Bab • 20 •

Suara deru kendaraan berhenti di teras membuat deru jantung Arumi semakin berdentum keras.

"Nah, suami mu sudah datang. Ayo." Tania mengangguk, meyakinkan Arumi bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Mata Arumi menatap lurus ke depan lalu ia mengangguk mantap, berjalan anggun bak putri keraton di dampingi Tania, ia melangkah menuju sang suami.

Sementara Dewa ia sudah bersiap-siap sebelumnya kini sudah nampak begitu tampan dengan setelan berwarna coklat muda, dari jas hingga ke bawah, sepatu mengkilap dan bunga mawar merah sebagai pemanis di saku kemejanya. Membuat wanita manapun tak akan berpaling saat pertama kali menatapnya.

Ia yang semula menunduk sedang sibuk dengan ponselnya saat mendengar suara ketukan high heels yang beradu dengan lantai memberikan magnet yang membuat nya menengadah, semilir angin lembut menerpa saat Dewa melihat yang tersenyum ke arahnya.

Entah, ia tak bisa berfikir jernih sekarang, terkesima? tentu saja, wanita yang selalu berpenampilan sederhana itu tampak sangat cantik meski hanya di beri sentuhan sedikit.

Matanya, hidung, bibir, dagu, kening Dewa meneliti seksama setiap inci wajah Arumi, sangat cantik hingga ia tak bisa mengalihkan pandangan, jika saja seseorang di samping Arumi tidak berdeham keras membuat ia terhenyak.

"Lihat lah, suami mu seperti tengah jatuh cinta untuk yang kedua kalinya." goda wanita yang Dewa perhatikan seumuran dengan istrinya itu.

Arumi menunduk malu-malu ia menyenggol pundak Tania karena merasa salah tingkah dengan ucapan temannya, membuat Tania terkikik geli.

Wajah Dewa berubah kaku, dia tak ingin menunjukkan kekaguman untuk Arumi. menggeleng kuat berusaha memfokuskan diri.

Tania menepuk pundak Arumi sekilas. "Ya sudah, have fun ya di pesta nanti."

Arumi menggelembungkan pipi membentuk senyum tulus. "Terimakasih, ya Tania."

"You're welcome." Tania tersenyum. "Kalau begitu aku pamit ya."

"Eh, kamu kesini naik apa?" tanya Arumi yang khawatir jika Tania pulang sendiri.

"Tenang aja, aku bawa mobil kok. Tuh di situ." Tania menunjuk sebuah mobil sedan berwarna putih yang terparkir di luar gerbang.

"Oh, baiklah. Hati-hati ya." Arumi mengusap tangan Tania sekilas.

"Okay." melingkar kan jari jempol dan telunjuknya, Tania lalu melambai seraya pergi menuju mobilnya.

Arumi balas melambai pelan, sampai Tania masuk ke dalam mobilnya, ia berbalik dengan senyum yang tak pernah luntur menghadap ke arah sang suami yang kini balas menatap datar. Tak seperti tadi, yang seperti sarat akan cinta.

Menatap lekat dengan raut sukar di baca, mendadak saja Dewa mendengkus membuat air muka Arumi surut seketika. "K-kenapa?" tanya Arumi, takut-takut ada yang salah dengan penampilannya.

"Tidak. Hanya saja aku speachless dengan tingkat kepercayaan diri mu yang memuakkan. Aku sudah mengira bahwa kau akan memakai gaun dan perhiasan yang kuberikan."

"Kenapa? bukankah ini memang untuk ku?" tanya Arumi tak mengerti.

"Ya memang. Tapi tujuan awal ku memberikan nya hanya ingin melihat apa kau memang wanita materialis atau tidak? dan ternyata benar, dengan hanya di beri kemewahan sedikit saja kau sudah terlihat jumawa. Wajah mu yang semula terlihat nelangsa saat menyambut ku kini berubah sumringah hanya karena aku mengirimkan mu barang-barang mewah. Bukankah itu membuktikan kau sama saja seperti wanita di luar sana. Materialistis!" Dewa sengaja menekankan perkataan terakhir nya dengan tatapan sinis yang meremehkan.

"Jadi, kau memberikan ini semua tidak tulus padaku?" Arumi bertanya dengan suara bergetar. Tidak menyangka pria Itu memiliki pemikiran picik terhadapnya.

"Ya. lagipula siapa yang rela memberikan barang mewah pada orang yang dia benci. Kau juga jangan salah sangka dulu, aku terpaksa mengajak mu ke acara kantor malam ini karena kolega ku yang meminta untuk membawa pasangan mereka. Tapi kau tenang saja, jika kau tidak berniat ikut aku tidak akan memaksa," kata Dewa dengan mimik wajah pongah.

