Wanita bertubuh langsing yang memakai gaun berwarna merah muda dengan panjang sepuluh centi di atas lutut itu pun, berjalan lenggak-lenggok menghampiri Farhan yang berdiri mematung.
"Apa kabar?" tanya_nya seraya mendekatkan pipinya pada Farhan.
Dengan cepat Farhan menjauhkan dirinya untuk menghindar dari wanita itu.
"Jaga sikapmu!" tegas Farhan dengan suara yang terdengar pelan.
Sedangkan Qonita hanya diam terpaku melihat keduanya. Dalam benak wanita itu mengatakan, kalau Farhan sangatlah pantas jika bersanding dengan wanita muda yang terlihat cantik mempesona tersebut.
"Aku tau, kamu pasti masih marah padaku, Farhan ... tapi, apa kamu gak bisa melupakan kejadian waktu itu?"
Wanita tersebut mulai berkata pada Farhan. Melihat dari reaksi tubuh keduanya, sepertinya antara Farhan dan wanita itu ada sesuatu yang spesial dan pernah terjadi.
"Cukup, Viona! Sekarang sebaiknya kamu urus hidupmu sendiri." Farhan terlihat semakin emosi di depan wanita bernama Viona itu.
Tidak ingin mendengar percakapan kedua anak manusia tersebut, Qonita memilih untuk pergi menjauh secara diam-diam.
Perasaannya mulai berkecamuk. Sesekali dia pun menoleh ke arah belakang, dimana Farhan dan Viona masih terlibat dalam suatu perdebatan.
"Nit. Kamu sendirian?" tanya Veronica yang tanpa sengaja melihat Qonita.
"Farhan ke mana?" tanya wanita pemilik butik itu lagi.
"Mhh, Mas Farhan lagi sama temannya, Bu," jawab Qonita dengan ragu.
Veronica mengernyitkan dahinya. Tidak mungkin Farhan membiarkan Qonita sendirian, sedangkan dirinya asik bersama dengan teman-temannya.
"Ya sudah, kalau begitu kamu tunggu di dalam aja. Nanti saya nyusul ke sana," ujar Veronica yang meminta agar Qonita masuk ke dalam rumahnya dan menunggu dirinya di sana.
Pesta yang diadakan di taman belakang rumah milik Veronica, nampak terkesan meriah dengan banyaknya tamu yang datang dengan tanpa terduga.
Qonita sendiri menurut pada apa yang dikatakan oleh pemilik butik itu. Dia langsung bergegas masuk ke dalam rumah mewah tersebut dan menunggu bosnya itu di ruang tamu.
Berbagai macam tanya memenuhi benaknya. Ada yang mengganjal dalam hatinya, dan itu semua karena wanita yang saat ini tengah bersama dengan Farhan, kekasihnya.
"Sebenarnya siapa dia? Sepertinya Mas Farhan punya hubungan istimewa dengan perempuan itu," gumam Qonita yang mendadak ragu pada ketulusan yang pernah Farhan janjikan padanya.
Perlahan keteguhan dalam hati Qonita untuk memulai hidup baru dengan Farhan pun luntur. Rasa ragu mulai menelusup masuk ke relung hatinya yang terdalam, hingga dia kembali berpikir ulang untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius bersama dengan lelaki itu.
Sedangkan Farhan yang masih berdebat dengan Viona, masih belum menyadari kalau Qonita saat ini sudah tidak berada di sampingnya lagi.
"Hentikan, Viona! Aku mohon mengertilah ... jalani saja hidup kita masing-masing. Dan saat ini aku sudah bahagia dengan dia-" Farhan mengernyitkan dahinya saat melihat di sampingnya tidak ada siapapun.
"Bahagia dengan siapa, Han? Siapa yang kamu maksud?" tanya Viona seraya menyunggingkan senyuman sinis pada mantan kekasihnya itu.
Farhan mengedarkan pandangan matanya ke semua yang ada di sana. Berharap dia melihat Qonita diantara orang-orang yang menghadiri pesta tersebut.
"Jangan bohongi perasaanmu sendiri, Farhan. Aku tau, kalau kamu masih sangat mencintaiku." Dengan rasa percaya diri yang tinggi Viona berkata seperti itu.
Beberapa waktu lalu Viona meninggalkan Farhan dengan begitu saja. Dia lebih memilih lelaki lain, yakni seorang pengusaha muda yang dinilai jauh lebih baik daripada Farhan.
