Devon Brahmana Putra
Di sebuah apartemen di sudut kota Melbourne, Devon Brahmana Putra yang sengaja dikirim oleh Edward Brahmana untuk kuliah bisnis manajemen di Negeri Kanguru itu agar kelak dia bisa membantu usaha Brahmana Corp bersama kedua kakaknya, masih tertidur pulas setelah menghabiskan malam panjang dengan teman-temannya di sebuah klub malam.
Pemandangan ini bukanlah hal yang baru, alih - alih serius menempuh pendidikan, Devon yang dari kecil selalu dimanja oleh ibu dan omanya malah tidak memedulikan semua target yang telah diberikan oleh ayahnya. Devon tidak terlalu tertarik dengan dunia bisnis, impiannya adalah menjadi seorang pilot pesawat tempur, namun tidak pernah disetujui oleh orang tuanya.
Drrrt drrttt drrtt!
Terdengar getar suara panggilan di handphone Devon yang terletak di dekat meja kecil di sebelah ranjangnya. Entah di deringan keberapa, jerit telepon pintar tersebut berhasil membuat kesadarannya terusik. Dengan mata yang masih terpejam, tangan laki-laki itu berusaha menggapai benda pipih itu dari atas meja, meraba - raba dengan kasar sehingga membuat alat komunikasi tersebut terjatuh ke lantai parket kamarnya.
Shit! Siapa sih yang mengganggu pagi-pagi begini. Umpat Devon dalam hati.
Dengan malas dia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya yang bertelanjang dada dan menurunkan kakinya dari ranjang besar itu kemudian membungkuk meraih handphone yang tergelatak di dekat kaki meja. Dengan gusar dia melihat layar smartphone berlambang buah sompel itu.
Terlihat banyak notifikasi dari semua platform social media yang ia punya. Tanpa membaca lebih jauh Devon membuka notifikasi miscalled dan mendapatkan ada panggilan tidak terjawab dari 'Bawel 1', panggilan Devon untuk Natasya kakak perempuannya.
Drrt drrt drrt!
Handphone itu kembali bergetar dan Devon menekan tanda terima panggilan dengan mimik muka malas dan mata yang hampir terpejam kembali.
“Devon!! Kamu di mana? Mbak telpon dari kemaren ga diangkat, WA ga dibales. Kamu ngapain lagi sih? Ga tau kalo daddy lagi cariin kamu? Kok kamu diam aja? Kamu kenapa? Sakit?”
Tanpa jeda Natasya memberondong Devon dengan segudang pertanyaan.
Devon selalu membuat Natasya khawatir. Ulah apa lagi yang dia lakukan sampai sampai Edward ayah mereka memerintahkan Natasya untuk menjemput paksa adik bungsu kesayangannya tersebut agar segera pulang ke Jakarta.
Kesibukan Riana mamanya yang juga berkecimpung dalam bisnis keluarga tersebut benar - benar telah menyita banyak waktunya sehingga kadang terlupa akan perkembangan kuliah anak bungsunya. Akhirnya Natasyalah yang selalu mendapat tugas memeriksa Devon karena memang mereka lebih dekat satu sama lain. Berbeda dengan Adrian kakaknya yang sudah angkat tangan dengan kebandelan adiknya tersebut sejak zaman SMA.
“Hmmm," jawab Devon sekenanya dengan nada malas.
Hal tersebut membuat Natasya langsung mengalihkan panggilan ke video call. Melihat Devon yang masih bertelanjang dada dan muka mengantuk di kamar tidur pada hari kuliah benar-benar membuat Natasya kehabisan kata-kata.
“Devon, dengar! Mbak sudah ga bisa handle Daddy ya. Kamu kenapa lagi sih? Daddy minta kamu sekarang balik ke Jakarta," ucap Natasya.
“What the hell!" ucap Devon terkejut. "Ah ga mau.. males. Devon kan masih kuliah Mbak. Masak balik. Daddy kangen aja kali. Bilang aja, ntar libur semester Devon pulang ya," rayu Devon dengan menampilkan senyum tak berdosanya.
“Kuliah apa Devon, ini sudah hampir empat tahun dan kamu masih gitu - gitu aja ga ada tanda-tanda mau tamat," ujar Natasya lagi.
Dari kejauhan terdengar tangis anak kecil memanggil-manggil ibunya.
"Mommy mommy hiks hiks hiks!"
Natasya memalingkan mukanya dari layar HP ke arah suara anak kecil tersebut. Ternyata itu Michiko anaknya yang sedang merajuk berlari kecil ke arahnya.
“Devon, Mbak tutup dulu ya. Nanti mbak telpon lagi," ujar Natasya memutuskan sambungan telepon tersebut.
Saved by the bell*!*
Devon girang dan langsung melempar HP tersebut ke atas ranjang.
Terlepas dia dari omelan kakaknya untuk hari ini. Perkara perintah Edward Brahmana yang meminta dia untuk pulang nanti saja dipikirkan. Begitu gumamnya dalam hati.
Seperti itulah Devon, anak bungsu manja dari keluarga kaya yang selalu menggampangkan segala sesuatu.
