Mengajukan gugatan cerai

Melihat kedekatan antara Bu Tuti dan Tyas, Qonita semakin meradang. Kalau sudah sedeket itu dengan Tyas, kenapa harus Qonita yang diminta untuk membantunya.

Bergegas Qonita pun menyelesaikan pekerjaannya, dan setelah itu ia akan segera pulang ke rumahnya.

"Nita, mau ke mana?" tanya Bu Tuti saat melihat Qonita berjalan menuju pintu keluar dari rumahnya.

"Nita mau pulang, Bu."

David yang tengah terduduk di dekat Tyas pun langsung mengalihkan perhatiannya. Lelaki itu terlihat merasa serba salah. Ah, tapi tidak mungkin rasanya David merasakan itu semua.

Sedangkan Tyas yang duduk di samping Bu Tuti, hanya menatap lurus pada Qonita. Dari bibir wanita itu tersungging sebuah senyuman yang terlihat mengejek.

"Makanan udah disiapin di meja?" tanya Bu Tuti lagi.

Qonita menghela napas panjang. Cukup kali ini saja dirinya merasa dibodohi oleh David dan juga keluarganya.

"Belum! Ibu sepertinya sudah kelihatan membaik, jadi pasti bisa bawa makanan ke meja sendiri ... atau kalau gak, Ibu bisa suruh Tyas buat siapin semuanya," jawab Qonita kemudian.

Sontak saja Tyas yang mendengar itu pun langsung menganga dan menoleh ke arah Bu Tuti.

"Kenapa harus Tyas, Bu? Tyas 'kan baru datang?" rengek kekasih David tersebut.

Bu Tuti tersenyum, lalu mengusap punggung tangan wanita muda bertubuh montok itu.

"Nita. Kasihan Tyas, dia baru datang ... lagipula, Tyas datang ke sini untuk main, bukan untuk suruh mengerjakan pekerjaan rumah," cetus Bu Tuti dengan entengnya.

Mendengar itu semua membuat Qonita mengusap dada. Sakit rasanya hati wanita yang hanya beberapa jam saja menjadi seorang istri itu.

"Maaf, Bu. Nita gak bisa!" Tanpa mengucapkan salam Qonita pun bergegas meninggalkan kediaman keluarga David.

Semakin lama berada di rumah yang memberinya banyak luka itu, maka semakin dibuat perih hati Qonita.

Sesampainya di rumah Qonita langsung masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak ingin orangtuanya mengetahui apa yang sudah dirinya tadi alami di rumah David.

Tidak tahan dengan rasa sesak dalam dadanya, Qonita pun memutuskan untuk menelepon Lisa, sahabatnya. Dia menceritakan semua perlakuan keluarga mantan suaminya itu tadi.

"Benar kata kamu, Lis ... tapi kalau Mas David sampai mempersulit prosesnya gimana?"

Lisa menyarankan agar Qonita secepatnya melakukan gugatan terhadap David, agar lelaki itu tidak bisa semena-mena lagi terhadap dirinya.

Jika harus menunggu David yang mengajukan gugatan, rasanya itu tidak akan mungkin. Terlebih lagi, lelaki itu tidak punya uang, karena dirinya sendiri sedang tidak bekerja.

"Lakukan saja apa yang menurut kamu itu baik. Bapak sama Ibu akan selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk kamu," tutur Pak Lukman saat Qonita mengatakan kalau dirinya akan mengajukan gugatan cerai pada David.

"Iya, benar apa yang dikatakan oleh Bapakmu. Memang seharusnya kamu saja yang mengajukan gugatan ... lagipula, dalam hukum agama kalian ini sudah resmi bercerai" Bu Fatmah ikut menimpali perkataan suaminya.

Menjadi janda di usia muda, tentunya bukan impian bagi Qonita. Namun takdir dirinya yang mengharuskan dia mengalami nasib seperti itu.

Ucapan David tadi siang saat dalam perjalanan menuju rumahnya, yang mengatakan ingin rujuk kembali dan menjadikan Qonita sebagai istrinya lagi, ternyata hanyalah sekedar omongan kosong.

"Semoga ini menjadi langkah terbaik untuk hidupku," gumam Qonita dengan lirih.

Tidak akan pernah ada lagi harapan untuk rujuk dengan David, karena laki-laki yang masih dicintainya itu sudah benar-benar membuat hatinya terluka.

