bersabar dalam menghadapi keluarga David. Terlebih sikap Bu Tuti yang tidak bisa untuk dimengerti.

"Kalau Ibu datang ke sini untuk kembali memfitnah saya, sebaiknya Ibu pulang saja. Masih banyak kerjaan yang harus saya urus," ujar Qonita yang mengusir Bu Tuti secara halus.

Mendengar kalimat tersebut terlontar dari mulut Qonita, kontan saja wanita bertubuh kurus itu pun langsung menyorot tajam pada wanita muda berpakaian syar'i itu.

"Lancang sekali mulutmu itu. Berani-beraninya mengusir mertuamu sendiri, gak punya sopan santun," oceh Bu Tuti yang merasa kesal.

Sedangkan Qonita sendiri merasa sangat bingung. Entah apa lagi yang harus ia katakan pada mantan Ibu mertuanya itu, terlebih lagi saat ini dirinya sudah berstatus bukan lagi istri David.

"Maaf, Bu. Nita gak bisa bantu ... lagipula, Nita bukan istri Mas David lagi," ujar Qonita mengambil keputusan tegas.

Bu Tuti terlihat semakin murka pada Qonita. Ia menatap sinis, sembari entah menggerutu apa.

"Apa masih ada yang ingin Ibu bicarakan dengan Nita?" tanya Qonita yang semakin tidak betah melihat ibunya David tersebut masih ada di rumahnya.

"Mana cincin kamu?"

Qonita terhenyak saat Bu Tuti menanyakan cincin padanya.

"Cincin apa maksudnya, Bu?"

"Cincin nikah yang David kasih ke kamu. Cepat sini kasih ke Ibu ... mau Ibu jual buat bekal David."

Mendengar perkataan Bu Tuti, Qonita pun kembali menggelengkan kepalanya. Ia hanya mampu mengelus dada, berusaha untuk menyabarkan dirinya sendiri.

Beruntung pada hari itu Pak Lukman dan Bu Fatmah sedang tidak berada di rumah. Jika keduanya ada di kediaman mereka, sudah pasti akan terjadi kembali keributan seperti pada saat di rumah Bu Tuti dulu.

"Itu sudah jadi hak milik Nita, Bu. Ibu gak berhak buat memintanya lagi," protes Qonita.

"Itu belinya pakai duit Ibu. Ayo cepat sana ambil!"

Tidak ingin ada keributan antara dirinya dengan Bu Tuti karena hal sepele, Qonita pun akhirnya dengan berat hati menuruti permintaan wanita yang tidak tahu malu itu.

Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Bu Tuti pulang tanpa berpamitan pada pemilik rumah.

****

"Wahh, desain baju kamu bagus lho, Nit."

Salah satu teman Qonita memuji hasil desain baju yang Qonita buat. Tentu saja itu semua bukan hanya sekedar pujian biasa, karena memang hasil karya Qonita terlihat sangat memukau.

"Bisa saja kamu, Lis," sahut Qonita seraya tersenyum tipis.

"Aku boleh promoin gak, ke teman-temanku yang lain?"

Mendengar hal tersebut, kontan saja membuat Qonita terlihat antusias.

Lisa adalah teman karib Qonita. Dia bekerja di salah satu Bank yang ada di pusat kota, dan secara kebetulan dirinya hari itu tengah berkunjung ke kediaman Qonita yang berada di pinggiran kota besar.

"Tapi aku gak yakin, Lis, kalau mereka akan suka dengan hasil rancanganku."

Melihat sahabatnya yang insecure, Lisa pun langsung mendekat dan memeluk erat tubuh kurus Qonita.

"Kamu harus lebih percaya diri ... dan ingat, kamu juga harus bangkit. Tunjukan pada David dan keluarga besarnya, kalau kamu adalah seorang perempuan hebat."

Lisa memberikan dukungan pada Qonita, agar wanita yang masih terbalut oleh luka itu segera bisa bangkit dan kembali menata kehidupannya.

Kedatangan Lisa ke kediamannya, membawa sebuah semangat bagi Qonita. Berhari-hari dirinya merenungkan apa yang sudah dikatakan oleh sahabatnya itu, hingga pada akhirnya ia pun membuat suatu keputusan.

"Kamu yakin? Ibu minta, pertimbangkan kembali niatmu itu," celetuk Bu Fatmah saat mendengar kalau Qonita ingin bekerja di kota.

"Yakin, Bu. Nita sudah mempertimbangkan semuanya!"

"Kalau itu sudah jadi keputusanmu, Bapak sama Ibu cuma bisa mendoakan yang terbaik buatmu. Kapan kamu berangkat?"

Meski berat untuk melepas kepergian putri satu-satunya tersebut, tapi pada akhirnya Pak Lukman merelakan juga.

Lelaki yang berusia kepala empat itu berharap, kalau Qonita akan kembali menemukan kebahagiaannya dengan pergi jauh dari tempatnya sendiri.

Pada saat yang bersamaan, terdengar desas-desus dari mulut tetangga mereka. Banyak yang melihat David membawa seorang gadis ke rumahnya, dan tentunya hal tersebut menjadi bahan gosipan bagi yang melihatnya.

"Pantas aja si David berpaling. Pacarnya yang sekarang cantik, montok ... gak kayak mantan istrinya yang kusam," cibir salah seorang ibu yang terkenal sebagai tukang gosip.

Qonita sendiri sudah tidak mau ambil pusing lagi. Dia lebih memfokuskan diri demi kebahagiaannya sendiri, tanpa harus mengingat semua yang pernah menimpanya.

Pagi itu Qonita sudah bersiap untuk berangkat ke kota. Di kota besar itu dia akan menginap sementara di kediaman Lisa, sahabat karibnya sewaktu sekolah dulu.

"Nita, akhirnya kamu sampai sini juga." Lisa menyambut kedatangan Qonita dengan hangat.

Kedua wanita yang masih berusia muda itu pun langsung masuk ke dalam unit apartemen yang ditempati oleh Lisa.

"Maaf ya, Nit, tempatnya berantakan," ujar Lisa seraya mempersilakan Qonita untuk duduk di sofa.

Tanpa menyisakan waktu sedikitpun keduanya langsung terlibat dalam sebuah percakapan.

Qonita yang memang berniat untuk mengadu nasib dengan bekerja di kota, tidak ingin membuang waktu lebih banyak. Dia langsung bertanya pada Lisa, dimana saja tempat kerja yang sedang membuka lowongan untuk pegawai baru.

"Kalau di kantorku belum ada lowongan, Nit. Coba nanti aku tanya sama teman-temanku yang lain, siapa tau ada lowongan kerja," ujar Lisa.

Qonita menanggapi dengan sebuah senyuman. Dia berharap akan dipermudah dalam setiap urusannya, agar dirinya segera mendapatkan pekerjaan.

Dua hari berada di kota dengan menumpang di kediaman Lisa, akhirnya Qonita memutuskan untuk mencari pekerjaan sendiri.

Tidak sia-sia dirinya keluar untuk mencari pekerjaan. Qonita kembali ke apartemen Lisa dengan sebuah senyum semringah yang tersungging di bibirnya.

"Kamu dari mana, Nit?" tanya Lisa yang secara kebetulan sudah pulang dari tempat kerjanya.

"Aku habis cari kerja, Lis. Kamu tau, gak? Alhamdulillah, aku tadi langsung dapat kerjaan."

Qonita terlihat begitu antusias saat menceritakan pada Lisa, kalau dirinya sudah mendapatkan pekerjaan.

Dengan bermodalkan tekad yang bulat, Qonita memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di salah satu butik.

Berbekalkan keahliannya dalam mendesain sebuah baju, akhirnya Qonita pun diterima bekerja di butik tersebut dengan begitu saja.

"Wahh, selamat ya, Nit. Kapan kamu mulai kerja?" tanya Lisa yang ikut berbahagia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!