"Tidak!' seruan Arumi menghentikan Dewa yang siap membuka pintu mobil nya. "Aku tetap akan ikut."

"Akan ku buktikan jika aku bukan wanita materialis yang seperti kau pikirkan."

Dewa melongok, menatap Arumi lagi.

"Awalnya aku mengira kamu mengirimkan semua barang mewah ini karena kamu sudah melunak, dan mau menerima ku. Tapi ternyata aku salah, tidak ku sangka kau memiliki pemikiran sekotor itu terhadap ku."

"Terserah! aku tak mau mendengar omong kosong mu. Jika kau mau ikut, tutup mulut mu, dan jangan bertingkah yang membuat ku malu di sana."

***

Mobil C-Class terbaru milik Dewa berhenti di sebuah pelataran gedung baru yang akan di resmikan malam ini.

Mobil yang di rem mendadak membuat tubuh Arumi terhenyak dan kepalanya membentur depan mobil, seakan Dewa memang dengan sengaja melakukannya.

"Ingat! jangan mempermalukan ku atau kau akan tahu akibat nya!" ancam pria itu namun Arumi tetap bergeming.

"Sekarang turun!" tandasnya mentitah.

Dewa keluar dari mobil lebih dulu, jepretan kamera dari para paparazi langsung menyambutnya, Dewa sedikit terperanjat, sepertinya awak media tidak ada dalam daftar malam ini, ia benci kamera para pemburu gambar itu.

"Siapa yang mengundang paparazi?" sungut Dewa.

"Saya!" seseorang datang dengan setelan jas mahal di apit dua tubuh molek wanita di kiri kanannya.

"Tuan David." seru Dewa sedikit terkejut. "Harusnya anda tahu saya membenci mereka." imbuhnya.

"Maaf Mr. dirgantara, tapi saya merasa sangat kurang jika tidak ada kamera yang mengabadikan momen ini. Bukankah begitu?"

Dewa memutar bola matanya. "Terserah."

Tuan David berkelakar. "Hidup Jangan terlalu di bawah serius pak Dewa, di bawah santai saja," ucap laki-laki keturunan asli Amerika itu.

Dewa tak menanggapi lagi. Kemudian Arumi turun, matanya agak sedikit silau karena flash kamera.

"Wah, apakah wanita cantik ini Mrs. dirgantara?" tuan David menyambut lebih dulu, Arumi tersenyum segan.

"Anda terlihat sangat cantik seperti yang gembar-gembor kan orang-orang."

Arumi sedikit terkejut, apakah banyak yang menceritakan nya? mungkin, inilah konsekuensi yang harus dia terima menjadi istri seorang CEO yang terkenal.

Setelah sedikit berbasa-basi, mereka melangkah di atas red carpet menuju gedung.

***

Sepanjang acara Arumi hanya diam menyimak, sesekali ia hanya akan membuka mulut ketika ada yang mengajaknya bicara atau berkenalan, kebanyakan dari para istri direktur lain yang di undang ke acara malam ini.

Sampai saat semua orang bersantai, di dalam aula luas yang megah dan glamour ini, Arumi hanya diam menikmati instrumen indah yang mengalun menggiringi para pasangan yang memang di persilahkan untuk berdansa.

Sementara Dewa, sejak awal pria itu selalu menghindari nya, meninggalkan nya sendiri, di saat para tamu lain ingin selalu dekat dengan pasangan nya, Dewa justru terlihat sibuk berbincang dengan para koleganya. Membuat Arumi terasa asing dan kecil di pesta besar ini.

"Minum, nona." seseorang tiba-tiba menyodorkan gelas berisi cairan pekat berwarna ungu ke hadapannya, membuat Arumi terhenyak lalu mendongak menatapnya.

"Oh ayolah memangnya kau hidup di zaman apa? hanya orang kampungan yang tersesat di pesta ini jika menolak untuk minum." Pria berjas biru sepertinya setengah sadar terlihat dari matanya yang mengabur seperti orang yang overdosis obat.

"Maaf saya permisi." Arumi yang setengah was-was memilih untuk mengabaikan pria itu, tapi tangan si pria yang tiba-tiba menggapai pundaknya membuat Arumi terkesiap.

"Hei kau sombong sekali ya, memang nya siapa sih dirimu?" sungut pria itu yang seakan meremehkannya.

"Maaf dia istri ku."

Suara bariton itu membuat mereka menoleh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!