"Arum, jadilah istri yang baik dan patuh, layanilah suami mu dengan sepenuh hati, belajar lah mencintai nya dan menerima kekurangan nya."
Suara bunda memberi petuah saat membantu Arumi mengepak pakaian nya di dalam koper seperti tercekat di tenggorokan, bisa Arumi lihat kaca-kaca di mata yang sudah mulai tua itu,
"Baik bun, Arum akan ingat pesan bunda baik-baik."Arumi mengangguk-angguk dengan seru nafas yang seakan beradu bersama titik-titik kristal bening yang jatuh di mata indahnya.
Bunda mendongak menatap lekat wajah ayu putri semata wayangnya dengan sayang. "Maafkan bunda ya nak, maafkan ayah juga, andai saja kami tidak terus mendesak Yudha untuk segera menikahi mu, mungkin semua ini tidak akan terjadi, kamu tidak akan mengalami kemalangan ini." wanita paruh baya yang masih terlihat anggun di umurnya yang tak lagi muda itu akhirnya tak bisa menyembunyikan tangis,di genggamannya tangan sang putri lalu menempelkan nya di kening menunjukkan penyesalan yang teramat, hingga membuat Arumi di landa sesak yang luar biasa, ia ikut menangis bersama sang bunda.
"Maafkan bunda, nak ... "
Arumi menggeleng dengan isak yang sebisa mungkin ia tahan. "Jangan seperti ini bun, nanti Rumi tidak bisa jauh dari bunda."
Bunda melepaskan pelukannya, mengusap pipi mulus Arumi. "Selalu dengar kan perkataan suami mu ya, bagaimana pun sekarang nak Dewa adalah suami mu jangan bikin dia kecewa, selalu patuh dan setia berada di sampingnya, baik susah maupun senang."
Arumi mengangguk cepat. "Pasti bun, Arumi akan selalu ingat wejangan bunda."
Wanita yang telah sabar merawatnya dengan penuh kasih sayang itu mengelus rambutnya lembut. "Anak bunda yang penurut, cantik semoga rumah tangga kalian selalu di penuhi keberkahan ya."
Arumi tak yakin atas perkataan terkahir sang bunda.
*
*
*
Di luar, Dewa dan kedua orang tua nya sudah menunggu, bersama pak Dharmawangsa. Arumi menyeret kopernya bersama sang bunda yang menemani di sampingnya, sesekali ia akan menyeka ekor matanya yang basah.
Pak Dharmawangsa memperhatikan lalu menghampiri sang putri, di tatapnya lamat-lamat wajah Arumi. "Putri kecil ayah, sekarang sudah menjadi seorang istri," suaranya bergetar, di usapnya kening Arumi lalu gadis itu merasuk dalam pelukan cinta pertama nya dengan tangis yang kembali pecah.
"Jangan menangis sayang, kamu sekarang sudah mengemban tugas sebagai istri, kamu bukan putri kecil ayah yang akan merengek jika tidak di turuti kemauan nya. Sekarang kamu adalah sepenuhnya wanita, seorang istri yang nantinya akan menjadi seorang ibu, kamu harus kuat dengan segala cobaan rumah tangga mu nanti, ingat ini Arum." Seperti bunda, ayah juga tak lupa memberikan wejangan nya yang ia harap akan selalu di ingat oleh sang putri.
Melepas pelukan, Arumi mengangguk. "Baik yah, Arumi akan selalu ingat pesan ayah." lalu pak Dharmawangsa mengusap lembut pipi Sang putri yang basah oleh air mata. "Sering-seringlah datang ke sini untuk menjenguk kami."
"Baik ayah, itu sudah pasti." Arumi mengangguk yakin. Pak Dharmawangsa tersenyum lalu pandangan nya beralih pada pria jangkung yang sedari tadi diam di samping Arumi. "Nak Dewa tolong jaga Arumi, putri ayah adalah satu-satunya harta berharga yang ayah punya, ayah titipkan Arumi padamu."
Dewa mengangguk. "Pasti ayah mertua, saya akan menjaga Arumi dan belajar mencintai nya dengan sepenuh hati." dalam hati ia menolak itu semua.
Perkataan Dewa sukses membuat Arumi menoleh, gadis itu menatap Dewa sejenak, kebohongan yang sangat bagus, untuk kali ini Arumi benar-benar memuji akting pria itu yang sangat natural. Ucapan juga tindak lakunya yang merangkul pundak Arumi erat seakan ingin menunjukkan kepada seluruh dunia jika mereka bahagia dengan pernikahan yang tak pernah di harapkan ini.