"Berhenti bicara yang tidak penting, Viona!" bentak Farhan, lalu beranjak dari hadapan wanita itu.
Dia mencari keberadaan Qonita yang pergi dari sampingnya secara diam-diam.
"Mbak!" panggil lelaki yang berprofesi sebagai lawyer tersebut saat melihat Veronica-kakaknya.
"Mbak, di mana Qonita?" tanya Farhan yang tanpa basa-basi lagi.
Wajah Veronica terlihat seperti tengah memendam rasa kesal terhadap adik laki-lakinya itu.
"Mbak?"
"Apa kamu gak bisa menghargai perasaan perempuan?" Veronica menatap kesal pada Farhan.
Mendengar pertanyaan aneh yang terlontar dari mulut Veronica, seketika membuat Farhan mengernyitkan dahinya.
"Maksud Mbak Vero, apa?"
Veronica tidak menjawab, melainkan langsung pergi dari tempatnya berdiri semula.
Farhan sendiri tidak tinggal diam. Ia pun ikut mengekor di belakang wanita pemilik butik tersebut, tanpa berani bertanya lebih banyak lagi.
Kakak Farhan tersebut berjalan menuju ruang tamu rumahnya yang luas. Dan nampak jelas di sana, ada seorang perempuan yang tengah duduk termenung dengan seorang diri.
"Qonita?" Farhan bergegas mendahului Veronica untuk menghampiri Qonita.
"Nita? Kamu ngapain di sini?" tanya Farhan dengan menunjukkan ekspresi wajah yang terlihat cemas.
"Kenapa kamu gak bilang sama aku? Apa kamu gak tau gimana paniknya aku tadi saat kamu gak ada?"
Qonita terpaku mendengar perkataan dari mulut Farhan. Kemudian dari bibirnya tersungging sebuah senyuman yang terkesan dipaksakan.
"Gak apa-apa, Mas. Tadi aku cuma capek berdiri terus ... jadi, nunggu di sini aja." Qonita menjawab pertanyaan Farhan dengan dibarengi senyuman yang masih tersungging dibibirnya.
Sekuat apapun usaha Qonita untuk menyembunyikan rasa cemburunya, tapi tetap tidak kalah pintarnya dengan Farhan yang dapat membaca semua itu dari ekspresi wajah Qonita sendiri.
Demi menghormati Veronica yang sedang mengadakan sebuah pesta, Qonita pun akhirnya mengikis egonya dan kembali berbaur bersama tamu lainnya.
Sekilas mata wanita berhijab itu melirik pada Viona yang berdiri tidak jauh darinya. Ia melihat Viona seperti seorang perempuan yang hampir mendekati kata sempurna.
Cemburu. Tentu saja Qonita masih merasa cemburu pada wanita itu. Namun dia masih bisa mengendalikan rasa tersebut, karena memang tidak pantas jika dirinya mengumbar rasa cemburunya itu.
Gayung bersambut. Viona pun sepertinya mulai melirik pada Qonita, lalu ia tersenyum seperti sedang mengejek.
Farhan yang menyadari itu semua merasa menjadi serba salah. Ia pun bergeser untuk menghalangi agar kedua wanita itu tidak lagi saling melempar lirikan mata mereka, karena dirinya takut kalau Viona akan berbuat nekat hingga terjadi keributan di sana.
"Sudah malam. Yuk, pulang!" ajak Farhan.
Qonita melirik pada jam yang melingkar di tangan kanannya. Benar saja, jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Iya, Mas." Qonita menyetujui ajakan lelaki yang sedari tadi berada di sampingnya itu.
Keduanya bergegas menghampiri Veronica, lalu berpamitan pada wanita bermata sipit tersebut.
Dengan jalan berdampingan, Qonita dan Farhan menuju mobil milik lawyer itu terparkir.
"Nanti kalau sudah nikah, kamu harus sering-sering main ke sini. Biar gak jenuh di rumah," ujar Farhan tanpa diduga.
Qonita tersenyum tipis. Entah kenapa, tiba-tiba saja harapan untuk menikah dengan Farhan terkikis dengan begitu cepat.
Mungkin karena rasa cemburunya yang berlebihan, atau karena dirinya merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping hidup Farhan.
"Farhan, tunggu!" panggil seseorang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments