Memangnya angin bisa dimakan?

Aku turun dari tempat tidur. Berlari kecil menuju jendela kaca yang tertutup gorden berwarna coklat muda. Sambil terus berbicara melalui telepon, kusingkap kain blackout tersebut. Kemudian memandang keluar jendela. Di bawah sana Kevin tampak menyandarkan tubuh dan salah satu kakinya ke dinding. Laki-laki itu tersenyum saat melihatku. Kemudian melambaikan tangan kirinya. Sementara satu tangan lainnya memegangi hp yang menempel di telinganya.

"Turunlah," perintahnya.

"Tunggu sebentar," kataku seraya berbalik. Menyambar kaos lengan pendek milikku yang teronggok di tempat tidur, lalu mengenakannya. Setelah itu bergegas menemui Kevin.

"Jangan lari--nanti jatuh," tutur Kevin saat aku menuruni anak tangga.

Aku tak menggubrisnya, sama sekali tak mengurangi kecepatan langkahku. Hingga akhirnya aku berhenti tepat di depan gerbang dengan nafas terengah-engah. Aku dan Kevin berdiri saling berhadapan. Dengan pagar di tengah-tengahnya yang menjadi pembatas di antara kami.

"Kau tak pernah berubah. Selalu keras kepala dan tak mau mendengarkan orang lain," ucap Kevin sambil terkekeh.

"Aku tidak keras kepala," bantahku.

"Ya ya ya," ucap Kevin mengalah. "Cepat buka gerbangnya."

"Aku tidak punya kuncinya."

"Jangan bercanda, Sayang."

"Aku serius."

Kevin memandangku tak percaya. "Bagaimana mungkin kau tinggal di sini tapi tak punya kunci gerbangnya, Sayang."

"Aku tidak membutuhkannya."

"Lalu bagaimana caranya kau masuk jika gerbangnya terkunci?"

"Tenang saja, Mas. Saat aku berangkat maupun pulang kerja gerbangnya tidak di kunci, kok. Gerbangnya di kunci saat tengah malam sampai subuh saja," kataku menjelaskan.

"Tetap saja kau harus punya kunci duplikatnya, Sayang. Untuk jaga-jaga jika suatu saat kau membutuhkannya," ucap Kevin.

"Iya iya. Nanti aku minta di buatkan sama penjaga kost di sini."

"Sekarang keluarlah," pinta Kevin.

"Bagaimana caranya?" tanyaku. Memandangi gerbang setinggi dua meter yang menjulang di hadapanku.

"Terbang saja," ucap Kevin agak kesal.

Aku terkikik menatap wajah kesalnya. Kemudian bergeser ke samping bersiap memanjat pagar. Setelah memastikan pagar itu cukup kuat, aku mulai merangkak naik.

"Hati-hati," ucap Kevin saat kakiku hampir sampai di puncak.

Dengan hati-hati kuangkat kakiku. Beralih memginjak tembok yang tingginya sejajar dengan pagar. Aku melongok ke bawah, menatap Kevin yang sudah menungguku. Lumayan tinggi juga ternyata, batinku.

"Lompatlah--aku akan menangkapmu," ucap Kevin sambil membentangkan tangan.

"Tapi ini terlalu tinggi."

"Tidak apa-apa, Sayang. Percaya saja padaku."

Aku menggeleng. "Terlalu beresiko. Jika aku langsung terjun, kau dan aku bisa sama-sama tersungkur. Biar aku turun sendiri saja," kataku seraya bersiap menuruni pagar.

Aku kembali memegang pagar besi itu. Menginjaknya dengan arah yang berlawanan dari sebelumnya dan bergerak turun. Di bantu oleh Kevin yang bergegas menangkapku saat tangannya sudah menjangkau tubuhku.

"Yeah ... Berhasil," kataku setelah Kevin menurunkan tubuhku.

Kevin tersenyum. Memegang kepala dan membelai lembut rambutku. "Darimana datangnya keahlian memanjat itu? Apa pacarku ini tergigit laba-laba juga, seperti spiderman?"

"Kuharap seperti itu. Agar aku bisa menyelamatkan dunia," kataku, tertawa.

Kevin meraih tubuhku. Memeluk dan mendaratkan kecupan di pipiku. Kemudian menempelkan dahinya di keningku.

"Memangnya apa yang ingin kau selamatkan?"

Aku mendorong tubuhnya pelan, menjauh wajah dan tubuhku darinya. "Ini di luar ruangan. Bagaimana jika ada orang lain yang melihat," kataku buru-buru menjelaskan. Saat melihat air muka Kevin yang berubah, tampak tak suka dengan apa yang baru saja kulakukan.

"Kalau begitu ayo cari tempat lain," ajak Kevin seraya menarik tanganku.

"Kita mau kemana?"

"Cari makan. Aku lapar," ucap Kevin sambil melingkarkan tangannya di pundakku. Kami berjalan beriringan, menyusuri gang sempit. Menuju mobil Kevin yang diparkirkan di bahu jalan, depan gang.

"Aku harus ganti baju dulu," kataku menghentikan langkah. Menatap tubuhku yang hanya berbalut hotpants serta kaos oblong yang sedikit kebesaran.

"Tidak perlu, Sayang. Kau tetap terlihat cantik meskipun hanya mengenakan kaos seperti sekarang. Ayo," ucapnya seraya menarik tubuh dan mengajakku kembali berjalan.

Mau tak mau aku ikut melangkah. Sedikit terseok-seok karna mengimbangi langkah Kevin yang panjang. Tak berselang lama kami sampai di depan gang. Kevin membukakan pintu mobil, menyuruhku masuk. Setelah itu kembali menutupnya dan berjalan mengitari mobil.

"Mau makan dimana?" tanyaku setelah Kevin masuk dan mendudukan tubuhnya di belakang kemudi. Bersebelahan denganku.

"Dimana saja. Cari restoran yang masih buka," sahut Kevin sambil mengenakan sabuk pengaman. Kemudian menyalakan mesin dan melajukannya, pelan. Melewati jalanan ibu kota yang lenggang. Ya, saat tengah malam barulah jalanan mulai longgar, tak sepadat saat pagi ataupun sore hari yang seringkali macet.

"Apa di rumah tidak ada makanan?" Tanyaku penasaran. Tak biasanya Kevin memgunjungiku dan mengajak makan tengah malam begini.

Kevin mengangkat bahu. "Selepas pulang kerja aku tidur. Saat bangun aku langsung kemari," ucapnya.

"Stop!"

Kevin menepikan mobilnya di bahu jalan lalu berhenti, sesuai perintahku. " Ada apa, Sayang? Kenapa tiba-tiba minta berhenti," tanyanya panik.

"Mundur sedikit, Sayang," kataku.

"Mundur?" ucapnya bingung.

Aku mengangguk. "Iya mudur."

Meskipun tampak enggan tapi Kevin tak banyak protes. Ia menuruti ucapanku.

"Nah ... sekarang parkirkan mobilnya di sana," kataku menunjuk halaman sebuah bengkel yang sudah tutup.

"Kenapa kita berhenti di sini?"

"Bukankah Mas Kevin lapar? Ayo kita makan."

"Makan?" tanyanya dengan kening berkerut.

"Iya, makan," kataku sambil memperagakan memasukan makanan ke dalam mulut.

"Ini bukan restoran, Sayang. Ini bengkel. Apa kau tidak lihat tulisannya?" tanya Kevin. Menatap plang bertuliskan bengkel mobil putra jaya.

"Apa yang mau kita makan di sini? Angin?" imbuhnya.

"Memangnya angin bisa di makan?" kataku balik bertanya.

Kevin menatapku, serius. "Sebenarnya apa yang mau kita lakukan di sini?" tanyanya mengabaikan pertanyaanku.

"Sudah kubilang kita mau makan. Ayo turun," ajakku seraya turun dari mobil. Di ikuti oleh Kevin yang berjalan malas ke sisiku.

"Lihat," kataku menunjuk sebuah warung pecel lele di seberang jalan. Kevin mengedarkan pandangannya, mengikuti arah yang kutunjuk.

" Ayo kita makan di sana," ajakku.

Kevin mengeritkan dahi. Menatapku. "Apa kau yakin?"

Aku mengangguk. "Tentu."

Aku mulai melangkah, hendak menghampiri warung tersebut. Namun Kevin justru menarik tanganku, membuatku terpaksa menghentikan langkah. Aku menatapnya. "Ada apa?"

"Kita cari tempat lain saja."

"Kenapa?"

"Di situ tidak higenis, Sayang. Tempatnya saja terbuka seperti itu. Tanpa tedeng aling-aling. Hanya mengandalkan kain tipis itu. Debu jalanan dan asap dari kendaraan yang lewat masuk ke situ semua."

Ah iya. Aku lupa yang kuajak kali ini Kevin Sanjaya. Laki-laki yang sejak kecil sudah terbiasa hidup berkecukupan bahkan lebih dari cukup. Apapun yang ingin ia makan akan tersedia di meja makan keluarganya ataupun memesan di restoran mewah. Di usianya yang menginjak kepala tiga itu sekalipun ia belum pernah makan di pinggir jalan.

"Ayolah, Sayang. Sekali ini saja. Aku ingin makan cumi bakar di sana," rayuku.

"Percayalah--makanan pinggir jalan takkan membuat Mas Kevin sakit perut."

"Yang kuhawatirkan kesehatanmu, Ly. Aku tidak mau kau sakit," ucapnya.

"Aku tidak akan sakit, Mas."

Meskipun tampak enggan tapi Kevin tak menolak saat aku menggandeng tangannya dan berjalan menghampiri warung pecel lele tersebut.

Sesampainya di sana Kevin mengedarkan pandangan. Mengamati setiap sudut warung tersebut dengan tatapan tak suka. Akan tetapi laki-laki itu tak banyak protes. Hanya sedikit mengeluh tentang kursi dan meja yang menurutnya tak nyaman.

Terpopuler

Comments

Eko Wardiyanto

Eko Wardiyanto

up lgi dong

2022-11-15

1

lihat semua
Episodes
1 Pernikahan Adik dan tunanganku
2 Izinkan aku memeluk suamimu
3 Pergi dari rumah
4 Dia istrimu, bukan orang lain.
5 Membahas para cecunguk
6 Satu atap dengan laki-laki lain
7 Maukah kau menjadi kekasihku?
8 Aku bukan wanita matre
9 Namamu seperti minuman
10 Pertengkaran Kevin dan Alia.
11 Memangnya angin bisa dimakan?
12 Hidup dan matiku akan kuserahkan padamu
13 jangan menggoda kekasihku
14 Mengencani pacar orang
15 Berpisah untuk sementara
16 salah paham
17 Pergi bekerja
18 Memperjuangkan hak anak
19 Pergi dengan Alan
20 Taman hutan
21 Tidur dengan Alan
22 Dimana Alea?
23 Bukan Mimpi
24 Apa ini surga?
25 Kepulangan Kevin
26 Amarah
27 Penyesalan
28 Tetangga menyebalkan
29 Episode 29
30 Episode 30
31 Episode 31
32 Episode 32
33 Episode 33
34 Episode 34
35 Episode 35
36 Episode 36
37 Episode 37
38 Episode 38
39 Episode 39
40 Episode 40
41 Episode 41
42 Episode 42
43 Episode 43
44 Episode 44
45 Episode 45
46 Episode 46
47 Episode 47
48 Episode 48
49 Episode 49
50 Episode 50
51 Episode 51
52 Episode 52
53 Episode 53
54 Episode 54
55 Episode 55
56 Episode 56
57 Episode 57
58 Episode 58
59 Episode 59
60 Episode 60
61 Episode 61
62 Episode 62
63 Episode 63
64 Episode 64
65 Episode 65
66 Episode 66
67 Episode 67
68 Episode 68
69 Episode 69
70 Episode 70
71 Episode 71
72 Episode 72
73 Episode 73
74 Episode 74
75 Episide 75
76 Episode 76
77 Episode 77
78 Episode 78
79 Episode 79
80 Episode 80
81 Episode 81
82 Episode 82
83 Episode 83
84 Episode 84
85 Episode 85
86 Episode 86
87 Episode 87
88 Episode 88
89 Episode 89
90 Episode 90
91 Episode 91
92 Episode 92
93 Episode 93
94 Episode 94
95 Episode 95
96 Episode 96
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Pernikahan Adik dan tunanganku
2
Izinkan aku memeluk suamimu
3
Pergi dari rumah
4
Dia istrimu, bukan orang lain.
5
Membahas para cecunguk
6
Satu atap dengan laki-laki lain
7
Maukah kau menjadi kekasihku?
8
Aku bukan wanita matre
9
Namamu seperti minuman
10
Pertengkaran Kevin dan Alia.
11
Memangnya angin bisa dimakan?
12
Hidup dan matiku akan kuserahkan padamu
13
jangan menggoda kekasihku
14
Mengencani pacar orang
15
Berpisah untuk sementara
16
salah paham
17
Pergi bekerja
18
Memperjuangkan hak anak
19
Pergi dengan Alan
20
Taman hutan
21
Tidur dengan Alan
22
Dimana Alea?
23
Bukan Mimpi
24
Apa ini surga?
25
Kepulangan Kevin
26
Amarah
27
Penyesalan
28
Tetangga menyebalkan
29
Episode 29
30
Episode 30
31
Episode 31
32
Episode 32
33
Episode 33
34
Episode 34
35
Episode 35
36
Episode 36
37
Episode 37
38
Episode 38
39
Episode 39
40
Episode 40
41
Episode 41
42
Episode 42
43
Episode 43
44
Episode 44
45
Episode 45
46
Episode 46
47
Episode 47
48
Episode 48
49
Episode 49
50
Episode 50
51
Episode 51
52
Episode 52
53
Episode 53
54
Episode 54
55
Episode 55
56
Episode 56
57
Episode 57
58
Episode 58
59
Episode 59
60
Episode 60
61
Episode 61
62
Episode 62
63
Episode 63
64
Episode 64
65
Episode 65
66
Episode 66
67
Episode 67
68
Episode 68
69
Episode 69
70
Episode 70
71
Episode 71
72
Episode 72
73
Episode 73
74
Episode 74
75
Episide 75
76
Episode 76
77
Episode 77
78
Episode 78
79
Episode 79
80
Episode 80
81
Episode 81
82
Episode 82
83
Episode 83
84
Episode 84
85
Episode 85
86
Episode 86
87
Episode 87
88
Episode 88
89
Episode 89
90
Episode 90
91
Episode 91
92
Episode 92
93
Episode 93
94
Episode 94
95
Episode 95
96
Episode 96

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!