"Arumi sudah kami anggap seperti anak sendiri, kalian tidak usah khawatir, kami akan selalu menyayangi nya." Ucapan Bu Helena pada kedua orang tuanya sontak saja membuyar kan lamunan Arumi, lalu gadis itu melengkung kan sebuah senyum manis setelah tangan ibu mertuanya itu yang mengelus rambutnya pelan.
Setelah ritual perpisahan, Dewa mengangkat koper Arumi untuk di masukkan nya ke dalam bagasi, para orang tua berpamitan lalu Dewa bersama Arumi.
Arumi memandang orang tuanya sekali lagi lalu memeluknya barang terakhir kali, rasanya tak tega meninggalkan mereka, namun senyuman ayah dan bundanya seakan meyakinkan hatinya yang semula ragu.
"Pergilah, suami mu sudah menunggu," ucap bunda seraya melambai, Arumi mengangguk, lalu tersenyum melambai sekilas setelahnya masuk ke dalam mobil, pak Dharmawangsa dan Bu Ratna berjalan ke depan hingga mobil berbelok dan tak terlihat. Mereka berharap putri mereka akan mendapatkan kebahagiaan dengan pernikahan ini meski dengan pria yang berbeda.
*
*
*
Mobil fortuner hitam itu seakan bergerak lambat memecah hiruk pikuk kendaraan di jalanan kota yang mulai padat. Suara bising khas perkotaan seakan menjadi harmoni di antara kebisuan yang terjadi di antara keduanya, Arumi sesekali melirik pada Dewa yang fokus melihat ke depan, dengan earphone yang menggantung di telinga pria itu, tak ada topik obrolan di antara mereka, bahkan pria yang selalu menampilkan wajah kaku bak kanebo kering itu seperti tak peduli akan kehadirannya.
Dua jam perjalanan mereka akhirnya sampai di sebuah rumah besar dengan halaman luas di depannya, mobil mendarat mulus setelah memasuki gerbang kokoh yang menjulang tinggi lalu berhenti tepat di depan garasi samping rumah.
Di sana sudah ada mobil lain yang Arumi tahu, papah Handoko dan mamah Helena keluar dari mobil dan menghampiri mereka.
"Arumi selamat datang di rumah kami," ucap mamah Helena dengan senyum suka cita, sebenarnya bukan pertama kalinya ia menginjak kan kaki di rumah besar ini, "Sekarang kamu adalah menantu keluarga ini, kini kamu adalah bagian dari keluarga dirgantara" ujar beliau menjangkau Arumi lalu memeluk setengah bahunya, sedangkan Dewa sudah pergi dahulu masuk ke dalam, sembari melongos ia menatap istrinya dengan lekat sebentar lalu melanjutkan langkah, papah Handoko tersenyum segan atas sikap sang putra. "Dewa memang seperti itu sifatnya, mudah-mudahan kamu bisa memaklumi nya."
"Kalian menikah juga tanpa persiapan, papah dan mamah harap kalian bisa lebih akrab agar bisa saling membuka hati." Bu Helen mengelus pelan pundak Arumi, gadis itu mengangguk ringan, meski dalam hatinya ada perasaan berkecamuk besar.
"Ayo masuk." ajak kedua mertuanya, Arumi lalu mengikuti langkah mereka.
Di dalam kamarnya Dewa mengambil barang-barang nya juga berkas-berkas penting yang akan dia pelajari untuk proyek yang sedang ia kerjakan.
Selama ini meskipun mempunyai kamar sendiri Dewa lebih suka hidup berpisah dari keluarga nya dengan mempunyai apartemen pribadi atau berpergian ke kota-kota besar di luar negeri demi pekerjaan juga mengobati luka hatinya yang selama dua tahun ini masih menganga lebar karena seorang gadis yang kini sedang ia genggam fotonya.
"Diana, maafkan aku, bukan maksud ku untuk mendua kan mu, aku terpaksa menerima pernikahan ini, semoga kau mengerti, hanya kau lah yang ada di hati ku, tidak ada yang lain termasuk wanita itu."
Di luar, Arumi yang awalnya hendak masuk mendengar semua yang Dewa katakan, seperti sebuah kaca yang utuh yang tiba-tiba di lempar palu besar, itulah keadaan hatinya saat ini hancur berantakan, deru nafasnya terasa sesak lalu gadis itu berbalik menempelkan punggungnya di dinding mengusap dadanya yang terasa nyeri.
Jadi, selamanya ia tidak akan bisa mendapatkan cinta suaminya sendiri di saat pria itu pun tidak bisa melupakan wanita sangat yang di cintainya. Seperti inikah rasanya cinta bertepuk sebelah tangan yang bahkan masih belum di mulai?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Yunisa
semangat Arumi
2022-10-29
2