Aku terbangun, setelah medengar pintu kamarku diketuk berulang kali. Kusingkap selimut yang menutup sebagian tubuhku. Kemudian bergegas turun dari ranjang. Berjalan terseok-seok menghampiri pintu kamar yang jaraknya tak terlalu jauh dari tempat tidur.
Kutarik slot yang mengunci pintu tersebut. Kemudian memutar kenop untuk membukanya. Saat pintu terbuka, sebuah tangan membekap mulut dan mendorongku kembali masuk ke dalam kamar.
"Jangan teriak," titah pemilik tangan tersebut. Ia segera menutup kembali pintu tersebut dengan tubuhnya. Kemudian menguncinya dengan satu tangannya yang bebas.
Mataku membelalak, kaget sekaligus takut. Namun ketakutanku mulai berkurang, ketika bisa menatap wajah sesosok pria yang masih membungkam mulutku. Kevin! Apa yang ia lakukan? Mengapa dia datang kemari, batinku bertanya-tanya.
Kevin menuntunku ke ranjang, tempat dimana aku beristirahat. Kemudian mendudukanku disana, bersebelahan dengannya.
"Apa yang Mas Kevin lakukan? Bagaimana kalau orang lain melihat?" tuntutku setelah mulutku bebas.
"Sssst! Pelankan suaramu," perintahnya. "Semuanya sudah tidur, tidak akan ada yang tau aku kemari. Kecuali kau yang memberi tahu mereka," jelas nya dengan suara berbisik.
Jantungku berdegup cepat. Mataku berulangkali memandang ke arah pintu. Takut orang lain memergoki kami berdua di dalam kamar.
"Keluar, Mas! Kembali ke kamarmu dan Alia," perintahku seraya bangkit berdiri dan menarik tangannya.
"Tidak--Aku tidak akan keluar sebelum kita bicara, Ly."
"Apa yang ingin kau bicarakan, Mas? Cepat katakan dan keluarlah."
"Apa yang kau lakukan, Mas? Bangunlah-- jangan seperti itu," kataku saat Kevin duduk bersimpuh di kakiku.
Kevin menggeleng. "Aku tidak akan bangun sebelum kau memaafkanku, Ly."
"Aku sudah memaafkanmu, Mas. Jadi bangunlah."
"Aku tak mau putus denganmu, Ly."
"Apa maksudmu, Mas! Kau sudah menikah. Hubungan kita sudah berakhir."
"Aku mencintaimu, Ly. Aku tak mau mengakhiri hubungan kita."
"Kau egois, Mas. Apa kau tahu, apa yang kau lakukan sekarang?" kataku kesal. "Kau bukan hanya menyakitiku, Mas. Tapi sekarang Mas Kevin juga menyakiti adikku."
"Maafkan aku, Ly. Maafkan segala keegoisanku. Maaf karna sikapku telah menyakitimu dan juga Alia," ucapnya dengan wajah tertunduk. Kevin tampak sangat menyesali perbuatannya. "Katakan padaku apa yang harus kulakukan. Aku tersiksa, Ly--aku tidak mencintai Alia tapi aku harus menikah dengannya."
"Itu semua karna kesalahanmu, Mas. Kau harus bertanggung jawab."
"Lupakan aku, Mas. Mulai sekarang yang harus kau cintai Alia, bukan aku." Aku berpaling, berdiri membelakanginya. Aku takut goyah jika terus memandangnya. Tanpa sadar air mataku luruh. Dada ini terasa sesak ketika apa yang kuucapkan tak selaras dengan hati. Tak bisa kupungkiri, apa yang diucapkan Kevin sama seperti apa yang kurasakan. Aku masih sangat mencintainya dan juga tak ingin kehilangan dirinya. Namun, keadaan memaksaku harus berubah. Alia sedang mengandung anak dari Kevin. Demi kehormatan keluarga. Mau tidak mau, suka atau tidak suka Kevin harus bertanggung jawab. Meskipun harus mengorbankan aku.
"Aku tidak bisa, Ly. Selama satu bulan ini sudah kucoba untuk melupakanmu dan mencoba menerima Alia. Tapi nyatanya aku tak sanggup, Ly."
"Berusahalah lebih keras, Mas."
"Jangan paksa aku, Ly. Kumohon...."
Entah kapan Kevin bangkit dari duduknya. Tahu-tahu ia sudah berdiri dibelakangku. Memeluk tubuhku dan menyandarkan kepalanya dibahuku.
"Lepaskan, Mas!" Aku mencoba memberontak tapi tenangaku tak sebanding dengan kekuatan Kevin.
"Sebentar saja, Ly. Biarkan aku memelukmu seperti ini. Aku merindukanmu, Ly," ucapnya lirih. "Apa kau tak merindukanku, Ly?"
Pertahananku runtuh. Rindu. Tentu saja aku rindu padanya. Bahkan sangat-sangat merindukannya. Suara lembutnya, perhatiannya dan kehangatan tubuhnya begitu kurindukan.
Kevin semakin erat memelukku. Kala tanganku mendekap lengannya. Kami saling memeluk cukup lama. Hingga akhirnya Kevin membopongku ke tempat tidur, membaringkanku disana. Kemudian menjatuhkan tubuhnya, di sebelahku.
Kami berbaring saling berhadapan. Saling beradu pandang mengandalkan cahaya temaram dari lampu tidur. Tangan kanan Kevin terulur, membelai lembut kepalaku. Sementara satu tangannya yang lain melingkar di pinggangku.
"Ini salah, Mas. Seharusnya kita tak boleh berbuat seperti ini." Ya, aku sadar. Apa yang kulakakan saat ini sangat salah. Sama sekali tak dibenarkan. Apapun alasannya.
"Semua orang punya salah, Ly."
"Bagaimana jika Alia dan keluargaku tahu?"
"Mereka tidak akan tahu, Ly--kau tenang saja." Kevin kembali mendekap tubuhku, mengikis jarak diantara kami hingga tubuh kami saling bersentuhan, satu sama lain. "Tidurlah--Sudah Malam," imbuhnya.
Aku memejamkan mata. Setelah Kevin mendaratkan kecupan di puncak kepalaku. Kulingkarkan tanganku di pingganya, memeluknya erat. Serta membenamkan wajahku di dada bidangnya.
Maafkan aku, Alia. Izinkan aku memeluk suamimu kali saja. Izinkan aku merasakan kehangatan tubuhnya untuk yang terakhir kali.
.
.
.
.
Jangan lupa tap ❤ agar tau update terbaru.
Likenya juga biar makin semangat lanjutin ceritanya. Terima kasih 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments