Bab • 15 •

Dewa pergi, ia seperti menghilang entah kemana, jam besar di mansion megah itu berdentang dua kali membuat suaranya menggema hingga ke penjuru bangunan, jarum besar itu menunjukkan angka 00. 00 dan Dewa sama sekali belum kembali. Meninggalkan Arumi di kesendirian malam ini, menunggu nya di sofa ruang tamu yang luas.

Teringat kembali perkataan sang ayah mertua sebelum ijin pamit pulang.

"Dewa, meskipun terlihat keras, namun sebenarnya ia rapuh. Papa tahu apa yang di lakukan Yudha tidak pernah termaafkan, dan Dewa beranggapan dua yang harus menanggung kesalahan nya. Namun sebenarnya salah, Tuhan lah yang memang ingin menyatukan kalian."

Seperti ada kepercayaan besar dalam diri pak Handoko jika pernikahan ini bisa berjalan mulus, dan Dewa bisa berubah dan mampu meninggalkan masa lalunya.

Arumi merapatkan tubuh dari udara dingin malam yang kian merambat, ia akhirnya menyerah untuk menunggu pria itu setelah lebih dari tiga jam bolak-balik, berdiri dan duduk hanya untuk sebuah kepastian. Memastikan Dewa kembali lagi.

Ia hendak berbalik, namun suara klakson mobil di luar menghentikan kakinya, seperti ada magnet yang akhirnya membuat nya berlari keluar pintu megah itu dan berhenti di selasar teras.

Terlihat Dewa yang keluar mobil dengan berjalan sempoyongan yang awalnya menunduk kini menatap ke arahnya.

Dada Arumi bergemuruh, angin berhembus kencang membawa beberapa daun kering dan ranting yang ikut tersapu angin. Perlahan langkah Arumi berpijak menuruni tangga selasar untuk menuju pria itu.

Semakin mendekat, semakin terlihat jelas semuanya menjadi memburam, bisa ia rasakan tangan hangat Dewa yang menyapu wajahnya lembut, ia terlena. Untuk pertama kalinya pria itu tersenyum, amat sangat manis. Dan Arumi terbangun.

Ternyata hanya mimpi. Arumi tergagap lantas mengambil oksigen dengan rakus. Di lihatnya ke penjuru ruangan, ini adalah kamar yang di peruntungan kan untuk nya. Dan tidak ada Dewa di sini. Mimpi itu terasa nyata dan indah.

***

Saat keluar kamar, orang yang pertama kali Arumi temui adalah seorang perempuan dengan umur berkisar 50 tahunan, berbadan berisi dengan rambut di cepak ke atas, wajah khas pedesaan.

"Saya Juminten nyonya muda, asisten rumah tangga di sini." memperkenalkan diri seraya menunduk hormat.

"Apa kau di kirim ayah mertua ku untuk bekerja di sini?" tanya Arumi memindai.

"Benar, nyonya muda."

Arumi memanggut-manggut. "Baiklah, selamat bekerja."

Perempuan itu mengangguk. "baik, matur nuwun nyonya muda." lalu ia permisi untuk pamit.

Arumi menatap ke sekitar lalu matanya tertuju pada kamar yang ditempati Dewa yang berada di lantai tiga, alternatif untuk bisa ke atas sana ada dua, menggunakan tangga besar yang langsung terhubung atau menggunakan lift yang ada di samping. Dalam hati Arumi berdecak takjub, ayah mertua nya seperti sudah menyiapkan mansion ini sejak lama untuk di tempati.

Tak di lihatnya Dewa yang keluar dari kamarnya, itu berarti pria tersebut pergi sejak semalam dan belum kembali juga. Kemana dia pergi? pikir Arumi khawatir.

Ia akhirnya kembali ke kamarnya untuk membersihkan dan menjalani rutinitas pagi, meskipun pagi pertama nya di mansion ini tidak ada suaminya di sisinya.

***

Tak beberapa saat lama, Arumi di kejutkan dengan kedatangan orang tuanya ke mansion. Ia sedang mengisi waktu kosong nya dengan membaca novel langsung turun ke bawah untuk menyambut orang tuanya, setelah di beritahu oleh mbok Jum tentang kedatangan mereka.

"Silahkan duduk. Ayah, bunda." Arumi mempersilahkan orang tuanya untuk duduk di kursi ruang tamu. "Kalian kapan sampai nya?"

"Baru saja nak," ucap keduanya hampir berbarengan, seperti yang lainnya, mereka memandang takjub setiap interior mansion ini.

"Wah rumah kalian besar sekali nak." puji Bu Ratna menggeleng kagum.

"Iya ayah sampai pangling, Handoko tidak main-main membangun nya," ucap pak Dharmawangsa.

Arumi hanya tersenyum dengan pujian itu. Lalu mbok Jum datang membawa tiga cangkir teh dan camilan di atas baki memindahkan nya ke meja.

"Silahkan di nikmati tuan, nyonya."

"Terimakasih mbok Jum," ujar Arumi. Mbok Jum mengangguk lalu ijin untuk kembali ke belakang.

"Ayah sama bunda kangen kamu nak, jadi buru-buru kesini setelah besan mengabari jika kalian sudah pindah."

Ayah Arumi adalah seorang pensiunan perwira tentara, sedangkan ibu Arumi sendiri mantan seorang bidan di rumah sakit di pusat kota yang kini juga memilih pensiun untuk menikmati masa tua bersama. Oleh karena itu ketika putri satu-satunya yang mereka miliki menikah, rumah yang mereka tinggali terasa sepi.

Hal itu pula yang membuat Arumi mencoba untuk mempertahankan pernikahan ini, ia tak ingin membuat kedua orang tua nya khawatir di masa yang mana harusnya sudah menikmati hasil jerih payah mereka selama ini. Masa tua dengan orang terkasih.

Bunda menepuk punggung tangan Arumi lembut. "Kenapa melamun, sayang?"

Arumi gegas menggeleng. "Tidak apa-apa bunda. Aku juga sangat merindukan kalian."

"Putri kecil ayah sekarang sudah menjadi seorang istri." ayah menjawil hidung mungil Arumi gemas, satu kebiasaan ayah yang tidak pernah lepas sejak ia kecil.

"Bagaimana hari-hari mu?" tanya ayah lagi.

"Baik yah." berusaha terlihat baik-baik saja ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya khawatir.

"Oh ya di mana Dewa? sejak tadi kami belum melihat suami mu itu."

"Bunda gimana, tentu mas Dewa sedang di kantor, hari libur kan sudah usai." sedikit berbohong sepertinya bukan hal yang buruk demi tidak ingin melihat wajah sedih kedua orang tua nya.

Bunda menepuk keningnya." ah, kau benar, bagaimana bisa bunda lupa." perempuan setengah baya tertawa, Arumi tersenyum dengan hanya melihat wajah bahagia orang tuanya seperti telah meringankan sedikit beban yang ia pikul selama ini.

Mereka akhirnya berbincang-bincang hingga hari akan semakin sore, lalu ayah dan bunda ijin pamit setelah puas melihat putri mereka.

"Sampai kan salam kami pada suami mu."

Arumi mengangguk. "Baik yah."

"Kalau begitu kami pamit. Jaga dirimu baik-baik." ayah memeluk Arumi tak lupa melabuhkan kecupan di kening nya begitupun dengan bunda melakukan hal yang sama.

Setelah kepergian orang tuanya, Arumi secara mendadak mendapat telepon dari pihak rumah sakit yang membuat jantung nya seakan berhenti berdetak. Dewa mengalami kecelakaan dan kini sedang di rawat.

Hal yang Arumi khawatir kan terjadi, sejak tadi perasaannya memang sudah tak enak.Gegas ia bersiap dan menuju rumah sakit yang di sebutkan, apa yang terjadi padanya Tuhan, apa yang terjadi pada suami ku? gumamnya penuh kepanikan.

Sepanjang perjalanan tak hentinya ia merapalkan doa dalam hati, berharap Dewa baik-baik saja. Sampai di meja resepsionis rumah sakit, seorang suster menuntunnya ke ruangan di mana Dewa di rawat.

Sampai pintu ruangan di buka, Dewa yang duduk di brankar pasien dengan luka di sepanjang wajahnya menoleh mendapati Arumi di ambang pintu dengan raut wajah penuh kekhawatiran, ada kaca-kaca di mata indah itu.

Lalu terkesiap, ketika Arumi menyergap tubuh nya dalam pelukan yang begitu erat.

"Syukurlah kamu baik-baik saja."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!