Sejak cita-citanya menjadi pilot pesawat tempur dihalangi oleh orang tuanya, membuat Devon menjadi seenaknya dan pembangkang. Paksaan kedua orang tuanya agar Devon mengambil kuliah manajemen bisnis ia diterima dengan segala macam persyaratan. Salah satunya dia hanya mau kuliah di luar negeri. Tujuannya satu yaitu kebebasan. Bebas dari keluarga yang selalu mengatur hidupnya tanpa pernah menanyakan apa yang dirasakan oleh anaknya.
Devon mulai bergerak ke kamar mandi dan berniat untuk menyegarkan tubuhnya yang ternyata masih diselimuti bau rokok dan alkohol. Hampir setiap hari dia begitu. Tidak terlalu serius kuliah, Devon lebih sering nongkrong dengan teman-temannya di café atau klub malam. Gonta ganti teman kencan, berlibur bersama, pesta, menjajal olah raga esktrem dan kegilaan lainnya yang tentu bisa dilakukannya dengan mudah. Karena sokongan keuangan dari Riana ibunya yang selalu mengirim uang esktra setiap kali Devon kehabisan dana yang sengaja dibatasi oleh ayahnya.
Dan benar saja, sebulan kemudian Devon sudah kembali ke Jakarta. Dengan terpaksa tentunya. Bagaimana tidak, semua akses keuangannya ditutup oleh ayahnya, sementara ibu dan kakak-kakaknya sudah tidak bisa berbuat apa - apa lagi. Semua urusan administrasi kuliahnya telah diurus oleh ayahnya untuk dipindahkan ke Jakarta
dengan jurusan yang sama tentunya.
Ruang keluarga itu menjadi ruang pengadilan dadakan buat Devon. Dia duduk di sofa single yang menghadap ke arah beberapa sofa panjang yang berjejer di depan samping kiri kanan meja kayu berlapis kaca yang telah dipenuhi beberapa cangkir teh. Formasi lengkap, bahkan kedua kakak iparnya, Katharina istri dari Adrian dan Keitaro suami dari Natasya pun ada tak terkecuali kakeknya Brahmana Sailendra.
Mengapa tidak sekalian saja Marcel dan Michiko ikut gumam Devon dalam hati.
Devon sudah bisa membaca situasi yang akan terjadi setelah ini. Tidak mungkin ia mengeluarkan jurus sok manja kepada Riana dan Natasya, dia akan kehilangan harga dirinya. Apa pun yang akan terjadi dia akan menyuarakan hatinya. Dia bukan anak kecil yang bisa diatur lagi, dia sudah berumur 22 tahun.
Dia mau hidup yang sesuai dengan keinginannya. Bukan skenario yang telah tersusun rapi dari keluarganya lebih tepat lagi ayahnya. Walau posisinya tawar, penutupan akses keuangan sudah cukup membuatnya tidak berkutik. Tapi dia sudah bertekad untuk membuat sebuah kesepakatan.
“Ok, aku akan magang di Brahmana Corp. dan melanjutkan kuliah di sini. Setelah itu aku akan buktikan kalau aku bisa menangani proyek di Brahmana Corp. Tapi dengan satu syarat, jangan atur kehidupan pribadiku!" balas Devon setelah mendengarkan keputusan keluarga yang disampaikan Adrian kakaknya.
“Devon, yang sopan kalo bicara dengan orang yang lebih tua!" ujar Natasya langsung menegur Devon setelah melihat gelagat Edward ayahnya makin terlihat jengkel.
Riana langsung mengusap lembut tangan Edward suaminya ketika Edward akan membalas ucapan Devon, menahan agar lelaki itu tidak naik darah yang akan berakibat buruk terhadap hipertensi yang dia idap.
Devon mengangkat tubuhnya dari sofa itu dan langsung meraih handle pintu tanpa melihat lagi ke belakang. Ia merasa sudah cukup mendengarkan semua penghakiman dan hukuman yang harus dia jalani. Adrian terlihat berdiri untuk menyusul Devon namun suara Brahmana Sailendra menghentikan langkahnya.
“Biar saja, tak usah kau kejar dia Adrian," ujarnya sambil memainkan cincin di jarinya.
"Setidaknya dia sekarang sudah ada di sini. Pastikan saja dia memulai magang dan kuliahnya dengan benar. Buat dia sibuk, jadi tak ada waktu untuk bergaul dengan teman-temannya yang kacau itu," tambah Brahmana Sailendra.
Ruang keluarga itu kembali sunyi, semuanya sibuk dengan lamunan masing-masing. Memang di antara ketiga keturunan Brahmana itu hanya Devon yang susah diatur. Berbeda dengan Adrian dan Natasya yang hampir tidak pernah membantah dan mengecewakan kakek dan orang tuanya bahkan untuk urusan jodoh sekali pun.
Apakah karena jarak umur Devon yang cukup jauh dari Adrian dan Natasya, entah karena kasih sayang yang berlebihan yang dia terima dari kakek neneknya dulu? Tapi bukankah hampir di setiap keluarga ada saja yang seperti itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
duoNaNa
/Facepalm//Facepalm/
2024-05-27
0
Uya Memang Surya
iya ada aja yg seperti itu😅
2022-11-16
1
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-10-17
1