Bab • 17 •

Memeras handuk kecil yang sudah di basahi air hangat, pelan namun pasti Arumi membasuh tubuh Dewa, memulai dari punggung lalu turun ke tangan, ada rasa desiran yang hebat ketika tatapan Dewa tak beralih padanya, padahal sebelumnya lelaki itu selalu menghindari kontak mata dengan nya.

Tubuh Dewa bak model, atletis dan kekar seperti sudah dibentuk sejak dulu, dadaku bidang dengan otot-otot perut yang menghiasi bahkan diam-diam Arumi menghitung kotak-kotak di perut kekarnya itu. Ada sepuluh, Arumi menelan ludah kasar.

Apa yang kau pikirkan? Arumi menggeleng- geleng berusaha tetap fokus pada apa yang dia kerjakan. Setelah membasuh tubuh Dewa, Arumi merawat lukanya, menempelkan plester baru di sana.

Dewa memandang takjub apa yang Arumi lakukan, ia begitu telaten dan hati-hati seakan menyembuhkan adalah hal yang sudah biasa di lakukan gadis itu, ia seperti tak bisa mengelak lagi dari keelokan paras dan hati wanita itu.

Setelah selesai, kini tinggal luka di sudut bibir Dewa yang belum ia beri perawatan, ada rasa berdebar sendiri yang kini ia rasakan, karena saat membersihkan luka di sudut bibir Dewa mau tak mau Arumi harus menatap pria itu.

Dengan sedikit wajah mendongak, Dewa membiarkan Arumi merawat luka di sudut bibirnya, saat pandangan mereka tak sengaja beradu, iris mata coklat nya akan melirik ke arah lain seakan tak kuat di tatap sedalam itu oleh pria yang biasanya bersikap kasar padanya.

Bibir Dewa yang tipis agak tertarik membentuk senyuman tipis hal itu membuat Arumi terkejut, lalu mengalihkan sejenak pandangannya ke arah lain.

Jika seperti ini terus, tak baik untuk jantung nya, sungguh.

Mata segelap malam Dewa seakan tak mau di ajak kompromi untuk tidak melihat gadis cantik berlesung pipi ini, meski hati dan otaknya berperang, rasa nyaman saat kulit mereka bersentuhan memberikan magis sendiri yang membuat Dewa terlena.

"Pada dasarnya semua laki-laki itu sama. mendambakan cinta dan kasih sayang."

Di saat seperti ini kata-kata Tania lah yang mendadak terlintas di otak nya. Apa mungkin ia bisa menjerat hati Dewa? seakan ada harapan baru, Arumi menjadi bertekad kini.

***

Seusai membersihkan tubuh, Dewa berbaring di atas king size, kondisinya tak memungkinkan ia masuk kantor, meskipun ia bisa memaksakan diri karena sejak dulu Dewa memang terkenal gila kerja, tapi saat ini entah semua nya terasa tak menggairahkan, rasanya Dewa hanya ingin bermalas-malasan dahulu barang satu hari saja.

Nathan dan Monalisa datang melaporkan tentang pekerjaan, lalu Nathan bertanggung jawab menghandel semua jadwal Dewa.

"Semoga lekas sembuh pak." ucapan Monalisa di angguki sekilas oleh Dewa.

Lalu Monalisa menunduk hormat pada istri atasannya. "Selamat siang, bu." tunduknya pada Arumi, sedangkan gadis itu hanya tersenyum.

Setelah kepergian Nathan dan Monalisa, Dewa kembali mengistirahatkan tubuh nya, sementara Arumi sedikit membantu para ART di dapur, awalnya para ART menolak ketika Arumi memasuki area dapur dengan alasan segan.

"Biar kami saja nyonya muda," ucap pelan mbok Jum ketika Arumi kekeuh ingin menyiang sayuran untuk makan siang nanti.

"Tidak apa-apa aku juga tidak memiliki kegiatan untuk di lakukan."

"Tapi Nya." rasanya tak etis ketika nyonya rumah membantu pelayan di dapur.

"Kenapa? jangan merasa segan, anggap lah aku seperti orang biasa, meski kalian mengganggap ku majikan tapi anggap lah juga aku sebagai teman."

Mereka saling melempar pandang, lalu mengangguk ragu. "Baik Nya." merasa lega karena memiliki majikan seperti Arumi, wanita yang humble dan tak pandang bulu.

Arumi ingin menyiapkan makan siang untuk Dewa, meskipun nantinya pria itu mungkin saja menolak, namun mencoba tak ada salahnya.

Saat sang bagaskara mulai meninggi dengan sorot sinarnya yang mengenai bumi, angin terasa sejuk datang mengibarkan gorden- gorden besar di mansion megah ini.

Dewa turun dari kamarnya melalui lift, karena tak mungkin ia menuruni tangga dengan kakinya yang memar, awalnya pria itu merenggang kan otot-otot nya, terbiasa di depan tumpukan berkas atau layar monitor untuk yang lama, di saat ia mulai beristirahat begini rasanya cukup tak mengenakkan.

Kemudian ia berjalan ke lemari es menenggak air putih hingga setengah, lalu berjalan ke arah meja makan setelah melihat semua hidangan tersaji di sana, perutnya mendadak lapar. Menarik kursi untuk duduk, Arumi datang menghampiri menaruh lauk berisi ikan patin yang di olah dengan cara di gulai kuning. Aroma harum yang lezat menguar seketika.

Melalui informan mbok Jum yang memang awalnya bekerja untuk keluarga dirgantara sebelum akhirnya di pindah tugas kan kesini, ia menjadi tahu apa yang menjadi kesukaan dan tidak di sukai Dewa.

"Menu favorit tuan muda itu, gulai ikan patin buatan mbok Yem nyonya. Mbok Yem pengasuh tuan muda sejak bayi, tuan muda Dewa sudah menganggapnya seperti ibu sendiri, itu sebabnya tuan muda suka sekali apapun yang di masak mbok Yem, namun favorit nya gulai ikan patin sama oseng tempe kacang, Nya."

Arumi tersenyum saat ia menghidangkan masakan tersebut terlihat mata Dewa yang melebar, semua yang dihidangkan memang menu favorit pria itu, mungkin membuat nya sedikit syok kerena hal itu.

"Siapa yang membuat ini semua?" suara Dewa keluar tajam, entah apa yang salah.

"Aku. tapi dengan sedikit bantuan mbok Jum." jawab Arumi sumringah, namun wajah Dewa justru mengeras.

"Sudah ku bilang aku tidak sudi memakan masakan mu!" desis Dewa membuat hati Arumi remuk.

"Apa alasannya?" wajah Arumi mendadak murung.

Dewa tersenyum sinis. "Tidak ada yang tahu, bisa saja kau menambah kan racun di sini, untuk membunuh ku." tudingnya kejam.

"Picik sekali pikiran mu." Arumi menggeleng tak percaya.

"Picik? aku sudah melihat banyak wanita seperti mu, tidak pernah tulus dan memiliki niat terselubung di balik setiap tindakan nya."

"Terserah apa katamu, tapi aku tidak seperti apa yang kau pikirkan. Aku dan para wanita itu tidak lah sama."

Dewa hanya bisa berdecih, ia menolak untuk makan namun suara perutnya yang keroncongan tak bisa di ajak kompromi.

"Lihat? aku tahu kau lapar. Pesan dokter juga kau harus mengisi perut dulu sebelum minum obat."

"Aku tak mau, jangan memaksa ku." Dewa meninggikan suara lalu berdiri siap pergi.

"Baiklah. tapi siapa yang bisa menolak dengan kelezatan gulai ikan patin ini." Arumi berusaha menggoda Dewa. "Juga oseng tempe kacang ini,emm lezat sekali," katanya lagi berusaha membuat Dewa tak bisa berkutik.

"Apakah tidak mengingatkan mu pada seseorang?" Tentu yang Arumi maksud adalah mbok Yem, ia tahu betapa pentingnya pengasuh nya itu untuk Dewa yang kini tak pernah ditemuinya lagi sejak dua tahun terakhir. Tentu di sudut terkecil hati Dewa terselip kerinduan untuk nya, tentang masakan kesukaan nya dan mbok Yem yang selalu menyuapi nya ketika kasih sayang seorang ibu tak pernah Dewa dapatkan dari mamanya.

Dewa akhirnya luluh, ia kembali duduk ke kursi, Arumi tersenyum puas kemudian menyendok kan nasi dan lauk untuk pria itu.

"Aku tahu meskipun kau berusaha untuk menyembunyikan nya, kerapuhan juga kebaikan masih bisa terlihat, nyatanya di balik sikap kerasmu kau masih memiliki hati Dewa." batin Arumi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!