Bab • 05 •

Saat sang bagaskara hampir tenggelam dalam peraduannya, kedua insani itu sudah sampai ke apartemen mewah yang akan mereka tempati untuk seminggu ini.

"Kau akan tidur di sini."

Arumi spontan menatap lekat Dewa lalu beralih pada sofa berbentuk L yang berada di sampingnya.

"K- kenapa kita tidak tidur di kamar saja?" pertanyaan itu jelas tersiar begitu saja dari mulutnya. Jelas bukan? wanita dan pria yang sudah menikah harus nya tidur di ranjang yang sama.

Melihat Dewa yang tertawa seraya melongos membuat Arumi mengerut dahi.

"Kau pikir aku mau berbagi tempat tidur dengan mu?" Dewa mengangkat satu alisnya, menatap pongah. "Jangan pernah bermimpi! harusnya kau sadar diri, aku menikah dengan mu bukan karena cinta, tapi karena keadaan yang memaksa."

"Jadi jangan pernah berharap lebih dalam hubungan palsu ini." perkataan Dewa serupa ribuan belati yang menyerangnya secara tiba-tiba, ada rasa nyeri di dada yang kini Arumi rasakan.

Kenyataan jika Dewa sungguh membencinya itu benar adanya, kebencian itu sangat jelas tergambar dalam bola mata Dewa yang sepekat jelaga. Kenyataan pahit pernikahan impian yang harus ia terima tidak seindah yang seperti angan-angan nya.

"Jika seperti ini, kenapa kau tidak menceraikan ku saja sekalian?" Arumi tertawa sumbang, menyembunyikan rasa kepedihan yang teramat, pandangan nya memburam seketika.

Alis Dewa menukik tajam ia menghunuskan tatapan membunuh nya pada Arumi, menghimpit tubuh mungil gadis itu, Dewa menjulurkan tangannya, memukul tembok membuat Arumi terpejam karena terkejut.

"Menceraikanmu? sudah ku bilang jangan pernah mengharapkan hal apapun dari ku termasuk perceraian, itu tidak akan pernah terjadi kecuali setelah aku membuat mu menderita."

"Aku akan membuat pernikahan ini seperti neraka untuk mu, dan itu akan ku buktikan dengan banyaknya air mata yang mengalir dari mata ini."

Arumi membuang muka saat jempol Dewa mengusap ekor matanya, nafasnya memburu seiring degupan jantungnya yang semakin menggila, sementara Dewa merasakan hal yang berbeda saat ia melihat gadis yang kini tak berdaya, apakah yang di lakukan nya kini sudah benar?

Namun bayangan Diana seperti memburam kan mata hatinya, membuat ia yang semula menatap sendu berubah kembali dengan tatapan menghunus tajam nya.

Sudah sepatutnya ia senang melihat Arumi yang menderita. Ya, Dewa seharusnya senang, tapi kenapa hatinya berkata sebaliknya?

***

Malam semakin larut, Dewa keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri dengan handuk kecil di tangan untuk menggosok rambut hitamnya yang basah, di kamar nya ia menuju ruang ganti lalu memakai kaos putih polos dengan bawahan celana training, setelah menatap pantulan wajah sebentar, Dewa memilih keluar kamar.

Mata elang nya langsung tertuju pada gadis dengan piyama berwarna hitam dan rambut panjang nya yang bergelombang di biarkan tergerai.

Siapapun pasti akan terpesona melihat dara cantik keturunan Pakistan itu, Arumi dengan wajah oval, hidung dan bibir mungil mata jernihnya yang seperti telaga membuat seseorang ingin mengarungi nya saat menatap irish kecoklatan itu.

Namun tidak dengan Dewa, ia justru terbakar api kebencian ia menganggap Arumi adalah wanita yang sok polos dan licik, ia beranggapan jika Arumi adalah wanita materialistis dan arogan.

Berawal dari curhatan Yudha padanya saat itu yang membuat sudut pandang Dewa terhadap Arumi sangat lah buruk.

"Kak kau tahu Arumi? gadis yang di jodohkan papa dan mamah untuk ku? ternyata dia tidak selugu penampilannya. Kemarin aku melihatnya di suatu club dan dia sedang bersenang-senang bersama pria lain yang bahkan umurnya lebih tua dari papa, aku menyesal menerima perjodohan ini, aku menyesal memintanya menjadi kekasih ku, aku tak ingin menikah dengannya."

Isi hati Yudha yang di ucapkan padanya masih teringat jelas di benak Dewa, ia yang tak pernah menemui Arumi sebelumnya menelan mentah-mentah apa yang di katakan Yudha membuatnya tak pernah percaya pada gadis itu.Hiingga akhirnya ia tak menyangka jika Yudha nekat kabur demi membatalkan pernikahan dengan Arumi yang memang tidak di inginkan adiknya itu.

"Yudha, dimana kau sekarang?" menggeleng lesu, Dewa lebih memilih untuk melewati Arumi yang nampaknya tengah kesusahan tidur di atas sofa yang memang tidak sepatutnya menjadi tempat terlelap karena kecil dan sempit.

Lebih memilih mengabaikan seolah-olah tidak pernah ada orang lain selain dirinya di apartemen ini, Dewa dengan santainya berjalan ke pantry mengambil air dingin di kulkas dan menenggaknya yang membuat jakunnya naik turun.

Lain halnya Arumi yang menatap pria itu dengan pandangan sendu, ia menghela nafas menatap ke langit-langit, setitik embun itu jatuh mengenai pipinya tanpa bisa ia cegah lalu buru-buru ia menghapus nya agar Dewa tidak bisa melihatnya.

Di dalam hati Arumi sudah mempunyai tekad, sekarang Dewa lah yang menjadi suaminya, ia akan berusaha untuk mempertahankan pernikahan ini semampu yang ia bisa, dengan nilai- nilai baik dan budi luhur yang di tanamkan orang tuanya, Arumi sadar jika perceraian bukan lah satu-satunya solusi.

Mungkin Dewa memang sudah mempunyai Diana, wanita yang memenangkan hatinya. Tapi selama ikatan suci ini terjalin Dewa adalah suaminya, imamnya, bagaimana pun ia tetap akan menjalani perannya sebagai istri dengan baik, sampai pria itu sendiri yang akan melepasnya.

Dewa diam melirik Arumi yang terlihat melamun lalu cepat mengalihkan pandangan ketika gadis itu menangkap basah dirinya tengah memperhatikan.

Ia berdecih pelan, suasana otak dan hatinya seakan tak sejalan, otaknya sudah berkerja sama untuk membenci dan membuat gadis itu menderita tapi hatinya berkata lain, dan itu membuatnya muak.

Tak ingin memusingkan nya lebih lama, Dewa akhirnya memilih untuk membuat makanan sekedar mengisi perut yang mendadak minta di isi, namun saat melihat isi kulkas tak ada bahan masakan yang bisa ia olah, dirinya lupa untuk berbelanja kebutuhan di bulan ini.

Ia akhirnya mengambil ponsel memesan makanan lewat online, Arumi hanya diam memperhatikan sambil memegang buku, tempat nya melampiaskan bosan karena tidak hal lain yang bisa ia lakukan, sejujurnya ia pun merasakan lambungnya yang perih, ia ingat seharian ini ia hanya sempat memakan roti tadi pagi dan sekarang ia pun lapar.

Tak menunggu sampai berjam-jam, makanan yang di pesan secara online pun datang, selayang pizza, dan minuman dingin adalah pilihan nya sekedar untuk mengganjal perut karena Dewa tak biasa makan berat berupa nasi ketika malam.

Ia lalu berjalan ke meja makan, melahap Pizza yang nampak sangat menggiurkan sambil menatap monitor laptop mengecek email yang di kirim manajer nya.

Arumi menelan ludah susah payah, melihat pizza itu cacing- cacing di perutnya seakan meronta menginginkan nya. ia mengusap perutnya yang rata dengan wajah memelas.

Dewa memperhatikan itu, tersisa dua iris pizza lagi, dan ia pun sudah kenyang, kemudian Dewa berdiri, Arumi terlihat sumringah ia pikir Dewa tahu jika ia juga kelaparan dan akan memberikan sisa pizza itu padanya.

Namun kenyataannya salah Dewa malah berbelok arah, berjalan ke arah kotak sampah dan membuang kardus berisi dua potong pizza yang tersisa ke dalamnya.

Lalu ia menoleh menatap Arumi dengan wajah angkuh nya.

"Aku tahu kau menginginkannya, jadi ambillah di tong sampah ini."

Terpopuler

Comments

Dravia Hastuti

Dravia Hastuti

Ya Allah jahat banget

2022-10-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!