David adalah cinta pertama bagi Qonita, jadi wajar saja jika Qonita begitu sulit untuk melupakan mantan suaminya tersebut.

Setelah melakukan gerak cepat untuk membuat surat gugatan cerai, Qonita tinggal menunggu jadwal sidang.

****

"Nita!"

Qonita yang sedang bersiap-siap untuk berangkat kembali ke kota pun terkejut dengan suara teriakan dari luar rumah.

"Qonita!"

Jelas terdengar kalau pemilik suara itu adalah David. Entah mau apa lagi lelaki tersebut datang ke rumah keluarga Qonita.

"Ada apa, Mas? Kenapa teriak-teriak?" tanya Qonita sesaat setelah membuka pintu rumahnya.

Wajah David kelihatan geram saat melihat mantan istrinya keluar dari dalam rumah. Ia pun bergegas menghampiri Qonita dan menatap wanita muda itu dengan sorot mata yang tajam.

"Kamu menggugat cerai padaku?" Suara lelaki itu terdengar sangat mengerikan.

"Iya. Kamu tau dari mana, Mas?" Qonita terlihat heran.

Pasalnya semenjak mengajukan gugatan cerai itu Qonita tidak memberitahu David atau siapapun. Hanya dia dan kedua orangtuanya yang mengetahui gugatan tersebut.

"Gak penting, aku tau dari mana! Sekarang cepat katakan padaku ... apa kamu punya duit buat biaya semuanya?" David terdengar ketus dalam berkata.

Dengan berkacak pinggang lelaki itu menyunggingkan senyuman sinisnya pada Qonita.

"Silakan kamu yang bayar semuanya. Aku dan keluargaku gak akan mengeluarkan duit sedikitpun!"

Ada rasa kesal dan juga ingin tertawa saat mendengar apa yang David katakan tersebut. Namun Qonita hanya mampu menahannya seraya menghela napas panjang.

"Kamu gak perlu takut mengeluarkan uang, Mas. Semuanya aku yang akan tanggung!" tegas Qonita.

Seketika David pun langsung terdiam. Raut wajahnya terlihat memerah, lalu ia pun memalingkan wajahnya itu ke lain arah.

'Dia bisa membiayai semuanya, berarti dia juga punya duit banyak,' batin David.

Terbersit dalam benak lelaki itu, kalau dirinya akan membujuk Qonita untuk membatalkan gugatan tersebut.

Terlebih lagi saat ini David sendiri sedang tidak punya pekerjaan. Bahkan hampir setiap hari dirinya selalu meminta uang pada Bu Tuti, ibunya.

"Sebaiknya kamu pulang saja, Mas. Lagi pula aku juga harus siap-siap buat berangkat lagi," ujar Qonita.

Bagaimanapun sikap David terhadap dirinya, Qonita tetap berusaha untuk sabar dalam menghadapinya. Ia ingin benar-benar pisah dari David secara baik-baik, tanpa harus meninggalkan kesan buruk diantara mereka berdua.

"Tapi, Nit-"

"Sudahlah, Mas. Kamu tunggu saja panggilan untuk sidang nanti, InsyaAllah tidak akan lama. Dan setelah itu, kamu bisa benar-benar bebas dengan Tyas."

Mendengar apa yang dikatakan oleh Qonita baru saja, membuat David menelan kasar salivanya.

"Nita, dengar aku dulu. Aku terpaksa sama Tyas ... karena dia yang ngejar-ngejar aku," ujar David yang berusaha memberikan sebuah alasan.

Qonita pun mengernyitkan dahinya. Tidak lama kemudian, wanita berkerudung cokelat muda itu pun menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya.

"Terserah apa katamu, Mas."

Qonita berbalik badan hendak masuk ke dalam rumah, tapi sebelum itu David dengan cepat mencekal tangan mantan istrinya tersebut.

"Jaga sikap kamu, Mas! Kita bukan muhrim ... jadi jangan pernah kamu berani untuk menyentuhku lagi!" tegas Qonita seraya menatap tajam pada David.

Pada saat itu juga dia langsung menghempaskan cekalan tangan lelaki itu.

"Nita ... sebaiknya kamu cabut saja gugatan itu. Kita menikah ulang, dan mulai semuanya dari awal lagi. Aku janji, aku akan menjadi suami yang baik untuk kamu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!